Setelah beberapa menit berlalu Nindya selesai juga membersihkan ruangannya, akhirnya ia bergegas untuk pulang, Namun ketika Nindya membenarkan barang-barang nya yang ada di dalam tas sembari berjalan gadis itu tidak benar-benar memperhatikan jalan di depan, dan lagi-lagi ia menabrak seorang pria yang wangi tubuhnya cukup familiar.
"Astaga... Wangi parfum ini... sepertinya pernah kenal..." Kata Nindya berfikir sembari berjongkok memunguti barang-barangnya.
“Tuan Dirga..." Suara Nindya lemah di dalam hati, ia juga mengutuki dirinya ada apa dengannya hari ini.
Nindya mengintip sedikit pada Dirga yang berdiri dan bertubuh tinggi, gadis itu menggigit bibir dan menutup matanya, sembari membereskan barang-barangnya untuk di masukkan ke dalam tas nya, semua barang-barang itu berhamburan keluar bercampur dengan barang barang milik Dirga.
"Kamu yakin tidak akan salah ambil barang, kalau kamu menutup matamu seperti itu?" Kata Dirga sembari meraih barang dari genggaman tangan Nindya.
Sontak Nindya membuka mata dan melihat, benar saja ia salah mengambil barang.
"Bukannya tadi aku ambil lip gloss ku ya, kenapa jadi ambil bolpen punya Tuan Dirga." Nindya semakin malu, dan tertekan, wajahnya seketika bersemu merah.
Dirga melihat mukena Nindya terdampar di lantai cukup jauh, kemudian mengambilnya dan memasukkannya ke dalam tas milik Nindya.
"Terimakasih, dan maafkan saya sudah menabrak anda." Nindya bergegas pergi dengan berlari sembari memeluk tas nya dan menuju parkiran motor.
Dirga melihat ponsel Nindya masih tergeletak di lantai, dan mengambilnya seraya ingin memanggil namun gadis itu sudah secepat kilat pergi meninggalkan TKP, Nindya terlalu takut jika masalah tabrak menabrak akan menjadi pelik.
Dalam perjalanan pulang, Nindya mengendarai motornya dengan santai sembari memikirkan rangkaian kejadian satu hari ini. Membuatnya semakin tidak tenang dan di rundung malu yang tak berkesudahan. Ingin sekali gadis itu sejenak hilang ingatan saja pada bait rekaman kejadian sewaktu ia melakukan kesalahan berulang kali dan beruntun.
Motor milik Nindya akhirnya tiba memasuki halaman rumahnya, dan di kejutkan oleh seseorang yang sudah menunggu di teras rumah.
"Untung saja kamu nggak ada lembur Nin, aku telfonin kamu terus takut kalau kamu lembur kenapa nggak angkat telfon ku, pesan wa juga nggak kamu balas.” Cerca farah.
"Oh... Maaf, handphone ku ada di dalam tas Farah." Setelah mematikan mesin motor Nindya mencari-cari ponselnya yang ada di dalam tas.
Gadis itu bahkan belum melepas helm dan masih di atas motor.
"Ya ampun... Dimana handphone ku...! Kenapa dan ada apa sih dengan diriku hari ini! Sial sekali!!" Kata Nindya berteriak, sebal dan ingin menangis, ia ingin menepuk dahinya.
Tapi boro-boro mengenai dahi, jari dan telapak tangannya justru mengenai helm yang lupa ia lepas membuat jarinya sakit, gadis itu kemudian melepas helm dengan kesal dan turun dari motornya. Rambutnya sedikit acak-acakan di wajahnya.
Nindya duduk dan menghembuskan nafas dongkol pada dirinya membuat rambut-rambut di depan wajahnya berterbangan.
"Kamu kenapa sih Nin?" Farah keheranan.
"Kamu ada apa kesini?" Tanya Nindya balik.
"Aku penasaran, kenapa kamu sampai bisa di antar pulang sama Dino?" Mata Farah bersinar dan keingin tahuannya sangat dalam, memaksa Nindya untuk menceritakannya.
"Aku kebetulan ketemu di cafe yang biasanya buat kita nongkrong dulu jaman masih sekolah, dan ternyata papa nya Dino yang punya cafe itu, tapi sekarang yang kelola cafe nya adalah Dino..." Kata Nindya sembari merapikan rambutnya.
"Eh, iyakah, aku baru tahu yang ini. Terus?" Farah masih mendesak Nindya.
"Terus Dino nganterin aku pulang karena dia tahu aku temen sekolahnya dan waktu itu udah malam."
"Udah malam? Memang jam berapa?"
"Jam 8 lebih."
