Kirana berdiri di depan gedung utama universitas tempat ia akan menuntut ilmu. Dengan pakaian musim gugurnya yang terdiri dari dress pink bermotif bunga-bunga kuning, coat hitam panjang sepaha, sepasang legging senada dengan coat-nya dan sepatu boots berwarna coklat khaki senada dengan tas bertali yang ia gunakan membuatnya tampak cantik dan anggun.
"Universitas Tokyo," Desis Kirana. Ia menghirup udara dingin dan menghempaskannya perlahan. Tak sia-sia ia belajar mati-matian untuk memasuki kampus kebanggaan yang menjadi cita-citanya sejak dulu walaupun sempat tertunda setahun akibat kecelakaan maut yang menimpanya. Entah mengapa setiap kali ia berusaha mengingatnya kepalanya mendadak sakit.
"Rana?" Panggilan seseorang dengan suara ringan sontak membuat Kirana menoleh dan menemukan seorang gadis manis berambut kuncir ekor kuda yang tidak terlalu tinggi memakai kemeja putih, coat biru tua dan celana jeans berbalut sneaker berdiri di samping Kirana sambil tersenyum lembut. Sepertinya ia mengenal gadis ini? Siapa ya?
"Kau Kirana Kiseki kan? Sainganku dalam merebutkan posisi nomor satu di SMA dulu?" Tanyanya antusias.
Kirana mengernyitkan dahinya nampak bingung. Ia berusaha mengingat-ingat siapakah gerangan gadis dihadapannya ini sekarang. Ayolah kepalaku, bantulah pemilikmu ini menghilangkan amnesianya sedikit...saja.
"Kau lupa padaku? Sungguh teganya," Gadis itu berkacak pinggang dan mengerucutkan bibirnya membuatnya imut dan menggemaskan. "Selain kau sainganku kita ini juga bersahabat baik tahu!"
Perlahan gambaran kedekatan Kirana dengan gadis tersebut berkelebat di kepalanya. Dari bertengkar masalah menentukan rumus mana yang akan dimasukkan ke dalam soal matematika IPA yang selalu membuat sakit kepala sampai dengan ia menangis akibat bertengkar dengan ayahnya.
"Luna? Luna Putri Putranto?" Sahut Kirana penuh semangat. Ia pun menghambur memeluk sahabatnya itu. "Apa kabarmu Nona jutek?"
"Apa kabarmu juga Nona keras kepala?" Luna membalas pelukan Kirana tak kalah erat. Ia pikir telah kehilangan sahabat kentalnya itu. Gadis dipelukannya ini mendadak hilang berita sejak hari kelulusan SMA ditambah masalah keluarganya semakin membuat dirinya jauh dari sahabatnya itu. Perasaan dingin yang selama ini bercokol di hatinya perlahan menghangat. Mereka pun tertawa bersama dan memilih duduk di bangku taman yang berdekatan dengan gedung utama Universitas Tokyo.
"Aku baik, hanya punya masalah dengan kecelakaan dan sedikit amnesia," Kirana meringis menjelaskan kondisinya yang menurutnya konyol hingga ia lupa dengan sahabatnya ini.
"Pantas saja kau menghilang dari peredaran dan medsosmu pun berstatus non aktif, kupikir kau kembali ke Jepang diam-diam dan meninggalkanku sendirian. Aku hampir saja menge-cap-mu sebagai mantan sahabat tahu," Ujar Luna. "Ngomong-ngomong soal Jepang, apa yang kau lakukan di sini?"
"Ini hari pertamaku kuliah di sini dan aku tidak memilih kelas reguler bersama dengan para warga Jepang asli di sini melainkan kelas internasional."
"Oh ya, kebetulan sekali! Ini juga hari pertamaku kuliah di sini dan mengambil kelas internasional," Sahut Luna penuh semangat. "Aku berhasil mendapatkan beasiswa Mobunkagakusho dari Kedutaan Jepang setahun yang lalu dan selama setahun ini aku mengikuti kursus intens bahasa Jepang sambil kerja sambilan di Coffee Shop."
