“Kita sudah sampai!" Teriak Daichi sambil menautkan ke sepuluh jarinya ke atas untuk melakukan peregangan seolah baru saja menyetir jarak jauh. Ia keluar dari mobilnya dan menyerahkan kunci mobil tersebut kepada petugas berseragam abu-abu yang baru saja menghampirinya untuk diparkirkan secara eksklusif di basement apartemen.
"Ini serius tempat tinggal kita?" Kirana ternganga tak percaya dengan pemandangan yang di depannya. Sebuah gedung apartemen berlantai dua puluh dengan konsep kondominium yang letaknya berada di distrik Minami Azabu, Minato-Ku, Tokyo. Dilihat dari pondasi bangunannya ia tahu bahwa apartemen ini adalah apartemen mewah. "Di Jepang bisa punya bangunan sebesar ini? Setahuku bangunan di sini tidak boleh dibangun dengan ukuran besar. Tak kusangka keluarga Matsumoto itu memiliki pengaruh yang mengerikan di Jepang," Kirana bergidik ngeri membayangkan sebesar apakah kekuasaan dari Papanya itu. "Tak bisakah kita tinggal di tempat yang lebih kecil saja? Apartemen biasa dengan dua kamar seperti keluarga yang lainnya? Aku ingin menjadi orang yang hidup normal," Ia menekuk kepalanya ke bawah. "Kalau seperti ini aku lebih memilih tinggal di rumah Kakek dan Nenek di Indonesia saja."
"Ne, Kirana-chan, disini kita hidup normal kok, mungkin kamu hanya perlu menyesuaikan dirimu," Daichi yang tubuhnya lebih tinggi membungkukkan dirinya menyesuaikan dengan tubuh sang adik. Ia berusaha menenangkan adiknya yang masih mengalami culture shock dengan mengusap mahkota hitam milik adiknya, hitam yang senada dengan ibu yang melahirkan mereka, Rea.
"Tapi Niisan," Kirana berusaha merajuk pada kakaknya itu. "Ini semua terasa berlebihan untukku."
"Jangan mengatakan aku hidup boros lagi ya, apartemen ini adalah tempat pertama yang Papa beli untuk Mama sebelum mereka menikah. Sepertinya ada hubungannya dengan kisah romansa mereka berdua. Yah, kau lihat sendiri kan, di usia mereka yang sudah menginjak hampir kepala enam itu masih saja begitu mesra," Daichi mengangkat bahu dan mengajak Kirana menuju lift yang akan membawanya menuju lantai tertinggi apartemen tersebut. "Kau sih enak, hanya sepuluh tahun melihat kelakuan mereka berdua," Daichi mengerucutkan bibirnya menceritakan semuanya kepada Kirana yang hanya ditanggapi dengan tawa olehnya.
Mereka kini telah berada di dalam lift yang akan membawa mereka ke lantai paling atas dari bangunan itu. Kirana sedikit dapat mengingat, sikap kakaknya yang berubah tidak elit jika mengeluh tentang kedua orang tuanya itu. "Sedangkan aku harus melihat kemesraan mereka selama delapan belas tahun! Bayangkan!" Daichi yang menunjukkan ekspresi ketakutan secara berlebihan membuat tawa Kirana semakin lebar.
"Makanya cari pacar sana!" Ledek Kirana sambil menyikut lengan kiri kakaknya. "Daripada mengeluhkan kemesraan Papa dan Mama. Aku malah iri melihat kemesraan mereka."
"Enak sekali ngomongnya, seperti tidak tahu saja kau berhadapan dengan siapa? Daichi Matsumoto pewaris Matsumoto Global Group! Lelaki single yang paling diinginkan para wanita." Ujar Daichi dengan nada sarkastik.
"Ya...ya...ya...," Kirana memutar bola matanya malas. "Aku lupa kalau kakakku ini playboy sejak dulu."
"Kembali ke topik utama, agar tidak mengalami kegaringan tingkat akut menghadapi pasangan yang sudah lupa umur itu, ketika berhasil diterima kuliah di Universitas Tokyo, aku segera memutuskan untuk tinggal di sini. Daripada kosong tidak diisi kan? Jadi ini bukan bentuk pemborosan ya namanya," Daichi mengerlingkan mata kanannya nakal kearah Kirana membuat dirinya menyengir dan menunjukkan deretan gigi putihnya yang rapi. Tahu saja kakaknya itu tentang apa yang hendak ia utarakan. Sepintas ia merasakan suasana yang nyaman dengan sosok kakak di hadapannya. Entah mengapa bersama Daichi ia merasakan kedamaian sebuah keluarga yang tidak ia rasakan bersama kakek dan nenek mereka. "Tidak apa-apa, pasti semuanya akan baik-baik saja," Daichi menepuk-nepuk pundak kecil Kirana. "Aku yakin kau akan menyukai tempat tinggalmu yang baru. Tahu kan selera Papa kita itu bagaimana?"
Kirana mengangguk setuju dan kembali tertawa geli. Papanya adalah sosok yang sangat menomorsatukan kualitas terhadap apapun juga. Ia tak perduli berapapun harganya, ia akan berusaha mendapatkannya. Dan sifat itu benar-benar menurun kepada sang kakak jika mengingat mobil mewah yang dikendarainya tadi. Dalam hatinya ia bersyukur bahwa sifat itu tak menurun padanya.
"Selamat datang," Daichi membukakan pintu apartemennya dan mempersilahkan Kirana untuk masuk kedalamnya. Mata indahnya terbuka lebar kita melihat isi dari tempat yang akan ditinggalinya.
