6-1

Deru langkah kaki yang begitu cepat terdengar menuju ruang kelas 24-D. ekspresi marah, kesal dan tidak suka terpancar dari pemilik langkah kaki tersebut. Seluruh mata memandang terkejut bahwa dirinya mau menginjakkan kaki ke gedung Fakultas Kedokteran. Namun ia tidak perduli, yang ia inginkan adalah penjelasan dari gadis yang seenaknya saja telah membuatnya kacau seperti sekarang ini. Gadis keras kepala yang terus menari-nari indah di kepalanya.

BRAAKK!!

Suara pintu kelas dibuka dengan kasar.

"Kirana!" Teriaknya hingga membuat sang gadis yang sedang sibuk berdiskusi dengan teman-temannya terkejut atas panggilan itu. Ia pun segera menoleh kearah pemilik suara baritone itu. Demi Tuhan, apa yang dilakukan Akio Fujiwara di kelasnya? Memanggil namanya seolah ia buronan yang kabur dari penjara. "Ikut aku!" Dengan seenaknya Akio menarik tangan Kirana dan menyeretnya keluar dari kelasnya. Tak pelak hal tersebut menimbulkan kehebohan luar biasa.

Please deh, jangan aneh-aneh lagi... Kirana akhirnya hanya pasrah diajak pergi oleh Akio ke taman belakang kampus yang sepi.

"Sekarang apa lagi Fujiwara-san?" Keluh Kirana.

"Apa maksudmu dengan keluar dari klub basket?!"

"Hah?"

"Telingamu tuli ya?"

Sabar Kirana, sabar... Kirana mengelus dadanya berusaha untuk tidak terpancing emosi dari ucapan lelaki di hadapannya itu. Seandainya saja ia bisa mengeluarkan jurus karatenya, ingin rasanya ia menendang lelaki angkuh di depannya jauh-jauh. Apa yang harus ia lakukan agar lelaki ini menjauhinya?

"Memangnya kenapa kalau aku keluar dari klub basket?"

"Aku melarangnya!"

"Memangnya kau siapaku sehingga berhak melarangku? Kau bukan orang tuaku, bukan Kakakku, bukan pula pacarku jadi apa hakmu?!"

"...," Tak ada jawaban dari pemilik nama tersebut. Kirana hanya dapat menghela napas panjang. Ia tak suka dengan suasana kaku ini. Rasanya dunia yang selama ini ia nikmati seolah mengecil menjadi sebuah kotak yang hanya berisi perselisihan antara dirinya dan Akio Fujiwara. Cukup, ia sudah lelah merasakan ketegangan dalam hidupnya. Mungkin benar perkataan Luna, ia harus menyelesaikan masalah ini jika tak mau berlarut-larut dalam kejengkelan tak berbatas. Hal itu akan sangat berpengaruh pada kesehatannya. Ia takut, ia takut jatuh sakit seperti dulu karena tidak sanggup menghadapi tekanan yang terlalu lama disimpannya. Kali ini ia harus sudah mengakhiri permusuhannya dengan tuan muda di hadapannya.

"Ne, Fujiwara-san," Panggil Kirana dengan suara pelan. "Aku sedang ingin serius Fujiwara-san," Kirana menggoyang-goyangkan lengan Akio. hal yang tak pernah ia lakukan kepada Akio!

"Apa maumu gadis menyebalkan?" Akhirnya Akio menolehkan wajahnya kepada Kirana dengan ekspresi kesal.

"Aku ingin bertanya sesuatu,"

"Cepat katakan, jangan berbelit-belit!" Ujarnya ketus.

"Aku...," Kirana menelan air ludahnya. Ia telah membulatkan tekadnya untuk menyelesaikan semuanya hari ini. Ia harus mengalah agar ketegangan mereka berdua mencair. Ia bukan sosok egois seperti lelaki ini. Terserah orang lain mau bilang dirinya cepat berubah pikiran. Lebih baik berubah daripada tidak sama sekali! "Aku ingin minta maaf, terlepas dari siapapun di antara kita yang sebenarnya memulai perselisihan ini. Aku capek Fujiwara-san, aku tak bisa terus-terusan mendapatkan intimidasi dan tekanan darimu yang berimbas pada pikiran dan mentalku."

"Itu kan hanya asumsimu!"

"Iya-iya, anggap saja aku yang salah," Kirana melipat kedua tangan dan diletakkannya di dadanya. "Kau bilang aku masih berhutang padamu kan karena aku kalah? Aku akan memenuhi semua permintaanmu jika hal itu membuat perselisihan konyol ini selesai dan kita berdamai layaknya teman."

"Semua?" Akio mengangkat sebelah alisnya seraya tak percaya pada ucapan gadis berambut indah itu.

"Iya, SE-MU-A-NYA," Jawab Kirana dengan suara penekanan.

"Baik, jangan pernah menyesali pernyataanmu itu." Sebuah seringai miring terbentuk di wajah tampan Akio. Ia bangkit dari duduknya dan menghampiri Kirana yang terbengong-bengong dengan sikap lelaki tampan itu. Ditariknya tubuh ringan Kirana untuk mendekat kearahnya. Ia mendaratkan sebuah ciuman ke bibir mungil nan ranum milik Kirana, diraup dan ditekannya kuat membuat Kirana membelalakkan matanya tak percaya dengan apa yang terjadi. Dadanya tiba-tiba berdetak keras dan sesak seolah ada yang menghimpitnya. Ya Tuhan!

Akio melepaskan ciumannya. Ia memandang wajah memerah milik Kirana. "Mulai sekarang kau adalah milikku dan aku tidak terima ada penolakan."

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!