"Senangnya," Kirana menggenggam erat kedua tangan Luna. "Kalau begitu kupastikan kita bisa sekelas lagi seperti dulu."
"Hei, bagaimana kalau setelah kelas usai kau mampir ke cafe tempatku bekerja? Hitung-hitung traktiranku untuk merayakan reuni kecil kita?" Luna beranjak dari tempat duduknya setelah meyakinkan diri bahwa barang bawaannya sudah dimasukkan semua ke dalam tas punggung miliknya.
"Setuju!" Kirana menyusul dan mereka pun berjalan beriringan memasuki gedung utama tempat mereka akan memulai hari pertama mereka sebagai mahasiswa.
***
Bel jam akhir perkuliahan telah berbunyi. Kini waktunya para murid bebas dari jam pelajaran dan bersiap-siap dengan aktifitas non formal. Ada yang mengambil ekstrakurikuler, belajar dan mengerjakan tugas di perpustakaan, part time job, bermain di game center dan tempat karaoke atau memilih langsung pulang ke rumah. Sementara untuk Kirana...
"Basket atau karate ya?" Kirana berjalan menuju ruang klub yang diminatinya tanpa memperhatikan jalan di depannya. Pandangannya lebih sibuk menimbang-nimbang klub yang ingin dimasukinya.
"Kirana!!" Tiba-tiba Park Ha Neul muncul sambil memeluk Kirana dari belakang.
"Heeekk, sakit Ha Neul," Kirana berusaha melepaskan diri dari terjangan Park Ha Neul yang membuatnya nyaris sesak napas. Mereka berkenalan di ajang pertemuan mahasiswa dan mahasiswi internasional. Inilah alasan mengapa Kirana menyukai kelas internasional. Ia dapat berkenalan dan bertukar budaya antara negara yang satu dengan yang lainnya. Tak disangka ia bisa dekat dengan Park Ha Neul, seorang model blesteran Jepang-Korea yang ia tahu hanya dari majalah yang sering ia beli. Melihat aslinya ia berdecak kagum, tidak hanya cantik namun ia juga ramah. Beda sekali dengan image-nya di foto yang terkesan dingin dan angkuh. Walaupun untuk style fashion-nya benar-benar all out di luar dari dunia Kirana yang dididik dengan kesopanan tata krama Jawa dari kakek dan neneknya di Indonesia.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Park Ha Neul yang telah berjalan di sisi kiri Kirana. Dengan pakaian bebas berupa kaos lengan pendek berkerah berwarna oranye, celana pendek putih bahan parasut sepuluh sentimeter di atas lutut dan sepasang sepatu basket berwarna senada dengan kaos yang dikenakannya. Gadis itu terlihat hendak melakukan kegiatan klub salah satu cabang olahraga yang tersedia di kampus tersebut. "Mana Luna? Kau tak bersamanya hari ini?"
"Luna pergi bekerja sambilan dan aku sedang memilih klub ekstrakurikuler yang ingin kumasuki. Basket atau karate ya? Dua-duanya sangat kusukai, dulu saat aku masih bersekolah di Indonesia, aku bisa memilih dua-duanya karena jadwal latihannya tidak bentrok. Tapi kalau di sini sepertinya tidak bisa," Kirana menghela napas panjang. Ia menggaruk-garuk kepalanya dengan pensil kayu yang ia gunakan untuk mencoret-coret kertas yang dibawanya.
"Bagaimana kalau basket saja!" Bujuk Park Ha Neul yang dengan sigap segera membawa atau lebih tepatnya menarik lengan kecil milik Kirana dengan paksa menuju aula basket. Ketika ia membuka pintu...
KYAAAA!
Akio-kun ! Kakoi!!!
KYAAAAA!!
Kazuto-kun!
KYAAAAAA!!! Akio-sama!!
