“Ada yang jatuh dari lantai 2!!”
“Ada apa?!”
“Siapa yang bunuh diri?”
“Hei kenapa?”
“Hana pembunuh!!”
“Si pembawa sial itu mendorong seseorang dari lantai 2!”
“Benar-benar sudah gila.”
“Pembunuh!!!”
.
.
.
.
.
Suasana sekolah sangat ricuh. Salah satu siswi bernama Umji dari kelas 11XX jatuh dari lantai dua. Kondisinya bisa dibilang memprihatinkan. Saat ditemukan, gadis itu tak sadarkan diri.
Darah keluar dari kepalanya. Beberapa guru dengan segera memanggil ambulance dan membawa Umji ke rumah sakit. Hanya ada satu orang yang berada di lokasi kejadian, Jung Hana. Entah kesialan apa yang membuat gadis itu berada dilokasi. Membuat gadis itu kini duduk di depan Namjoon Ssaem untuk dimintai keterangan.
“Ssaem, itu bukan saya. Saya sudah berkali-kali berkata bahwa itu bukan saya!” Namjoon Ssaem tidak langsung menuduh siapa pelaku yang membuat Umji terjatuh dari lantai dua.
Ada dua kemungkinan yang disimpulkan oleh Namjoon Ssaem. Pertama, Umji terpeleset dan jatuh sendiri. Dan yang kedua, Umji sengaja didorong dari lantai dua. Yang disayangkan adalah, gossip cepat menyebar di penjuru sekolah bahwa Hana sengaja mendorong Umji dari lantai dua.
Persetan dengan semua gossip yang beredar. Mata Hana sudah berkaca-kaca saat Namjoon Ssaem menginterogasinya.
“Hana, hanya kau yang ada dilokasi. Semua orang menyimpulkan kau lah yang sengaja mendorong Umji.”
“Ssaem, untuk apa saya lakukan itu? Saya dan Umji bahkan tak saling mengenal.”
“Ssaem tahu Hana. Tapi bukti mengarah kepadamu.”
“Bukti apa Ssaem? Bukti apa? Aku bahkan tak menyentuh Umji seujung kukupun.”
“Lalu kenapa Umji bisa terjatuh? Dan kenapa kamu bisa ada di lokasi kejadian tepat saat Umji terjatuh?”
Diam. Hana terdiam mendengar pertanyaan Namjoon Ssaem. Bukan tidak bisa menjawab, ia sendiri bahkan bingung mengapa dirinya bisa menemukan Umji dengan kondisi yang seperti itu.
Hana menunduk. Memainkan jari-jarinya. Pundaknya naik turun. Air mata yang ia tahan sedari ia menemukan Umji, kini jatuh sudah. Hana hanya menangis sembari menunduk.
“Hana, jangan menangis nak. Ssaem hanya bertanya kepadamu. Apa benar kau yang mendorong Umji?” Hana memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya. Meskipun ia tahu bahwa sekarang dirinya tengah tersudut, tapi ia berani bersumpah bahwa ia tak bersalah sama sekali.
“Tidak Ssaem.” Jawaban tegas Hana berikan. Meskipun ia takut setengah mati, tapi ia berani melawan karena memang ia tak bersalah.
Namjoon Ssaem menghembuskan nafas pelan. Menyandarkan punggung nya yang terasa pegal pada kursi hitam empuk miliknya. Tatapannya masih tegas menatap Hana. Pun Hana juga membalas tatapan tegas dari Namjoon Ssaem.
Kedua nya sama-sama terdiam. Pikiran mereka berperang. Namun, keheningan itu buyar seketika saat tiga ketukan pintu terdengar dari luar.
“Masuk.” Ujar Namjoon Ssaem tegas. Tangannya mengusap wajah tampannya saat ia melihat siapa pelaku yang mengetuk pintunya.
“Ssaem maaf saya kemari.”
“Yoongi, bisa kau tinggalkan kami sebentar? Aku hanya memberi Hana beberapa pertanyaan. Kau bisa tunggu di luar sebentar.”
“Ssaem tapi Hana benar tidak salah. Hana tak sejahat itu.” Hana hanya diam mendengar pembelaan kakak tingkatnya itu. Kepalanya menunduk. Matanya kembali memanas. Lagi-lagi ia menyalahkan dirinya atas hal yang membuat orang-orang disekitarnya susah.
“Min Yoongi, jangan gunakan kekuasaan ayahmu untuk membela seseorang.”
