Dirga mengeluarkan hape Iphone 12 nya dan terlihat sedang mencari-cari nomor di kontak hapenya.
Namun tiba-tiba kaki nya yang masih memakai sepatu terasa ada yang menaikinya, lalu menarik-narik celananya dan mencoba masuk dari celana bawahnya.
"Hwaa!!!" Dirga berteriak, pria itu seketika lari ke arah Nindya dan memegang bagu gadis
itu dari belakang.
"Cuma tikus, tidak perlu takut tuan..." Kata Nindya.
"Bukannya takut... Geli... Tikusnya hampir mau masuk ke dalam celana!!!" Teriak Dirga.
Sontak saja Nindya menahan tawanya ia takut akan di pecat jika benar-benar menertawakan Dirga.
"Tidak apa-apa tuan, tikusnya sudah pergi..." Nindya menepuk punggung tangan Dirga yang memegangi bahu kecilnya dengan santai.
Entah setan dari mana dan iblis dari mana ketika mereka ada di bangunan pos yang terbengkalai, dengan suara tetesan air dari genteng yang jatuh ke bawah, sedangkan Dirga dalam posisi tidak memakai bajunya, suasana juga gelap, seluruh tubuh Nindya juga basah.
Otak Dirga mulai tidak bisa mengontrolnya, iblis dan setan selalu punya cara untuk menyesatkan manusia.
Dirga menelan ludahnya melihat leher jenjang Nindya ketika kilat menyala membuat leher jenjang itu terekspose nyata di depan mata Dirga, apalagi rambut Nindya di ekor menjuntai naik seperti ekor kuda.
Pikiran apa yang telah merasuki otaknya hingga tanpa sadar bibir Dirga mengecup lembut leher Nindya yang polos dan jenjang, membuat tanda merah di sana.
Nindya hanya manusia biasa, anehnya ciuman itu justru membuat tubuhnya bergetar. Dirga memeluk gadis itu dari belakang dan kembali mengarahkan bibirnya untuk menciumi leher Nindya di sisi yang lain.
"Tuan Dirga jangan..." Nindya mencoba melepaskan dirinya dari tangan Dirga yang merantai tubuhnya.
Namun tanpa sadar Nindya memejamkan matanya, menggigit bibir nya dan sedikit melenguh ketika tangan kekar Dirga sedikit demi sedikit menerobos masuk ke dalam baju Nindya, sedangkan mulut Dirga masih menyesap tengkuk leher Nindya, dalam posisi mereka masih saling berdiri.
Gadis itu menelan ludahnya, tidak bisa juga berfikir jernih, setan dan iblis telah membutakan pikiran mereka di dalam kegelapan dan bangunan yang terbengkalai.
"Tuan... Hentikan saya mohon... Jangan lanjutkan..." Pinta Nindya merintih dan menggigit bibirnya.
Tangan Dirga yang kekar melengsak masuk lebih dalam.
"Tuan... Lepaskan... Tolong... Jangan..." Pinta Nindya sembari ingin menurunkan tangan Dirga.
Dirga tidak menggubris permintaan Nindya, pria itu justru semakin erat memeluk tubuh Nindya dari belakang, menciumi tengkuk leher Nindya dan menyesapnya berulang kali.
Tiba-tiba sinar senter masuk ke dalam bangunan, terlihat pada posisi yang seperti itu, dan beberapa warga yang sedang berpatroli naik ke atas bukit memergoki mereka.
Sontak Nindya serta Dirga terkejut dan saling membelalakkan mata mereka, dengan cepat Dirga menarik tangan dan tubuhnya mejauh dari Nindya, pria itu juga reflek mendorong tubuh mungil Nindya menjauh darinya.
Beberapa warga naik ke atas bukit karena sempat mendengar suara meminta tolong. Namun memang terkadang para warga berpatroli karena tak jarang pula beberapa remaja melakukan sesuatu yang di larang, contohnya melakukam hal mesum.
Para warga masih menyoroti Dirga yang tak memakai baju dan Nindya yang basah kuyup dengan senter mereka. Tubuh Nindya gemetar hebat, takut menjadi bulan-bulanan warga apalagi tubuh basah kuyupnya semakin membuatnya kedinginan, gadis itu benar-benar ingin menghilang dan pingsan saja. Kini Nindya benar-benar tidak
bisa menyembunyikan gemetar hebat di tubuhnya.