Kirana membelalakkan matanya ketika melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Sekelompok gadis-gadis heboh menjerit histeris memanggil-manggil nama Akio dan Kazuto yang sedang bertanding sebagai kubu yang berlawanan. Mereka saling berebut bola bundar berwarna oranye dan berlomba-lomba memperbanyak skor untuk timnya masing-masing tanpa memperdulikan suara menggema dengan volume lebih keras dari sebelumnya. Kirana memutar bola matanya malas melihat pemandangan tersebut. Seolah-olah komik serial cantik terbitan negeri sakura yang sering ia baca menjelma menjadi nyata. Kenapa sih sejak kedatangannya ke Jepang ia selalu melihat hal-hal yang berlebihan? Sepasang iris cantiknya mendelik kearah Park Ha Neul seolah memprotesnya yang dengan sengaja mengajaknya kemari.
"Coba kau jelaskan apa maksudmu untuk menawarkanku masuk ke klub basket sementara aku harus mendapatkan pemandangan yang membuatku sakit mata dan sakit telinga ini?" Protes Kirana.
"Hehehe, aku kan hanya mengetes," Luna menyengir menunjukkan gigi kelincinya. "Aku perkenalkan ya, lelaki berambut hitam dengan sorotan tajam itu namanya Akio Fujiwara. Dengan fisik yang sangat tampan dan atletis, catat, SANGAT TAMPAN dan kecerdasan serta harta melimpah, membuat dia menjadi salah satu lelaki incaran kaum hawa di sini. Sedangkan lelaki berambut spike coklat yang tak kalah tampan dan kaya itu namanya Kazuto Hoshi, dia tunanganku. Jarang-jarang lho kau bisa melihat mereka berada di area publik seperti ini."
"Lantas apa hubungannya denganku Ha Neul?” Kirana menghela napas dan berbalik hendak meninggalkan aula basket. "Kenal dengan mereka saja tidak, jadi untuk apa mengurusi mereka?” Ia mengibas-ngibaskan kelima jarinya menolak asumsi Park Ha Neul. "Aku ini hanyalah orang sederhana yang tidak menyukai segala sesuatu yang berlebihan. Kalau kondisi klub basketnya ramai begini sepertinya memang lebih baik aku pilih klub karate saja. Pusing jika harus melihat pemandangan mengerikan seperti ini setiap harinya! Terima kasih!"
"Hei Onna!" Tiba-tiba seorang lelaki pemilik suara baritone nan sexy memanggil Kirana dengan sebutan 'Onna' yang berarti wanita dan menarik kerah belakang coat coklat khaki yang dikenakan Kirana membuat sang gadis menghentikan langkahnya karena merasa tercekik. Suara itu terdengar semakin terdengar sangat dekat di belakang Kirana. "Coba kamu katakan sekali lagi apa yang kau maksud dengan pemandangan yang membuatmu sakit mata dan sakit telinga?" Samar-samar ia mencium wangi khas yang ia rindukan menyeruak dari tubuh gadis dihadapannya ini. Mungkinkah...
Kirana yang merasa kesal karena telah diperlakukan seperti orang bersalah akhirnya mantap menoleh kearah si pemilik suara. Ia pun segera membalikkan tubuhnya dan menatap balik kearah lelaki yang memanggilnya dengan sebutan Onna. Ooo, jadi ini yang namanya Akio Fujiwara, Sialan! Beraninya dia menghina dan memperlakukanku seperti barang tak berguna! Ujarnya dalam hati. Baginya, panggilan dengan suara tersebut membuatnya merasa direndahkan. Ingin rasanya ia mengajak lelaki itu berkelahi satu lawan satu jika tidak mengingat dirinya baru seminggu menginjakkan kaki di kampus ini. Tapi apakah ia bisa memegang janji untuk menjadi anak penurut seperti yang diinginkan kakaknya? Kemana pula tata krama Jawa yang selama ini susah payah dididik oleh kakek dan neneknya?! Akhhh, kenapa sih ia harus menjaga sikapnya hanya karena dirinya adalah anggota keluarga Matsumoto?! teriaknya frustasi dalam hati.
Kirana menatap sosok Akio dari ujung kepala hingga ujung kaki secara intens. Entah mengapa hatinya mengatakan bahwa ia pernah bertemu dengan lelaki ini, tapi dimana? Kirana sibuk dengan pikirannya sendiri dan mengacuhkan Akio. Hei, apa yang kau pikirkan Kirana Kiseki Matsumoto? Di saat sepenting ini masih saja bisa mengomentari lawan jenismu! Dasar Kirana bodoh!
