Seperti biasa pukul 5 pagi Nindya sudah membuka matanya namun kali ini semalaman Nindya tidak bisa tidur nyenyak, memikirkan kesalahannya karena salah memencet tombol tolak saat Dirga menelfonnya.
Setiap ia melihat handphonenya, gadis itu justru merasakan mual dan cemas. Semalam saat handphonenya kembali Nindya sangat bahagia dan bersyukur, tapi setelah itu ia justru berfikir jika lebih baik handphonenya masih tetap berada di tangan Dirga saja.
"Aku malas banget berangkat kerja..." Kata Nindya melenguh dan enggan beranjak dari ranjangnya.
"Nin Emak berangkat ke sawah, jangan lupa sholat subuh dulu." Amak Nindya berteriak.
"Ya mak..." Jawab Nindya lemah namun amaknya tetap mendengarnya.
Mau tidak mau Nindya harus berani menghadapinya, apapun itu Nindya harus bertanggung jawab dengan kecerobohannya sendiri, Nindya tidak akan pernah lari.
"Itu cuma kesalahan yang tidak di sengaja, kenapa harus takut, cukup menjelaskannya dan semua selesai." Kata Nindya menenangkan dan menyemangati dirinya sendiri.
Dengan rasa percaya diri gadis itu beranjak dari ranjang dan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya, kemudian wudhu dan sholat. Setelah selesai Nindya siap untuk berangkat bekerja.
Nindya mengendarai motornya secara pelan dan santai mengingat jam juga masih jauh dari pukul 7 pagi, namun di pertengahan jalan menuju pabrik, dari belakang suara klakson mobil membuatnya cukup terkejut karena Nindya setengah melamun.
Nindya kemudian sedikit menepi memberikan ruang jalan dan memelankan motornya agar mobil itu bisa menyalipnya, namun mobil justru ikut pelan di belakangnya.
"Siapa sih?" Kini perasaan Nindya cukup takut.
"Apa jangan-jangan dia mau menculikku?" Batin Nindya resah.
"Ya ampun, Nindya kamu percaya diri banget, memangnya siapa yang mau menculik gadis gembel, dan norak seperti kamu ini." Nindya kemudian tertawa geli dengan pikirannya sendiri.
Beberapa menit yang lalu Nindya berfikir mungkin karena jalanan sempit, tapi sekarang jalanan sudah cukup lebar sedangkan mobil itu masih berada di belakangnya, pelan dan masih mengikutinya.
Nindya mulai takut dan memutar gas motornya lebih cepat, namun mobil di belakangnya juga ikut menambah kecepatan. Gadis itu mulai terengah karena takut, sesekali juga melihat kaca spion motornya, pada akhirnya ia bisa lolos juga saat mendekati pabrik, kemudian masuk ke dalam gerbang besar pabriknya, memarkirkan motor dan bernafas lega.
"Ya ampun, gara-gara takut, aku jadi lapar banget, pasti tadi wajahku jelek banget karena katakutan..." Kata Nindya mengeluarkan roti sobek nya dari dalam tas, dan sekotak susu kemasan.
Nindya menyeruput sedikit kotak susu itu dan memakan roti nya di parkiran, ia duduk di atas motornya.
Tak berapa lama motor yang kini sudah Nindya hafal masuk ke dalam parkiran dan berhenti memarkirnya di dekat Nindya. Dino melepaskan helm dan tersenyum lebar, kemudian mengangkat alisnya menggoda Nindya.
Nindya yang sedang memakan rotinya secara tiba-tiba tersedak dan meminum susu kotaknya.
"Maaf ... Khusus untuk atasan parkiran anda di sebelah sana." Kata Nindya dengan sopan.
"Tahuu... Tapi aku lebih suka parkir di sini, parkiran motor di sini sejuk." Kata Dino tersenyum.
"Baiklah maafkan saya." Kata Nindya menunduk dan melanjutkan makan roti.
Dino turun dari motor dan merebut kotak susu milik Nindya kemudian pria itu berjalan pergi meninggalkan Nindya, Dino dengan santai meminum susu sisa milik Nindya yang masih cukup banyak.
"Ehh itu kaann..." Nindya tak berani melanjutkan kalimatnya untuk memanggil Dino, melihat di gerbang kini banyak karyawan yang mulai berdatangan. Walaupun Jarak gerbang dan parkiran cukup jauh namun tetap saja akan terlihat jelas.
