6-2

Akio menatap cermin yang ada di kamarnya. Tampak bekas memar memerah di pipi kirinya. Sebuah tangan mengusap pipinya dengan kapas dan alkohol untuk meredakan bengkak yang ditimbulkan.

"Aww, sakit Kazuto!" Keluh Akio sambil menepis uluran bantuan dari Kazuto.

"Kau ini benar-benar payah ya, kenapa sampai nekad berbuat seperti itu?! Dasar bodoh!" Protes Kazuto sambil terus fokus mengobati Akio yang baru saja mendapatkan sebuah tamparan keras dari Kirana karena telah berani mencium bibir gadis itu. Ia yang memutuskan untuk menyusul Akio karena khawatir bahwa sahabatnya itu akan bertindak nekad terhadap Kirana, tak ayal melihat dengan mata kepalanya sendiri insiden mengerikan itu.

PLAK!

Sebuah tamparan keras menghantam pipi kiri Akio membuatnya sedikit terkejut. Tak pernah sekalipun dirinya diremehkan seperti ini. Kedua tangannya mengepal menahan amarah. Seandainya saja orang yang dihadapannya adalah lelaki, mungkin ia sudah menghabisinya. Tapi ia seorang gadis, gadis yang sejak pertama kali ia temui telah menyedot banyak perhatiannya.

"Dasar cowok brengsek!" Suara lengkingan Kirana membuat suasana taman belakang kampus yang sepi itu terdengar menggema di sekelilingnya. Wajahnya memerah dikarenakan luapan emosi yang tak terbendung lagi. "Berani-beraninya kau," Jari telunjuk tangan kanannya tak henti-hentinya dihujamkan kearah Akio.

"Kenapa?" Akio menyeringai sinis menatap Kirana. "Bukankah tadi kau katakan akan memenuhi semua permintaanku jika kita menyudahi perselisihan yang menurutmu konyol itu?"

"Tapi yang kau lakukan tadi..."

"Aku menjawab pertanyaanmu dengan apa? Aku memintamu menjadi milikku. Menjadi milikku berarti aku berhak atas dirimu. Jadi yang kulakukan tadi tidak salah kan?"

"Kau..., Arrgghhh!!! Dasar gila! Aku ini manusia, jangan samakan dengan barang Akio Fujiwara!" Maki Kirana sekenanya. Ia frustasi menghadapi lelaki di hadapannya itu masih dengan ekspresi datarnya seolah tidak merasa bersalah terhadap apa yang telah dilakukannya. Merebut paksa ciuman pertama berharganya. "Seumur hidupku tak pernah sekalipun aku bertemu orang aneh sepertimu! Go to hell saja kalau kau ingin memilikiku!" Ia akhirnya memutuskan meninggalkan Akio sendirian ke kelas. Tubuhnya bergetar seolah kehilangan tenaga karena terlalu lelah. Air matanya menggenang seolah menunggu waktu yang tepat untuk mengalir. Kazuto yang sejak tadi berdiri mematung dibalik dinding hanya terdiam seribu bahasa.

"Nih, sudah mulai kempes bengkaknya."

"Terima kasih."

"Ampun deh...," Keluh Kazuto. "Sampai kapan aku harus menjadi baby sitter dari Tuan Muda Akio Fujiwara ini?" Dipandanginya sahabatnya yang masih terdiam di pinggir tempat tidurnya. "Kali ini aku sungguh tidak mengerti jalan pikiranmu Akio, kalau kau suka atau bahkan cinta sekalipun jangan menyakitinya."

"Cih, dulu aku pernah bilang kan," Tanyanya dengan pandangan sinis menatap sang sahabat. "Tidak ada kata-kata itu dalam kamusku! Dia hanya gadis biasa, yang dengan angkuhnya berani meremehkanku! Aku Akio Fujiwara, lelaki yang selalu mendapatkan keinginannya!" Nada suaranya berubah menjadi tinggi.

Kazuto menatap miris kepada sahabatnya. Di satu sisi ia senang melihat sedikit perubahan yang terjadi pada Akio, namun di sisi lain ia sedih melihatnya frustasi. Ia mengingat kembali peristiwa di masa silam, waktu di mana ia melihat perubahan yang terjadi pada sahabat karibnya ini. Sepuluh tahun yang lalu ia melihat ekspresi Akio yang berubah setelah kematian kedua orang tuanya akibat kecelakaan pesawat ketika sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri. Hampir setiap hari Akio mengurung diri dan tak mau keluar dari kamarnya. Bahkan ia yang datang berkunjung pun tak dianggapnya. Tatapannya perlahan berubah dingin dan sinis, terlebih lagi didikan keras sang kakek yang memaksanya untuk meneruskan Fujiwara Interprise di usianya yang masih belia. Seolah menekan seluruh emosi yang ada di dalam dirinya sehingga ia memilih melarikan diri dan memberontak dengan mempermainkan wanita yang memujanya agar kakeknya sadar bahwa ia hanya butuh kebebasan seperti pemuda seumuran lainnya namun hingga saat ini kakeknya itu seolah menutup mata atas kelakuannya.

"Kau benar-benar bodoh Akio," Kazuto merangkul pundak sahabatnya. "Gadis yang kau sebut biasa-biasa saja sebenarnya dia gadis yang luar biasa. Ini bukan masalah sumpah serapahku padamu dan Daichi-senpai dulu sehingga aku membujukmu untuk berbaik-baiklah dengan Kirana. Jangan sampai kau salah langkah hingga berakhir dengan penyesalan yang mendalam."

"Aku akan balas dendam," Ucap Akio berapi-api.

"Apa maksudmu?" Kazuto merasakan firasat buruk dari kata-kata yang diucapkan Akio.

"Aku akan menaklukkannya dan akan kujadikan ia milikku seutuhnya dengan cara apapun sehingga ia tidak akan pernah bisa lari dariku," Seringai kejam dan dingin terukir miring di wajah tampan Akio. "Meskipun ia berteriak kesakitan pun aku tak akan melepaskannya hingga aku merasa bosan baru aku akan membuangnya!"

"Akio," Tangan Kazuto bergetar tak kuasa menahan emosinya. "Aku mohon jangan kau lakukan itu karena...," Belum sempat Kazuto menyelesaikan ucapannya, Akio langsung memotongnya.

"Aku tidak perduli Kazuto! Jika karena keinginanku ini aku akan berhadapan dengan neraka sekalipun!" Akio bangkit dari duduknya dan menatap Kazuto berapi-api. Tampak keseriusan dan kesungguhan di dalam bola mata hitamnya yang sekelam malam.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!