“Tapi Ssaem, kita harus mencari bukti sebelum menghukum dan menyalahkan Hana.” Yoongi berjalan mendekat ke arah Hana. “Jangan sampai kita meghukum seseorang yang ternyata tidak bersalah.” Yoongi meletakkan tangannya dipundak Hana. Membuat gadis itu mendongak menatap kakak tingkat yang akhir-akhir ini tidak ada kabar. “Ssaem, aku tahu Ssaem orang yang tegas. Aku mohon, izinkan aku mencari bukti untuk membela Hana. Jangan hukum Hana sebelum ada bukti Ssaem. Aku yakin ini bukan salah Hana.”
“S-sunbae..” Hana menatap Yoongi dengan mata berkaca-kaca.
Lagi-lagi ia menyalahkan dirinya sendiri. Merasa menyusahkan orang-orang disekitarnya.
Tangan besar Yoongi bergerak mengelus pundak Hana pelan. Yoongi mungkin tidak tahu apa yang saat ini ada di fikiran Hana. Tapi ia yakin bahwa gadis itu sedang tidak baik-baik saja.
Jika kekuasaan bisa membebaskan Hana dari neraka yang selama ini menjeratnya, maka Yoongi rela memakai segala kekuasaan ayahnya untuk menghukum semua orang yang berani menyakiti wanitanya. Semua orang harus tahu, dengan siapa mereka berhadapan saat ini. Urusan Hana kini menjadi urusannya juga.
Namjoon Ssaem menghela nafas kasar. Bisa saja ia membantah Yoongi dan mengusirnya dari ruangan. Tapi, pemikiran Yoongi hampir selalu sejalan dengan pemikirannya. Mencari bukti sebelum menghukum seseorang.
“Baiklah.” Namjoon Ssaem berdiri dari kursinya. Memasukkan kedua tangannya pada saku celana. Menatap ke arah Yoongi dan Hana secara bergantian. “Kau bisa mencari bukti untuk membebaskan Hana dari semua tuduhan.” Yoongi tersenyum menang. “Saya kasih kalian waktu tiga hari untuk mencari bukti. Dan untuk sekarang biar aku bertemu dengan orang tua Hana. Kalian bisa pergi atau tunggu diluar.”
Mata Hana membulat kaget. Setelahnya bunyi pintu berderit terbuka. Hana tak berani menoleh. Suara dari Namjoon Ssaem selanjutnya membuat tubuhnya kaku. “Silahkan masuk Tuan Jung Hoseok.”
***
Saat Hoseok datang, Hana dan Yoongi keluar dari ruangan Namjoon Ssaem. Keduanya berjalan lesu. Yoongi tak melepaskan genggamannya dari tangan Hana. Meskipun semua mata menatap tajam ke arah Hana, hal itu tak menggentarkan niatnya untuk melepaskan genggamannya.
Semua siswa masih menggunjingnya. Berbisik-bisik kala Hana berjalan dengan Yoongi. Namun bukan itu yang saat ini mengganggu fikirannya. Ia takut dengan apa yang akan Namjoon Ssaem sampaikan pada ayahnya.
Namjoon Ssaem tahu bahwa ia selalu di bully di sekolah. Bahkan Namjoon Ssaem tahu detail bagaimana hampir seluruh siswa membenci dan menganggunya. Dan Hana takut jikalau Namjoon Ssaem menyampaikan semua kabar itu pada ayahnya.
Hana tak ingin membuat ayahnya khawatir. Pernah waktu pulang sekolah kondisi Hana berantakan. Mantelnya kotor terkena tanah yang bercampur salju. Tas sekolahnya putus. Bahkan sepatunya sangat kotor. Dan itu sukses membuat Hoseok khawatir tak karuan. Mendesak Hana untuk bercerita apa yang telah terjadi padanya. Dan berujung dengan Hana yang berbohong jika dirinya terjatuh di sekolah.
Hana masih melamun. Menatap kosong ke depan. Melamun memikirkan ayahnya yang tak kunjung keluar dari ruangan Namjoon Ssaem.
“Semua akan baik-baik saja Han. Jangan khawatir.” Yoongi tersenyum ke arah Hana. Meski ia tahu bahwa ia tak bisa menyembuhkan semua luka Hana, namun ada niat untuk Yoongi mengganti luka itu dengan perasaan aman dan nyaman.
“S-sunbae, bagaimana jika..??”
“Hana,” ucapan Hana terpotong kala seseorang memanggil namanya.
Hana menoleh ke arah sumber suara. Menatap pada laki-laki gagah dengan setelan serba hitam. Kaus turtle neck yang membungkus badan tegapnya. Kaki jenjangnya ia balut dengan celana kain berbahan. Rambut yang disisir rapi kebelakang, memberikan kesan Good Daddy padanya. Sepatu kulit berwarna hitam yang menambah kesan tampan penampilannya, juga mantel abu yang ia sampirkan di lengan kirinya. Hoseok berdiri dan tersenyum ke arah anaknya.