"Wah, keren sekali!" Teriak Kirana berlari menuju hamparan kaca tembus pandang yang berada di sekeliling ruang tamu dan dapur yang saling berhadapan di apartemen tempatnya berpijak sekarang. "Aku bisa melihat menara Tokyo dari sini! Daichi-nii, mana pintu untuk menuju ke balkon? Aku mau melihatnya langsung!" Daichi segera menunjukkan pintu yang Kirana maksud.
"Hati-hati ya, kau bisa jatuh!" Teriak Daichi sambil meletakkan koper milik Kirana di sebelah salah satu sofa yang ada di ruang tamunya. Ia mengambil dua jus jeruk kalengan yang tersedia di dalam kulkas dan membawanya kepada adik bungsunya itu. "Kita berada di lantai paling tinggi lho, kalau jatuh tamat sudah riwayatmu dan aku!"
"Hahaha, Aku mengerti," Kirana tertawa mendengarkan ucapan terakhir sang kakak. Ya, kakaknya adalah orang yang menjadi penanggung jawabnya selama kedua orang tuanya sibuk berkeliling Eropa. Atau mungkin tepatnya walinya langsung saat ini.
"Ini minuman untukmu. Masih suka dengan jus jeruk kan?" Ia menyodorkan kaleng minuman kepada Kirana yang tampak menikmati suasana pagi di hari Sabtu itu.
"Tentu saja!" Angguk Kirana sambil terus memandangi Menara Tokyo yang seolah-olah berada ditengah-tengah pusaran gedung-gedung pencakar langit di sekelilingnya. "Mama kita itu berhasil mendoktrin kita semua untuk satu jenis minuman ini dengan dalih kesehatan!" Tak pelak kedua kakak beradik ini tertawa keras. Sudah cukup lama mereka tidak sedekat ini karena jarak dan kesibukan masing-masing.
***
"Kirana-chan, apakah kau sudah selesai membereskan kamarmu?" Teriak Daichi dari luar kamar Kirana atau tepatnya di ruang keluarga sambil bersantai dan menonton televisi. "Sudah jam satu siang nih, ayo kita makan siang!"
"Sebentar lagi selesai!" Balas Kirana juga dengan teriakan dari dalam kamarnya. "Nah, ini buku yang terakhir," Ia memasukkan sebuah album foto berwarna merah marun di salah satu sudut lemari tanpa pintu yang bersebelahan dengan lemari pakaian dan berhadapan dengan tempat tidur ukuran king size berbalutkan seprai bunga-bunga warna pink dan ungu. Cukup kontras dengan kesan minimalis perpaduan warna putih pada tembok serta seluruh perabotan berwarna hitam yang ada diruangan tersebut. Ia mendudukkan dirinya di pinggir tempat tidur yang berhadapan dengan lemari bukunya. Dipandanginya sekeliling ruang kamarnya. Di sisi kiri tempat tidur, terdapat jendela kaca bening besar yang menunjukkan pemandangan kota Tokyo, di sebelah kanan tempat tidurnya terdapat sepasang meja dan kursi belajar dengan laptop tipis berwarna silver ukuran 13 inch serta sebuah printer deskjet senada di sebelah kanannya. Di ujung kanan terdapat kamar mandi pribadi dengan bathtub dan shower. Tak lupa lantainya yang ditutupi karpet berwarna abu-abu menambah lekat sisi minimalisnya. Ia berdecak kagum, papanya memang benar-benar memiliki selera yang luar biasa.
"Kirana-chan, sudah belum? Aku sudah lapar nih," Seru Daichi untuk kedua kalinya menyadarkan dirinya dari dunianya.
"Iya-iya," Kirana segera bangkit dari duduknya. Jari telunjuk tangan kanannya bermain ditumpukan buku yang berjejer rapi secara horizontal. Setelah meyakinkan satu judul yang ingin dibacanya, ia segera menarik buku itu dari lemari buku dan membawanya keluar ruangan tempat kakaknya sedang menunggu untuk mengajaknya makan siang.
"Kita mau makan di mana?"
"Di sebuah restoran langgananku dekat sini," Ujar Daichi singkat.
"Bukan makanan mahal kan?" Kirana mendelikkan mata indahnya kearah sang kakak.
"Bagaimana ya?" Daichi menggaruk-garukan kepalanya yang tidak gatal. "Standar sih untuk ukuran orang Jepang kebanyakan," Daichi merangkul pundak Kirana. "Tak perlu khawatir sampai segitunya Kirana-chan, aku tetaplah Daichi kakakmu yang selama ini kau kenal."
Mereka berjalan kaki keluar dari apartemen tempat tinggal mereka menuju stasiun JR Hamamatsucho. Tujuan mereka adalah Shibuya, sebuah kawasan ramai di Tokyo. Kali ini ia menyerah untuk tidak menggunakan mobil kesayangannya menuju ke sana. Awalnya Daichi ingin mengajaknya berkunjung ke Roponggi Hills, tempat di mana kawasan elit dan ekspatriat menghabiskan waktunya untuk makan, minum, belanja atau sekedar bersenang-senang. Tapi pertanyaan terakhir sang adik merubah rencananya berbalik kearah Shibuya. Tempat di mana masyarakat dari segala kelas bercampur menjadi satu. Tidak ada salahnya juga mengikuti pola hidup adiknya yang sederhana itu. Mungkin kedatangan Kirana kembali ke kehidupannya akan membantunya untuk dapat hidup lebih normal tanpa tekanan berarti sebagai pewaris satu-satunya dari Matsumoto Global Group. Ia tersenyum mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tuanya. Rupanya mereka melakukan semua ini untuk membuat ia dan adiknya berbahagia meskipun tanpa mereka di sisinya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments