KLINTING!
Suara lonceng pintu cafe berbunyi membuat Luna yang sedang sibuk sarapan tak pelak mendongakkan kepalanya kearah pintu cafe. Ia menatap bingung dengan pemandangan di hadapannya. Lelaki yang menjadi pujaan para wanita itu berjalan lurus kearahnya. Bagaimana bisa? Bukankah seharusnya ia tahu bahwa cafe dibuka pukul 9 pagi? Mengapa ia seenaknya masuk ke dalam cafe dan duduk di hadapannya? Apakah ia tidak bisa bersabar menunggu setengah jam lagi? Keluh Luna.
"Tolong buatkan aku secangkir cappucino panas!" Perintahnya.
"Tapi Niisan, cafe baru akan buka setengah jam lagi," Ujar Luna.
"Aku bilang tolong buatkan aku secangkir cappucino panas!" Nada tinggi dari Daichi membuat Luna memejamkan matanya berusaha meredam suara yang tidak mengenakkan yang terdengar di telinganya.
"Tapi..."
"Kei, dimana Kei?" Oh tidak, Daichi yang nampaknya sedang dalam kondisi emosi yang tidak stabil berteriak memanggil nama pemilik cafe tersebut.
"Iya aku di sini," Kei pun bergegas keluar menuju tempat Luna. "Ada apa pagi-pagi nada suaramu sudah tidak mengenakkan seperti itu?"
"Apakah kau tidak mengajarkan kepada stafmu ini jika aku pelanggan khusus cafe ini yang setiap waktu dapat dilayani kapan pun juga?"
Kei menghela napas seolah memahami sikap tempramental Daichi hari ini. Pasti ada masalah lagi yang membuatnya tertekan. Karena ia tak pernah melihat Daichi marah kecuali ia memiliki masalah yang tidak dapat diatasi sendiri dan hal itu sangat jarang terjadi. "Luna-chan, aku minta tolong dibuatkan pesanan darinya sekarang dan tambahkan sepotong dark chocolate cake."
"Tapi kan..."
"Kumohon Luna-chan," Kei memasang ekspresi memelas kearah Luna.
"Baiklah," Luna menghela napas untuk mengalah dan mengikuti permintaan Kei. Ia segera meracik pesanan Daichi sambil bersungut-sungut dalam hati. Dasar Tuan Muda! Seenaknya saja main perintah! Mentang-mentang berteman dengan pemilik cafe!
"Ada masalah apa kali ini Daichi?" Kei memutuskan duduk di sebelah Daichi yang tampak kusut.
"Hah...," Daichi melonggarkan dasi merah marunnya dari kerah kemejanya. "Apa sih yang ada dalam pikiran kakek tua itu? Seenaknya saja menjodohkan adikku dengan cucunya yang sama bejatnya denganku?"
"Apa maksudmu?" Diam-diam sambil membuat kopi, Luna mendengarkan pembicaraan antara tuan muda yang baru ia ketahui bernama Daichi Matsumoto dengan atasannya, Kei. Ia sadar perbuatannya itu tidak sopan sehingga memilih untuk tidak berkomentar.
"Kakek Yutaka punya rencana untuk menjodohkan adikku dengan Akio Fujiwara! Aku tidak terima dan kami bertengkar karena masalah itu," Daichi mengacak-acak rambutnya. "Aku memang playboy brengsek tapi aku tidak mau adikku kena karmaku Kei, karena harus berpasangan dengan lelaki yang sama sepertiku. Terutama Akio Fujiwara. Dia baru berusia 19 tahun dan sedang sibuk mengejar cita-citanya untuk menjadi dokter serta mewarisi rumah sakit yang baru-baru ini aku beli untuknya. Ia adalah gadis yang baik dan lurus, aku ingin menjaganya dan membiarkan ia mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Bukan karena urusan bisnis seperti ini! Aku harus menghampiri Akio dan memastikan bahwa ia tidak akan terlibat rencana perjodohan gila ini karena aku pernah bersumpah jika ia berani menyentuh adikku seujung kukupun dia harus mati ditanganku!"
"Jangan terlalu berlebihan begitu," Kei menahan tawanya melihat betapa posesifnya Daichi kepada adiknya. "Siapa tahu Akio Fujiwara yang sama brengseknya sepertimu bisa berubah seperti Kazuto."
"Ini pesanan anda," Luna menyodorkan secangkir cappucino panas dan sepotong dark chocolate cake ke hadapan Daichi.
"Terima kasih," Daichi langsung menyeruput cappucino panas tersebut tanpa meniupnya terlebih dahulu. Pikirannya menjadi rileks seketika dan emosi yang menggebu-gebu tadi pun lenyap terhempas uap aroma kopi yang nikmat. Ia segera melahap dark chocolate cake yang sebelumnya disodorkan Kei. Memang kopi dan cake di cafe milik sahabatnya itu tidak ada tandingannya. Selalu bisa membuat perasaannya tenang. "Dan maafkan aku atas sikapku sebelumnya."
Luna hanya mengangguk dan sedikit bingung bagaimana lelaki ini bisa segera kembali stabil emosinya. "Sepertinya saya harus masuk ke dalam dulu mengingat Kei-san dan anda sedang membahas masalah pribadi."
"Tetaplah di sana Nona, aku butuh pendapatmu," Ujar Daichi.
"Aku?" Luna menunjuk dirinya sendiri. "Apakah anda tidak salah orang?"
Daichi hanya menggelang dan tersenyum kearah Luna membuat hati Luna tercekat seketika.
"Baiklah," Lunapun duduk berhadapan dengan Daichi. Ia pun menegak segelas air mineral peneman sarapannya tadi untuk menetralisir perasaan yang sedikit mengganggunya akibat senyum yang diarahkan kepadanya. Ayolah, akui saja objek di hadapannya ini sungguh tampan dan sulit dilewatkan. "Aku memang tidak tahu bagaimana rasanya hidup di keluarga konglomerat seperti kalian, yang kutahu jika pernikahan tidak didasari oleh pondasi yang kuat yaitu cinta keduanya maka tidak akan ada kebahagiaan di dalamnya." Luna tersenyum getir mengingat kondisi keluarganya. Matanya mendadak berkaca-kaca. "Anda bisa menunda perjodohan itu dengan alasan umur adik anda yang belum menginjak usia dewasa sambil menanyakan ke adik anda apakah ia sudah siap atau belum dengan semua konsekuensinya."
Entah mengapa sepintas Daichi melihat wajah ayu milik Luna membuatnya sesak. Ia melihat sepasang mata indah milik Luna menyimpan kesedihan yang mendalam. Ingin rasanya ia memeluk tubuh mungil yang terlihat rapuh itu dan memberikan kenyamanan. Bagaimana ia bisa memiliki perasaan seperti itu?
"Maaf, saya permisi ke belakang dulu," Luna yang tidak kuat lagi menahan air matanya segera berlari meninggalkan Kei dan Daichi. "Mata saya kelilipan debu."
Pandangan Daichi tak lepas kearah Luna hingga sosok gadis itu menghilang dari hadapannya. Kei yang melihatnya berusaha membaca pikiran Daichi namun tidak dapat terbaca.
"Ehem, sudah selesaikan curhatnya," Dehaman Kei menyadarkan Daichi dari keterpanaan. "Sekarang kembalilah ke kantormu dan selesaikan dengan kepala dingin. Jangan marah-marah lagi ya," Kei menepuk-nepuk punggung Daichi memberikan semangat. "Aku tidak mau sikapmu tadi terulang lagi terlebih bentakan yang salah alamat tadi. Kasihan gadis yang tak tahu apa-apa itu bisa salah paham dan memilih resign dari sini dan aku tidak ingin kehilangan salah satu aset berhargaku itu."
"Baiklah, maafkan tindakan kasarku tadi," Daichi bangkit dari duduknya setelah menghabiskan menu sarapan tak terduganya pagi ini. Untung saja ia memiliki rutinitas berolahraga di Gym tempat ia tinggal setiap malam hari sehingga bisa menjaga tubuhnya tetap atletis sampai dengan saat ini, jika tidak ia akan membulat seperti Kei sekarang.
"Ini tip untuk stafmu yang manis itu karena telah membantuku memberikan pencerahan di pagiku hari ini," Ia tak segan mengeluarkan lima lembar uang sepuluh ribu yen dari dompet kulitnya.
"Kau nggak salah nih kasih tip?" Kei terbengong-bengong menatap Daichi. "Dia bisa salah paham lho karena nilai tip nya besar sekali." Ia yang setiap bulan menerima deposit dari Daichi yang lebih dari cukup untuk membayarkan semua menu pesanan sahabatnya itu tak menyangka dengan tindakan spontan Daichi.
"Biar saja, aku bahagia dengan saran yang diberikannya," Daichi berjalan meninggalkan Kei sendirian menuju kantornya. Ia tersenyum sumringlah membuat orang-orang disekelilingnya terpesona dengan sikapnya. Nampaknya ia telah menemukan gadis yang akan menjadi target selanjutnya untuk ditaklukkan. Oh, ayolah Daiki, tak bisakah kau lihat gadis itu bukanlah gadis yang bisa kau permainkan?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments