"Tempat ini masih seperti dulu, tidak ada yang berubah sama sekali.” Kata Nindya memandangi cafe tersebut dengan mendongakkan kepalanya.
Kemudian Nindya masuk ke dalam dan kini sudah berada di dalam Cafe tempat nongkrongnya dan teman-temannya saat mereka masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Cafe itu terletak tidak jauh dari sekolahnya.
Nindya memarkir motornya dan masuk ke lantai atas, duduk di meja paling pojok, meja kesukaannya sewaktu masih sekolah dan memesan jus alpukat. Jus buah kesukaannya pula.
Cukup lama Nindya menunggu hingga akhirnya seorang waitress datang membawakan pesanannya dengan senyuman ramah, kemudian Nindya kembali memainkan ponsel nya yang tidak terlalu mewah.
Tak berapa lama seseorang menyapa gadis itu.
"Nindya..."
Suara sapaan rendah seorang pria yang terdengar mantap dan tegas, berdiri di depan Nindya. Merasa namanya di panggil ia mendongak dan benar saja, pria tampan berdiri di hadapan mejanya, pria yang berkulit putih dengan tubuh tinggi yang proporsional.
Pria yang pernah menolongnya dari makian sang Manager, dan berlalu pergi tanpa memberitahukan siapa namanya.
"Anda... Tuan yang kemarin menolong saya kan...?" Sahut Nindya sopan, sembari
berdiri.
"Kamu benar-benar tidak mengingatku?” Kata pria itu mengernyitkan alisnya.
“Ma-maaf... saya benar-benar... Lupa...” Kata Nindya meringis dan merasa menyesal, Nindya ingin sekali mengutuki otaknya.
“Aku Dino, kakak kelas kamu sewaktu SMA. Jangan panggil Tuan cukup Dino" Jawab pria itu dengan canggung.
"Oh... Maaf, mungkin karena saya jarang main ke kelas lain jadi kuper." Kata Nindya sama canggungnya.
"Tidak apa-apa, bisa di maklumi siswa di sekolah kita sangat banyak dan tidak semua saling kenal satu sama lain." Kata Dino sembari duduk di depan Nindya.
Sekolah mereka memang memiliki kelas yang cukup banyak, kelas yang terdiri dari A hingga H di setiap kelas 10, 11 dan 12. Belum lagi tambahan kelas Bilingual untuk pertukaran siswa antar negara dari kelas A hingga kelas C untuk kelas International.
Sekolah Menengah Atas itu memiliki Akreditasi A dan sekolah paling favorit di kota tersebut, Dan Dino adalah salah satu siswa yang berada di kelas Bilingual wajar jika Nindya tidak mengenalnya. Apalagi perbedaan usia mereka.
Nindya hanya membalas dengan senyumannya.
"Kenapa duduk di sini sendirian..." Tanya Dino mengalihkan pembicaraan.
"Lagi cari suasana, kebetulan libur kerja jadi saya jalan-jalan sebentar." Kata Nindya tersenyum.
"Kamu kerja atau kuliah dimana?" Tanya Dino lagi.
"Saya kerja di pabrik, biasalah lulusan SMA dan tidak kuliah bisanya dapat kerja cuma di pabrik atau jadi karyawan toko. Anda sendiri ada acara atau bagaimana di sini."
"Cafe ini punya papa ku, tapi sekarang aku yang kelola. Jangan pakai bahasa formal,sekarang kita teman kan?"
"Eh... Apa tidak apa-apa...?” Tanya Nindya sedikit ragu.
“Tidak apa-apa...” Jawab Dino sembari tersenyum.
“Tapi... Ngomong-ngomong aku tidak tahu kalau cafe ini adalah milik kamu, padahal jaman sekolah aku sering main di sini bareng sama teman-teman ku."
"Memang tidak ada yang tahu, karena aku merahasiakannya dari siapapun.” Senyum dino merekah.
Detik demi detik hingga menit bergulir, mereka semakin akrab dan saling nyaman memanggil satu sama lain, mereka saling mengobrol pada masa-masa sekolah, menceritakan pada jaman mereka masing-masing.
Dino juga bertukar cerita bagaimana rasanya menjadi murid Bilingual dan menjadi murid yang di transfer ke negara lain untuk pertukaran siswa. Nindya mendengarkan dengan antusias, karena memang siswa-siswi yang berada di kelas Bilingual kebanyakan adalah anak-anak borju yang kaya dan anak-anak para pejabat, dan kelas itu berada di gedung yang berbeda.
