Dirga Hartono Putra Jaelani 28 tahun, memiliki paras tampan campuran Arab yang di dominasi dari gen sang Ibu. Pria itu duduk dengan tegap di samping kanan papanya yang tak lain adalah Hartono Jaelani, Dirga menatap tajam pada Dino yang sudah beberapa tahun mereka tidak pernah saling sapa.
Pertemuan itu adalah pertama kalinya bagi mereka sejak keluarga Hartono bercerai berai, dan kali ini Hartono akan memberikan tugas untuk anak-anaknya.
"Aku tidak ingin kalian bertikai, mulai hari ini kalian akan mempunyai tugas untuk mengambil alih pabrik."
"Pah...! Tidak mungkin aku bisa sejalan dengan Dino menjalankan pabrik itu! Papa janji menjadikan aku pemegang saham paling besar di pabrik itu!" Dirga mulai memanas.
Dirga memiliki obsesi yang cukup besar, ia sudah memiliki sedikitnya 10 perusahaan nya sendiri dan perusahaan itu tersebar di seluruh Indonesia.
Namun pria itu masih ingin menambah daftar perusahaan miliknya. Dirga memang pandai dan cerdas, ia bahkan menjadi pria paling muda yang masuk dalam kategori pria muda tampan yang paling sukses dalam majalah bisnis.
"Pelan kan suara mu Dirga, papa belum tuli." Kata Hartono.
"Aku tidak berminat..." Kata Dino.
Dirga hanya membalas Dino dengan mata elangnya yang siap merajam.
"Tidak ada penolakan di sini, Dirga dan juga kamu Dino, kalian harus mengurus perusahaan ini dengan baik. Aku sudah mengambil alih semuanya, dan aku akan sibuk di Singapura. Pabrik itu butuh seseorang untuk menjaganya. Setidaknya tidak ada kekosongan jabatan. Kalian akan pergi atau tidak itu terserah kalian." Kata Hartono yang kemudian mengakhiri kalimatnya dengan berdiri meninggalkan mereka.
Dino menelan ludahnya, duduk dengan santai menyandarkan lengannya pada kursi.
Dirga kemudian mengambil satu berkas dan meninggalkan ruangan tanpa sepata kata pun. Wajah dingin dan kesalnya tidak dapat ia tutupi.
Sedangkan Dino juga mengambil berkas miliknya, ia hanya membuka sekilas namun matanya tertuju pada nama seseorang. Berkas yang asal ia buka tepat di daftar nama pegawai pabrik tersebut.
Dino berdiri dan meninggalkan ruangan, ia menelusuri lobby dan melihat pengawalnya Emanuel masih menunggu dengan setia, berdiri tegap dengan setelan jas mahal serba hitam.
"Kita kembali ke apartmen." Perintah Dino.
"Baik tuan..." Sahut Imanuel pengawal setianya yang selalu di panggil Nuel oleh Dino.
Saat akan keluar Dino berpapasan dengan Dirga yang juga akan pergi keluar. Aura dingin dan saling tak akur mewarnai sekeliling mereka.
"Aku pikir kamu tidak akan datang, tapi ternyata muka mu tebal juga dan jauh lebih tidak memiliki rasa malu." Sindir Dirga yang berdiri tepat di depan Dino, Felix juga ada di sampingnya.
"Aku sedang malas berdebat, anggap saja aku tidak ada atau anggap aku bukan manusia dan tidak terlihat." Kata Dino malas dan berlenggang pergi.
"Aku sedang tidak bercanda!" Teriak Dirga
"Apa aku terlihat bercanda?" Tangkas Dino yang berbalik mendekat pada Dirga.
Mereka saling tatap, hati mereka memanas, otak dan pikiran mereka saling siaga, bahkah tubuh kekar mereka saling menegang.
Dalam diamnya mereka justru seolah sedang menggambarkan pertarungan, seolah-olah hanya dengan tatapan saja mereka menggambarkan sebuah pertarungan sengit satu lawan satu.
"Jangan memancing untuk berkelahi, kamu tahu aku juara taekwondo!" Kata Dino.
"Siapa yang takut!" Dirga melemparkan tatapan dinginnya.
"Aku tidak suka rumah ku di jadikan ajang perkelahian, kalau kalian mau berkelahi akan ku buatkan ring pertandingan." Kata Hartono yang menyaksikan dari ujung tangga di lantai atas.
"Aku sudah selesai!" Kata Dino dan berlenggang pergi.
Dino masuk ke dalam mobil mewahnya, dan Noel mulai menekan gas meninggalkan rumah besar yang penuh dengan sejuta memori dan tragedi.
Dalam perjalan pulang, Dino masih mempelajari berkas yang ada di tangannya. Pabrik tersebut berada di kawasan industri yang sangat jauh dari pemukiman. Lahan kawasan industri juga sangat luas, sedangkan pabrik berdiri di tanah yang sudah di beli.
"Sangat strategis, bagaimanapun pabrik ini juga akan jatuh di tangan Dirga." Kata Dino menyeringaikan bibirnya.