Akio mengepalkan kedua telapak tangannya dan menggelutukkan giginya menahan kesal karena merasa tidak diacuhkan. Baru kali ini ada gadis yang menolak pesonanya. Biasanya mereka akan memerah wajahnya jika ia mendekatinya. Namun ini... "Hei Onna, coba kamu katakan sekali lagi apa yang kamu maksud dengan pemandangan yang membuatmu sakit mata dan sakit telinga?" Pertanyaan berulang yang dilontarkan Akio kepada gadis aneh dihadapannya ini akhirnya mendapat respon dari sang gadis.
"Iya, membuatku sakit mata dan telinga!" Kirana terkejut dengan apa yang baru saja ia ucapkan. Sepertinya ia telah menyiram minyak tanah ke dalam api. Ingin rasanya ia memukul kepalanya dengan palu untuk memperbaiki sensor otaknya yang telah mengirimkan kata-kata yang salah ke mulutnya.
"Begitu?" Sepasang mata hitamnya menatap dengan dingin dan penuh intimidasi. Posisinya semakin merapat kearah Kirana. "Bagaimana kalau aku menantangmu bermain basket? Jika kau menang, kau boleh meminta apapun padaku, tapi jika kau kalah, kau harus mengikuti semua kemauanku?"
"Baik!" Tanpa pikir panjang Kirana menerima tantangan lelaki itu. Rupanya harga dirinya sebagai perempuan yang merasa diremehkan membuat gadis cantik ini lebih mementingkan ego dibandingkan logikanya. Bukankah seharusnya ia tahu bahwa bagaimanapun sekuat-kuatnya perempuan, mereka selalu akan kalah dan takluk pada laki-laki?
"Kirana, apa kau yakin ingin melakukannya?" Nampaknya Park Ha Neul mengkhawatirkan teman barunya itu. Ia menggoyang-goyangkan tubuh Kirana yang terlanjur naik darah. "Kau itu menantang Akio Fujiwara, orang yang memperoleh MVP atau Most Valuable Player dalam kejuaraan musim panas lalu dan...orang paling berpengaruh di universitas ini!"
"Tidak ada masalah buatku!" Kirana berkata mantap dan menitipkan tas punggung pink serta coat miliknya kepada Park Ha Neul. Tak lupa ia meminjam sepatu basket Park Ha Neul karena jika ia memaksakan diri menggunakan sepatu boots untuk bermain basket itu sama saja dengan bunuh diri!
Ia mengikat rambut panjangnya seperti Park Ha Neul. Dengan langkah tegap, ia memasuki lapangan basket di mana Akio telah berdiri menunggunya seorang diri.
"Hei Onna, kamu yakin menggunakan dress selututmu untuk bermain basket? Bagaimana jika pakaianmu itu tersingkap dan memperlihatkan celana dalammu?" Akio berkata sarkastik dengan segurat senyum meremehkan. "Kau berniat memberikan pemandangan indah gratis pada para lelaki di sini?"
"Hahahaha," Tentu saja seluruh orang yang berada di dalam aula tersebut tertawa mendengar ucapannya.
"Tenang saja, aku menggunakan legging hangat tebal yang tak mungkin robek, jadi kau dan yang lainnya tidak akan pernah bisa melihat celana dalamku." Karena pada dasarnya Kirana memiliki sifat cuek yang cukup akut tidak perduli omongan orang lain, ia hanya menanggapi sindiran tajam Akio dengan santai dan membuat orang-orang yang menertawakannya tadi terdiam. Dipandanginya lelaki yang ada dihadapannya. Perbedaan tinggi mereka cukup signifikan, dua puluh sentimenter. Tapi ia tak perduli, asal lelaki ini menarik kata-kata hinaannya tadi. "Dan satu lagi, namaku bukan ONNA, tapi Kirana, Kirana Kiseki!"
"Terserah," Akio memutar bola matanya malas menanggapi ucapan Kirana. "Peraturannya mudah, siapapun yang berhasil mengumpulkan angka sampai dengan sepuluh duluan dialah yang jadi pemenangnya."