“A-ayah..” Hana menatap ayahnya. Badannya tiba-tiba bergetar. Hoseok berjalan mendekati anaknya. Sedikit berjongkok sebelum ia mendaratkan kecupan sayang di kening anaknya.
“Ayah disini nak, jangan takut.”
Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya keluar. Berjalan menghampiri dan memeluk ayahnya erat dengan pundak yang bergetar karena menangis. “Ayah, Hana bukan orang jahat. Bukan Hana pelakunya Yah, Hana tidak salah.” Yoongi memalingkan wajahnya. Menatap ke sembarang arah. Matanya ikut berkaca kala mendengar tangisan dan aduan Hana pada Ayahnya.
“Ayah tahu nak. Anak ayah tidak pernah nakal.” Mengelus sayang kepala anaknya. Senyum bahkan tak luntur meski tersirat kenyataan bahwa hatinya hancur.
Pengakuan Namjoon Ssaem tadi cukup menghantam hatinya. Anak semata wayang yang ia tinggalkan demi menghilangkan jejak bayang sang istri, ternyata banyak mengalami hal sulit.
Anak tersayang yang selalu ia berikan kehidupan lebih dari cukup dan selalu ia anggap baik-baik saja ternyata menyimpan ribuan luka.
Hoseok fikir hanya dirinya yang terluka karna kepergian sang istri. Rupanya ia benar-benar melupakan tentang anaknya yang menderita tanpa orang tua yang mengasuhnya dengan benar.
Tersirat perasaan berdosa dan bersalah pada mendiang Eunbi. Wanita cantik yang menitipkan malaikat kecil padanya, ia merasa gagal dan tak becus menjaganya.
Gadis kecil yang dulu selalu tertawa ceria, bahkan sampai saat ini selalu menujukkan tawa baik-baik saja, ternyata menyimpan luka yang bahkan tak akan bisa disembuhkan.
Harta, uang, kasih sayang belum tentu bisa melunturkan rasa sakit yang selama ini bersarang pada dirinya. Mental yang mulai goyah karena semakin lama semakin terganggu, membuatnya hilang fokus kemana tujuan hidup sebenarnya.
Hana yang selama ini ia anggap baik-baik saja, ternyata jauh tidak baik-baik saja.
Luka karena kehilangan mungkin akan menjadi teman duka yang sangat menyakitkan. Tapi luka karena tak dianggap dan tak diakui oleh dunia, jauh lebih menyakitkan dari ribuan genjatan peluru yang menembus kulit hingga jantungnya.
Semua paham bahwa Hana tak baik-baik saja. Senyum kosong, tatapan kosong, juga kehidupan kosong. Tidak punya teman dan sendirian. Semua menggunjing juga memakinya. Dan hal itu, kini baru disadari oleh Hoseok setalah hampir semuanya terlambat.
Masih ada waktu untuk menarik Hana dari kehidupan gelap yang selama ini menemaninya. Masih ada waktu untuk Hoseok menuai benih bunga cinta pada diri anaknya. Masih ada waktu jika Hoseok bisa memanfaatkan waktu itu.
“Nak,” Hosoek menangkup wajah putrinya. Putri yang selama ini selalu ia anggap sebagai gadis kecil, namun kini telah menjelma menjadi seorang gadis cantik. “Dengarkan ayah. Maaf karena ayah tak selalu ada bersama Hana. Tapi percaya sama ayah. Selama ada ayah, semua akan baik-baik saja. Jangan takut. Buktikan jika kamu tak bersalah. Jangan mundur hanya karena tuduhan. Tampar mereka semua yang menuduhmu dengan bukti nyata tentang ketidak bersalahmu. Anak ayah harus kuat.”
Hana mengangguk kecil. Menatap kedua manik mata sang ayah. Juga senyum yang tak pernah luntur dari bibir indah sang ayah.
“Ayah akan selalu menemanimu. Sampai kapanpun. Bilang sama ayah semua yang Hana rasakan. Ayah akan menjadi pendengar yang baik untuk Hana.” Tangan Hosoek turun memegang kedua telapak tangan kecil Hana. Mengenggamnya erat seolah memberikan energy semangat pada putrinya.
“Ayo, kita buktikan bersama. Kita tampar mereka bersama. Hana, putri kecil ayah tidak bersalah.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
dwiyani
😭😭😭😭😭😭
2020-07-31
2
Lina Supartika
tissu ku habis thor 😭😭😭😭
2020-07-30
1
,,,,Khazani,,,
😭😭😭
2020-07-29
2