Dino yang melihat senyuman tulus dari wajah Nindya seolah wajah itu memancarkan sinar kelembutan dan kecantikan yang natural. Dino memang sudah lama naksir, sejak melihat Nindya mengikuti Orientasi Siswa dan sedang berkeliling pengenalan gedung, lalu ketika kejadian dimana dulu Dino pernah mebolos dan bersembunyi di kelas milik Nindya itulah awal mula Dino bertemu dengan Nindya hingga ia cukup sering lalu lalang ke kelas Nindya hanya untuk melihat wajah Nindya.
Tapi untuk mendekati Nindya dia tidak cukup berani, pasalnya pada jaman mereka masih bersekolah banyak sekali cowok yang mencoba ingin mengobrol tapi pada akhirnya Nindya tetap cuek dan tidak menanggapi dengan serius.
Apalagi saat itu Dino harus fokus pada olimpiade nya dan cukup lama berada di Jepang karena pertukaran siswa.
"Aku minta nomor ponsel kamu..." Kata Dino.
"Boleh." Nindya kemudian memberikan beberapa rangkain angka pada Dino.
Akhirnya mereka saling bertukar nomor ponsel dan mengobrol santai hingga tak terasa waktu akhirnya menunjukkan pukul 8 malam lebih.
"Aku antar pulang ya..." Kata Dino mengajukan dirinya.
"Tidak usah Dino, aku berani pulang sendiri, rumahku juga tidak jauh dari sini" Kata Nindya sembari berdiri dan siap pergi untuk membayar pesanan jus alpukat dan steaknya.
"Tidak usah bayar, aku antar pulang, ini sudah malam Nindya, tidak baik anak gadis pulang malam sendirian."
Nindya ragu, pasalnya ini pertama kalinya ada seorang pria mengantarnya pulang. Tapi menolak pun akan sia-sia karena Dino sudah sangat memaksa.
Akhirnya setelah turun ke bawah dan Nindya menunggu di depan cafe. Tak berapa lama Dino datang dengan motor CBR 150R, memakai helm full facenya yang berwarna hitam, pria itu terlihat sangat keren dengan sepatu mahalnya.
Suara motor yang cukup keras membuat hentakan kecil di dada Nindya.
"Astaga..." Batin Nindya sepersekian detik gadis itu berdecak kagum.
Nindya kemudian melajukan motornya. Malam itu, sepanjang perjalanan Nindya di penuhi rasa gelisah ketika Dino mengajukan dirinya ingin mengantar pulang Nindya hingga di depan rumah, katanya pria itu ingin benar-benar memastikan bahwa Nindya sampai dengan selamat hingga masuk ke dalam rumah.
Sebenarnya Nindya terbilang gadis berani. Setiap malam, sepulang bekerja ia mengendarai motornya sendirian, namun kali ini Nindya merasakan sesuatu yang lain, bagaimana rasanya dijaga oleh seseorang dan seseorang itu adalah pria yang tampan.
Dalam perjalanan pulang, pikiran Nindya jauh menerawang sampai kemana-mana, hingga tanpa sadar mereka sudah semakin dekat dengan jalan menuju desa Nindya.
Jalan menuju desa Nindya cukup banyak rumah, dan pepohonan, namun juga terbilang cukup gelap hanya sedikit penerangan lampu di sana, jika pun ada penerangan jarak antar lampu cukup jauh.
Akhirnya mereka sampai dirumah Nindya, tepat di depan rumah gadis itu adalah rumah Angga Waluyo, laki-laki dewasa berumur kurang lebih 28 tahun yang diam-diam sudah sangat lama menaruh hati pada Nindya, bahkan ketika gadis itu masih duduk di bangku SMP. Rumah Angga selalu di gunakan untuk kumpul-kumpul para pemuda di desanya.
Nindya melajukan motornya masuk kedalam teras, memarkirkan motornya dan Dino berhenti di depan rumah Nindya, ia kemudian membuka helm fullfacenya, dan hendak turun dari motor namun Nindya tiba-tiba menegurnya.
~bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Nonie Fidding
wekekek makan tu . ternyata bos mu sendiri ,😂
2021-10-15
1
maharita
lha bos ny ndi ri trnyata HahAha
2021-10-12
1
Nur
pdhal dh dikatain macem macem sama nindya😳
2021-10-12
0