"Deal!"
"Kazuto!" Panggil Akio dengan nada sedikit memerintah.
"Iya-iya, aku mengerti," Kazuto yang sejak tadi memperhatikan perdebatan kedua insan berbeda gender ini hanya bisa menghela napas terpaksa terlibat dengan sikap kekanak-kanakan Akio. Ia berdiri di tengah-tengah Akio dan Kirana sambil membawa sebuah bola basket di tangannya. Seumur hidupnya menyandang status sebagai orang terdekat dari anak tunggal Fujiwara itu, baru kali ini menyaksikan calon target pelampiasan kekesalan sang tuan muda adalah seorang gadis. Hmm, ini akan menjadi menarik!
"Kalian siap?"
"Siap!"
"Iya!"
PRIIITTT!
Bunyi peluit yang ditiupkan Kazuto menandakan pertandingan dimulai. Ia segera melempar bola basket keatas.
PLAK! Tak diduga oleh Akio, Kirana berhasil mengambil bola terlebih dahulu. Ia yang memiliki tubuh lebih ringan dan gesit segera berlari menuju ring basket yang ada di belakang Akio dan mendaratkan bola basket dengan sempurna ke dalam ring menggunakan lay up indahnya membuat seluruh penonton menarik napas terkesima.
SRAK!
"1-0!" Kirana menyeringai penuh kemenangan dan berbisik di sebelah Akio.
"Cih!" Akio mengambil bola dan men-dribble-nya di hadapan Kirana. "Permainan baru dimulai Onna."
"Sudah aku bilang aku pu...," Kirana yang terpancing emosinya tanpa sadar melemahkan defense-nya kepada Akio. Akio pun dengan sigap memanfaatkan kelemahan fatal itu dan segera melesat jauh mendekati ring basket milik Kirana dan...
ZRANKK!!
Sebuah dunk tercipta dengan keras dari tangan kokoh Akio.
"1-1!" Akio tersenyum sinis kearah Kirana.
"Kau curang!!" Teriak Kirana tidak terima. Ia menunjuk-nunjuk jari telunjuk tangan kanannya kearah Akio sebagai bentuk protesnya. "Kau memanfaatkan emosiku!"
"Harusnya sejak awal kau sudah tahu Onna, dalam setiap pertandingan apapun kita harus menggunakan taktik," Akio membawa bola yang ia masukkan dan melemparkannya kepada Kirana. "Gunakan otakmu, bukan emosimu!"
"Akhhhh, diammm!!!" Hancur sudah titah sang kakak untuknya agar dirinya menjaga sikap sesuai arti namanya, Kirana yang berarti cantik dan anggun.
"Kazuto, apakah kau tidak bisa menghentikan mereka?" Ujar Park Ha Neul takut-takut.
"Aku angkat tangan deh kalau soal ini," Kazuto menjawab sambil mengangkat kedua tangannya di depan dada seperti tersangka yang ditodongkan pistol oleh polisi. "Mereka berdua sama-sama keras kepala."
"Tapi kasihan Kirana, Kazuto," Park Ha Neul menarik-narik kaos hijau lumut yang dikenakan Kazuto. "Gadis itu berasal dari kalangan biasa yang tidak tahu apa-apa mengenai Akio. Kalau sampai gadis itu membuat Akio marah maka..."
"Bukankah hal itu akan menjadi menarik?" Kazuto mengerling nakal kearah tunangannya.
"Apa maksudmu?"
"Bukankah kau ingin membalas dendam untuk adik sepupumu yang hampir dipermainkan oleh Akio?" Kazuto tertawa kecil melihat tunangan tercintanya yang berdiri tepat disampingnya. "Sepertinya kali ini ia menghadapi lawan yang tangguh dan sulit ditaklukkan. Jujur saja aku ingin membuat Akio insyaf dari kelakuan tidak baiknya selama ini karena dari hati lubukku terdalam sungguh sedih melihatnya seperti itu."