"Itu kan bekas bibirku, apa dia tidak takut kalau aku punya penyakit semacam rabies atau penyakit menular, ayan atau epilepsi...?" Kata Nindya melenguh lirih dan berjalan menuju ruangan di pabrik.
Bel untuk jam kerja sudah berbunyi, hari ini Nindya harus mengikuti kerja lembur karena barang produksi akan di ekspor. Entah kenapa juga hari ini cuaca tiba-tiba mendung, guntur dan kilat saling bertarung. Tak berapa lama pun hujan turun deras dan lebat.
"Semoga hujan cepat reda, mana aku nggak bawa jas hujan." Kata Nindya melenguh kan nafas nya sembari melihat ke arah luar melalui jendela kaca.
Jam kerja berjalan cukup cepat, mungkin karena beberapa hari tidak ada lembur jadi lembur kali ini terasa cepat. Jam juga sudah menujukkan pukul 9 malam dan para karyawan siap untuk pulang, namun hujan justru semakin deras.
Nindya masih menunggu di ruangan pabrik, di dekat pintu yang cukup besar. Sesekali gadis itu memegangi lengannya karena udara terasa sangat dingin.
"Nekat aja kali ya...? Sepertinya hujannya juga awet..." Kata Nindya yang kemudian melihat sekeliling dimana pabrik sudah kosong melompong.
"Waduh kenapa jadi merinding... Nekat aja deh..." Nindya kemudian berlari kecil menuju parkiran motor.
Tiba-tiba seseorang membentangkan jaket di atas kepala Nindya. Sontak membuat gadis itu melihat ke arah pria yang ada di sampingnya.
"Kamu bisa sakit Nindya... Ada payung kan di pabrik." Kata Dino masih berlari kecil di samping Nindya.
"Dino..." Ujar Nindya lirih.
Setelah sampai di parkiran Dino menghentakkan jaket nya dari air hujan yang deras membasahi, sedangkan tubuh mereka juga cukup basah.
"Ada payung di pabrik kenapa tidak pakai itu...!" Kata Dino sedikit berteriak.
Suara hujan cukup keras membuat Dino sedikit berbicara cukup keras.
"Payungnya habis, lihat saja semua ada di sini dan tidak ada yang mengembalikan lagi ketempat semula, karyawan Tuan Dino kan ada banyak."
"Security pada kemana ini kenapa payung di biarkan di sini semua!" Dino terlihat sangat kesal dan jengkel.
"Kenapa marah-marah terus, apa mood nya sedang tidak bagus..." Kata Nindya dalam hati dan sedikit cemberut.
Dino menarik nafasnya dalam-dalam, pria itu sedang mengatur dan mengontrol amarah serta jalan masuk udara di dalam paru-parunya, dengan gerakan spontan dan reflek tiba-tiba saja Dino menarik lengan Nindya untuk mendekat.
"Jangan tanggapi Dirga kalau dia telfon kamu lagi..." Dino berbicara dengan serius.
"Ap-apa... Maksud..."
"Paham kan? Jangan angkat telfonnya, jangan balas pesannya juga." Kata Dino menatap kedua mata Nindya dengan mantap, hingga hidung mereka sedikit lagi akan bersentuhan.
Nindya jelas tidak mengerti bagaimana Dino tahu jika Pak Dirga menghubunginya, dan kenapa juga Dino harus marah.
"Tapi... Itu tidak sopan, apalagi Tuan Dirga atasan di sini... Lagi pula, kenapa tidak boleh angkat telfon beliau atau balas pesannya? Beliau atasan ku, sama seperti kamu."
Nindya melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang membuat Dino kesal, pria itu hanya mau Nindya menjawab ‘Iya” dan bukannya melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya tidak bisa menjawabnya, apalagi masalah keluarganya yang rumit tidak mungkin ia ceritakan begitu saja pada Nindya.
~bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Nonie Fidding
walah sudah jatuh ketiban tangga terus nyemplung jurang,...
2021-10-15
1
AryaniMei
desanya menganut agama islam yg kuat ?
2021-10-13
1
Lexiana
sabar ya mb nindyaaaa
2021-10-13
0