"Tapi ada sesuatu yang membuatku penasaran." Sahut Dino lagi yang kemudian menutup berkasnya.
***
Di lain tempat seorang gadis sedang mengemasi barang-barangnya yang ada di dalam loker. Gadis itu hendak pergi namun ponselnya berdering.
"Nindya bagaimana pekerjaan paruh waktu mu?"
Tanya seorang wanita di ujung ponselnya.
"Maaf Sasya, baru sekali masuk kerja sudah membuat kesalahan." Kata Nindya menyesal.
"Tidak apa-apa, yang penting semua masalah sudah selesai kan, memang tamu VIP selalu seperti itu, suka menggoda karyawan yang masih baru dan polos, untung kamu belum menjadi karyawan kontrak dan hanya beberapa jam saja mengambil pekerjaan itu, aku yang seharusnya meminta maaf."
Kata Sasya lagi.
"Aku hanya ingin mencari uang tambahan tapi sepertinya aku harus fokus bekerja di pabrik dulu Sasya, maafkan Sasya dan terimakasih banyak. Semoga lain waktu aku bisa mendapatkan pekerjaan paruh waktu lagi yang lebih cocok saat libur kerja pabrik." Sambung Nindya.
"Iya, aku janji akan mencarikanmu pekerjaan yang lain Nindya yang lebih aman untuk kamu, maafkan aku Nindya. Sudah dulu ya, aku sedang bantu-bantu acara ulang tahun keponakanku. Sampai jumpa lagi Nindya, telfon aku jika kamu butuh sesuatu." Sasya mengakhiri panggilannya.
"Hm... Hari ini sudah cukup dan aku harus pulang, kali ini aku harus benar-benar fokus bekerja di pabrik, tidak usah mencari tambahan uang dulu, toh jika pabrik lembur gajinya sudah lumayan." Kata Nindya yang kemudian memanggul tasnya ke bahu.
Nindya pulang mengendarai motor bututnya berwarba hitam dengan merk Honda, melewati jalanan kota yang cukup panas dan berpolusi.
Nindya adalah gadis ulet, ia juga tangguh karena tulang punggung keluarga, dia yang dengan ikhlas merelakan masa remajanya dengan bekerja. Cita-cita sederhana, namun juga tidak sederhana untuk di capai, ia hanya ingin menjadi orang sukses agar dapat membantu melunasi hutang-piutang orang tuanya. Namun, ternyata tidak sesederhana itu, semua yang ia hadapi sangatlah sulit. Butuh perjuangan tanpa akhir untuk dapat mewujudkannya.
Perjalanan pulangnya cukup lama, sepanjang jalan Nindya hanya melamun dan memikirkan kejadian di tempat kerjanya dan akhirnya tanpa sadar Nindya sudah sampai di jalan menuju desanya, gadis itu sangat ingin istirahat dan ambruk di kasur buluknya. Kakinya sudah sangat pegal karena memakai sepatu pantofel yang cukup tinggi.
Nindya masuk ke dalam rumah dan langsung menghempaskan tubuhnya di atas ranjang sederhana miliknya. Baginya ranjang itu masih tergolong bagus bagus, meski mungkin bagi kebanyakan orang ranjang itu buluk dan terkesan kotor.
Ranjang yang terbuat dari berbagai bambu dan kayu seadanya yang di satukan, di buat dengan kedua tangan bapak Nindya sendiri, di padukan dengan kasur bermotif garis-garis berwarna pink dan putih dengan sprei bertuliskan angkatan TNI Udara. Bukan karena bapaknya seorang Angkatan, namun sprei putih itu di dapat dari pembagian Bansos.
"Ya ampun... Capek banget..." Lenguh Nindya sembari menghela napasnya panjang.
Kemudian Nindya berdiri dan berjalan ke arah dapur, ia merasakan tenggorokannya sangat kering bahkan ludahnya sampai mengering.
"Di jalan panas banget makin bikin tambah lemas!" Kata Nindya mengambil air minum dari teko kemudian ia tuangkan ke dalam gelas dan meminumnya dengan cepat.
"Gluk...Gluk..." Air putih mengaliri tenggorokan Nindya.
"Segarrr...." Katanya.
Setelah cukup beristirahat Nindya mengganti bajunya dan ingin keluar berjalan-jalan di desanya.
Saat libur bekerja Nindya memang selalu meluangkan waktunya untuk berjalan-jalan di dekat rumahnya hanya sekedar melihat suasana yang sejuk dan melihat persawahan yanga membentang luas atau melihat anak-anak yang sedang bermain, setidaknya sekedar melepaskan penatnya, itu sudah cukup.
~bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
eva nindia 🦐
aku baca ulang lagii 🤭
2021-10-27
0
Nonie Fidding
Pengen punya kenalan kayak dino hehe
2021-10-15
0
☠ᵏᵋᶜᶟ𝕸y💞𝖄𝖘мєη𝕱𝖘ⓚ𝒾ᵗa✇
nindya 😶😶
2021-10-13
6