Park Ha Neul tertawa kecil melihat ekspresi yang ditunjukkan Kazuto. Ia tahu bahwa tunangannya ini sangat menyayangi Akio Fujiwara seperti saudaranya sendiri. Boleh juga idenya, membalas dendam untuk membuat Akio berhenti mematahkan hati para gadis tidak ada salahnya. Benar kata Kazuto, ia yang selalu melihat Akio bersikap santai dan tidak mudah terpancing emosinya tiba-tiba menjadi naik darah hanya karena seorang anak baru bernama Kirana Kiseki. Masih terlalu dini untuknya mengambil kesimpulan. Ia akan bersabar dan menikmati setiap perkembangan hubungan mereka berdua.
WAAAAA!!!
Teriakan kembali menggema didalam aula basket ketika papan skor menunjukkan nilai 7-8 untuk keunggulan Akio mengalihkan pembicaraan di antara Kazuto dan Park Ha Neul. Para penonton yang semula meremehkan kemampuan Kirana berbalik mendukungnya. Tak sedikit pula yang terkagum-kagum oleh sosoknya yang sangat menggoda kaum adam. Sepertinya mereka telah menemukan idola baru yang dapat mereka puja mengingat hampir sebagian besar mahasiswi di kampus itu adalah para fans girl Akio dan Kazuto.
"Hosh...Hosh...," Terdengar nafas memburu dari Kirana seolah ia kehabisan napas. Disekanya keringat yang mulai membanjiri wajahnya. Sesekali ia mengipas-ngipas tubuhnya dengan kesepuluh jarinya untuk menurunkan adrenalin dan tensi emosi yang menyergapnya. Sial! Sulit sekali mengimbangi kecepatan yang dimiliki lelaki ini! Apakah selama setahun ini ia tidak pernah latihan basket membuat kemampuannya menurun? Pekiknya dalam hati.
"Sudah, menyerah saja, bagaimanapun kodratnya perempuan itu selalu kalah dari lelaki, " Akio mendekatkan diri kepada Kirana sambil men-dribble bola.
"Diam! Aku tak butuh komentarmu!" Kirana merebut bola dari tangan Akio dengan kasar.
"Woo, santai saja Onna,"
Belum sempat Kirana menghindar dari defense Akio, terdengar bunyi pintu Aula dibuka dengan keras.
BRAAKKK!!
"Apa-apaan kalian ini semua?!" Terdengar suara berat dengan nada marah membuat seluruh mata memandang kearah pemilik suara tersebut temasuk Akio dan Kirana. "Bukannya berlatih malah membuat keributan disini!"
"Pak Pelatih Shinzo!" Seluruh anggota tim basket berdiri mematung ketika tatapan mematikan sang pelatih melihat sekeliling aula basket tersebut membuat seluruh penghuni yang berada disitu tak berkutik. Pelatih yang terkenal galak ini tidak segan-segan memberikan hukuman yang membuat anak didiknya meringis takut. Sementara itu, Kirana yang kehilangan keseimbangan untuk mengambil bola tanpa sadar menabrak tubuh Akio dan akhirnya mereka terjatuh bersamaan di lapangan dengan posisi Kirana di atas Akio. Sepersekian detik sepasang mata hazel-nya tertawan oleh gelapnya warna mata milik Akio. Napasnya tercekat. Ya Tuhan...
"Hei kalian berdua yang di lapangan! Jangan bermesraan disana!" Teriak Shinzo dengan nada marah. "Cepat keluar lapangan segera!!"
Mendengar suara penuh amarah dan perintah dari lelaki berusia menjelang empat puluh tahun itu membuat Kirana segera bangkit dari posisinya dan keluar lapangan menghampiri Park Ha Neul. Dalam hatinya ia sungguh berterima kasih kepada pelatih galak itu karena telah membuatnya tersadar dari sepasang mata milik Akio yang tadi nyaris membius dan membuat jantungnya berdetak kencang.
"Fujiwara! Apa yang kau lakukan berlama-lama di sana?! Segera kemari!"Ucap Shinzo dengan nada tinggi.