"Aneh, jam segitu kan belum malem banget, jalanan masih rame. Terus, terus?" Farah semakin penasaran.
"Ya udah gitu aja, terus aku Wa kamu tanya tentang Dino, terus aku tidur." Jawab Nindya asal, gadis itu mulai malas karena nama Dino justru semakin mengingatkannya kejadian satu hari ini.
Dengan mantap kemudian Farah memberikan petuahnya pada Nindya.
"Aku kasih tahu ya Nindya..."
"Dia Playboy kan? Kamu sudah ngasih tahu aku, lagian aku nggak akan suka sama Dino." Kata Nindya menyambar kalimat Farah.
"Bener ya... Janji ya kamu nggak akan suka sama Dino." Kata Farah menantang Nindya.
"Kamu kenapa sih? Mencurigakan, jangan-jangan kamu lagi yang suka sama dia." Nindya memicingkan matanya mencari tahu dari mata Farah.
"Sebenarnya... Udah lama aku naksir Dino, walaupun dia play boy tapi aku tetap suka... Aaaa!!" Farah berteriak kegirangan dan meloncat-loncat.
"Please Nindya, bikin aku ketemuan sama Dino dong, comblangin aku sama dia..." Kata Farah memohon dan menggenggam tangan Nindya.
"Aku kasih nomernya aja kamu wa sendiri ya... Eh tapi kan handphone ku nggak tahu jatuh dimana." Kata Nindya, kemudian gadis itu merengek kesal.
Farah jelas kecewa dengan itu, ia merengutkan bibirnya.
Farah yang kecewa pun pulang karena tidak bisa mendapatkan apa yang ia inginkan, sedangkan Nindya juga sedang merasa sedih memikirkan dimana ia menjatuhkan hape nya.
Tak berapa lama terlihat dari ujung jalan desa kedua orang tua nya sudah dalam perjalan pulang dari ladang, membuat Nindya terkejut dan panik, gadis itu belum menyiapkan teh dan belum masak.
"Hari ini tidak ada lembur, tapi gara-gara kepikiran dimana handphone ku jatuh, aku jadi lupa sama semuanya." Kata Nindya lirih dan bergegas masuk.
Dengan cepat Nindya memasuki rumahnya dan dengan cepat pula gadis itu segera menyiapkan teh hangat.
"Nin... Kamu sudah pulang?" Sapa emaknya pada Nindya.
"Sudah Mak... Teh anget nya ada di meja Mak, Nindya juga sudah gorengin emak sama bapak telur dadar. Nindya mandi dulu Mak." Sahut Nindya.
Sedangkan emak dan bapaknya mulai istirahat setelah seharian mereka bekerja di ladang
menjadi buruh tani di tempat Pak RT.
Di tempat lain...
Dirga baru saja sampai di rumah, pria itu segera memarkirkan mobilnya di garasi yang cukup besar dan mewah, beberapa mobil mewah juga berjajar di sana.
Pak Amin seorang tukang kebun kepercayaan keluarga Hartono Jaelani yang sedang membersihkan dan merawat taman bergegas menemui majikannya, pria paruh baya itu tergopoh berlari ke arah Dirga dan membuka pintu mobil majikannya.
"Terimakasih Pak Amin." Kata Dirga.
Meski Dirga pria dingin yang tegas, pria itu masih memiliki rasa sopan santun terhadap orang tua khususnya pada pak Amin yang sudah sangat lama bekerja di rumah Hartono.
Di jaman yang makin maju ini, nilai kesopanan pada orang yang lebih tua sudah terdegradasi dengan sikap arogan dan sombong, mereka menganggap bahwa mentang-mentang sudah menjadi orang yang kaya raya bisa seenaknya memperlakukan pekerja padahal tak jarang banyak yang sudah berusia lanjut.
Dirga berjalan masuk ke dalam rumah mewahnya yang cukup besar. Pria itu kemudian naik dan masuk ke dalam kamarnya, menaruh tas kerja di atas meja dan sejenak merebahkan diri di ranjang besar.
Namun tiba-tiba Dirga mendengar, di dalam tas nya sesuatu terus saja bergetar, Dirga bangun dan mengambilnya, ponsel milik Nindya terus saja bergetar, dan kali ini membuat Dirga sedikit memicingkan mata serta mengangkat alis sebelahnya..
📲 Dino Calling...
~bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Dara Utami
hhhmm
2023-03-26
0
🦈Bung𝖆ᵇᵃˢᵉ
ehem first Kiss 😍😍😍
2021-11-11
2
pat_pat
wah Dino main cium2 aja😂
2021-10-21
1