Pada akhirnya Dirga dan Nindya pun di bawa ke balai desa, dan para warga juga dengan cepat berkumpul.
"Saya hanya berteduh di sana, saya juga pemilik pabrik di atas sana." Kata Dirga masih bertelanjang dada.
"Jadi apa karena anda ini punya pabrik dan orang kaya lalu bisa berbuat mesum di tempat kami? Pos itu masih dalam wilayah desa kami, dan desa kami memiliki aturan." Kata sang pemangku desa.
"Lagi pula posisi kalian itu sudah kepalang basah, lhawong tanganmu saja masuk kesana kemari kok, apalahi kamu bertelanjang dada seperti itu!" Kata seorang pria paruh baya yang lainnya lagi.
Kalimat-kalimat itu membuat Nindya makin gemetaran, gadis itu duduk bersimpuh, bibirnya mulai membiru, dan ia benar-benar ingin pingsan. Mereka ada di balai desa, duduk di atas tikar.
"Sesuai peraturan, kalian memilih untuk menikah, atau memilih konsekuensi kedua." Kata sang pemangku desa lagi.
"Menikah?!! Konsekuensi kedua?!! Apa lagi itu?" Tanya Dirga terperangah dengan kalimat yang seolah petir sedang menyambarnya.
"Di arak memutari desa di beri label berzina, dan kalian di gunduli serta di denda dengan membangun jalanan sepanjang desa." Kata sang pemangku desa yang bernama Pak Burhan.
"Apa!" Sontak Dirga mencengkram tangannya, meremas dan mengepalkan tangan, rahangnya bergerak sangat keras.
"Penghinaan macam apa ini! Saya akan memanggil pengacara saya!"
"Anda pikir hanya anda sendiri yang punya pengacara, silahkan anda panggil dan kabar bahwa anda melakukan zina akan tersebar ke seluruh wilayah bahkan bisa jadi anda viral dan masuk tv. Desa kami memiliki agama yang kuat kalian mau tidak mau harus patuh saat melakukan perzinaan di wilayah kami." Kata Burhan sembari membelalakkan mata tanpa rasa takut sedikitpun.
"Dan kami juga memiliki aturan sendiri! Anda orang kaya kenapa tidak melakukannya di hotel yang mewah saja dan kalian menanggung dosa kalian sendiri, kalau begini kita semua ikut menanggung dosa kalian!"
"Ya tuhan, mereka orang-orang kolot yang primitif, aku hanya mencium leher gadis ini dan sekarang aku harus menikahi nya? Wh*t the f*ck!!!" Umpat Dirga dalam hatinya.
Akhirnya malam itu juga Dirga memilih option pertama. Pria itu serta Nindya akan di nikahkan secara agama. Nindya mengeluarkan air mata dan tidak bisa mencerna kejadian yang menimpanya.
Segala bentuk penyesalan dan makian ingin ia luapkan. Nindya ingin menangis berteriak namun ia juga kebingungan dengan situasi yang serba mendadak itu.
"Kami minta KTP kalian berdua sebagai jaminan, dan acara pernikahan kalian tersebut akan di laksanakan di sini besok, saya mohon orang tua dari calon perempuan harus ada agar pernikahan ini sah menurut agama." Kata Pak Burhan.
"Apa...!" Nindya yang sedari tadi menunduk karena malu, bercampur takut mengangkatmwajahnya.
"Biar besok kedua orang tuamu di jemput Pak RT ke sini, malam ini kalian menginap di sini, untuk pria bisa tidur di rumah Pak Jafar selaku Ketua RT dan perempuannya
tidur di rumah Ibu Sarinah selaku ketua ibu-ibu PKK." Kata Pak Burhan lagi
melanjutkan.
"Pak tapi..." Nindya benar-benar bingung apa yang harus ia katakan, dalam sekejap gadis itu kehilangan harga diri nya juga kalimatnya.
~bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
pat_pat
kasian Nindya jd merah2 lehernya😂
2021-10-21
1
Nonie Fidding
kalau berani jgn pakai kekerasan dan kekuatan baru jg kalah argumen dah begitj
2021-10-15
0
AhmadFariz
hmmm
2021-10-13
0