"Tch, Iya," Dengan langkah malas ia menghampiri sang pelatih. Ia sudah membayangkan akan menerima hukuman apa dari pelatihnya itu. Ia menatap punggung kecil Kirana dan menepuknya pelan membuat Kirana terkejut dalam diam. "Aku menang Onna dan kau berhutang padaku...," Bisiknya di telinga sang gadis membuatnya terkesiap. Diam-diam ia menyesap aroma yang keluar dari tubuh Kirana untuk memastikan bahwa gadis itu adalah gadis tak dikenal yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya. Wangi perpaduan lavender dan vanila, wangi yang sama dan nama yang sama.
"Kemenanganmu tidak sah tahu!" Kirana yang merasa belum kalah sontak merespon kearah Akio, lagi-lagi dengan nada melawannya. Kenapa jadi seperti ini? Tak pernah sekalipun ia bisa bertindak segegabah ini menanggapi orang lain, ingin rasanya ia mengguyur kepalanya dengan air dingin agar emosinya kembali ke tingkat normal. Ia harus merekam dalam memorinya bahwa menjaga jarak dari lelaki itu adalah satu hal yang harus ia lakukan jika ingin dunia perkuliahannya selama empat tahun ke depan dapat dinikmati tanpa masalah yang berarti.
"Kalah tetap kalah," Akio memasang wajah datarnya kembali dan melewati Kirana yang masih menunjukkan wajah menahan kesal. Ia tersenyum puas karena telah berhasil membuat gadis itu menoleh padanya. "Jadi, apa hukuman untukku Pak Pelatih? Karena telah melanggar peraturan?"
"Lari keliling lapangan 100 kali!" Jawab sang pelatih masih dengan ekspresi garangnya. "Hoshi juga!"
"Ekkhhh, kenapa aku juga harus ikut lari?" Protes Kazuto tidak terima sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Karena kau telah membiarkan Fujiwara berbuat onar!"
"Ukkhhh, Akio sialan! Awas kau yaaaa!!" Ia berteriak kepada Akio yang telah mendahuluinya berlari. Ini balasanku untukmu bodoh! Umpat Akio dalam hati dan dengan santainya menjalankan hukuman yang membuat teman-temannya berpikir seribu kali untuk membuat pelatihnya marah. Tidak marah saja sudah sadis begini bagaimana marahnya? Mengerikan! Bahkan seorang Akio Fujiwara saja tidak berani melawannya.
"Nah, nona cantik, tolong ceritakan tentang dirimu. Sepertinya kamu pandai bermain basket?" Pelatih Shinzo menangkap kedua pergelangan tangan Kirana.
Yah, mulai lagi deh penyakitnya... Seluruh anak didiknya hanya menghela napas melihat kelakuan pelatihnya yang tidak tahan untuk tidak mendekati dan merayu gadis cantik. Ampun deh, sangar-sangar ternyata mata keranjang!
"Eh, tidak, saya...," Belum sempat Kirana menyelesaikan kalimatnya, Park Ha Neul angkat bicara memotongnya.
"Iya Pak Pelatih, namanya Kirana Kiseki, dia mahasiswi angkatan baru gelombang kedua tahun ini," Dengan santai merangkul pundak Kirana dan memperkenalkannya kepada sang pelatih. "Seperti yang Bapak lihat, anak ini memiliki kemampuan yang mumpuni! Jadi langsung diterima ya Pak masuk skuad kami."
"Dengan senang hati Park Ha Neul," Pelatih Shinzo menepuk-nepuk kepala Park Ha Neul dengan bangga karena berhasil mendapatkan bibit bagus untuk tim basket putrinya.
"Kamu dengar sendirikan? Pelatihku langsung menerimamu tanpa embel-embel tes!" Karena terlalu bersemangatnya mendapatkan respon positif akan kehadiran Kirana di tim basket putri, Park Ha Neul mengguncang-guncangkan tubuh Kirana dengan sedikit keras.
Kirana menepuk dahinya. Pupus sudah rencananya menghindari lelaki menyebalkan itu dengan melarikan diri masuk ke klub karate. Papa, Mama,Niisan, sepertinya kehidupanku di kampus ini akan ada banyak masalah!! Hueeee... Ia menangis dalam hati.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments