"Aku bilang jangan tanggapi... Dia bahaya Nindya!"
"Bahaya?" Nindya terkejut mendengar penuturan Dino, apalagi Dino adalah adik dari Dirga.
Pikiran Nindya serba tidak mengerti, dia bahkan tidak begitu mengenal Dirga, apa pula yang akan membuatnya dalam bahaya, Dirga adalah sosok pria tampan yang mapan, lagi pula Nindya hanyalah gadis atau karyawan biasa.
Ucapan Dino aneh, untuk apa Dirga membahayakan dirinya, Nindya bukanlah gadis cantik yang seksi dan juga bukan dari keluarga terpandang. Tidak akan ada kisah seperti Cinderella atau semacamnya dimana gadis melarat yang cantik jelita di cintai pria tampan.
Bahkan bagi Nindya ia bukan lah gadis cantik, wajahnya biasa-biasa saja, cerita seperti itu semua hanya kisah yang ditulis oleh seorang manusia untuk meramaikan per film an dunia.
"Tuan Dirga adalah atasan di sini Dino, mana mungkin akan mencelakakan karyawannya, kamu jangan terlalu berfikiran buruk." Kata Nindya yang akhirnya tidak menghiraukan perkataan Dino.
Sikap Nindya semakin membuat Dino kesal, apalagi satu hari ini ia di buat marah dengan segala penuturan kakaknya bahwa Dirga menelfon dan berbalas pesan dengan Nindya, seolah mereka sudah saling dekat dan saling intim.
Dengan cepat Dino mencium bibir Nindya, tubuh basah gadis itu di tarik ke dalam pelukan Dino. Pria itu melumaat dengan kasar seolah tidak ingin berbagi dengan siapapun dan hanya ingin memiliki Nindya untuk dirinya sendiri.
Nindya terbelalak, ia tidak mengira ciuman pertamanya di ambil secara paksa oleh Dino.
"Emmm....!!!" Teriak Nindya yang bibirnya masih di cium Dino.
Akhirnya Nindya mendorong paksa tubuh Dino menjauh darinya.
Tidak ada kata apapun yang keluar dari mulut Nindya, dan Nindya juga tidak tahu bagaimana harus bersikap, namun yang jelas Nindya ingin segera pergi meninggalkan tempat itu, pikirannya kalut, kesal dan juga lelah. Satu sisi ia takut di pecat di sisi lain ia tidak senang dengan perlakuan Dino yang lancang.
Dengan gemetar, tangan mungilnya meraih kunci motor dalam tas dan memasukkannya dalam lubang kunci motor, terlihat jelas jemarinya yang gemetar, tubuhnya mulai menggigil karena kedinginan.
"Nindya..." Dino juga kebingungan bagaimana ia harus menjelaskan tentang sikapnya.
Pria itu benar-benar cemburu, panas, dan tidak bisa mengontrol emosinya.
"Nindya... Aku bisa jelaskan... Jangan marah." Dino masih mencoba membujuk gadis itu.
Namun Nindya tetap memutar gas motornya menerjang hujan yang sangat lebat, di bawah guyuran air hujan Nindya berharap dapat menemukan jawaban kenapa akhir-akhir ini hidup nya tidak semulus biasanya.
"Nindya...!!!" Dino berteriak dan tidak berani lagi menghentikan Nindya, ia takut gadis itu akan semakin marah.
Nindya berharap dalam guyuran hujan ini hatinya bisa lebih segar, otak dan pikiran di dalam kepalanya di bersihkan serta kembali pada tingkat kewarasan dimana ia ingin bekerja untuk menyokong kebutuhan rumah.
Tiba-tiba motornya mendadak menjadi ngadat, secara pelan-pelan berhenti, tubuh Nindya seperti sedang naik kuda, tersentak maju dan mundur.
"Lho... Lho... Lhooohh... Kenapa ini." Nindya panik.
Motor itu akhirnya macet dan berhenti.
"Ya ampun... Sial banget sih...!!! Mana hujan masak harus jalan sambil dorong motor...!!!" Nindya menangis kesal.
"Mana ada jam segini bengkel buka, pun bengkel ada di bawah sana, apalagi hujan-hujan. Mana jalanan sepi penduduk..." Kata Nindya bergidik ngeri melihat ke arah belakang yang sangat gelap, memutar kepalanya ke sekeliling dimana banyak pohon bambu.
Akhirnya Nindya nekat mendorong motornya dan berharap agar lekas turun ke bawah, dimana daerah yang banyak penduduk. Pabrik memang berada cukup jauh dari hunian penduduk.
Pabrik itu di bangun di kawasan Industrial yang lahannya memang di peruntukkan bagi Industi-industri agar tidak mengganggu warga sekitar, pemerintah telah memilah dan memisahkan antara kawasan industri dan kawasan padat penduduk.
Memang setiap hari pabrik di kelilingi oleh penjual, namun selepas pukul 4 sore mereka mengemasi dagangannya dan kembali pulang.
"Apa minta tolong sama Dino aja ya... Bentar dulu, aku dorong sampai bangunan pos kecil di pinggir jalan itu..." Kata Nindya.
Hujan masih lebat, Nindya masih mendorong motornya, gadis itu mulai merasa lapar dan lelah, apalagi tubuhnya juga menggigil.
Tiba-tiba dari belakang ada lampu mobil yang menyinarinya. Nindya menoleh dan itu adalah mobil yang sama, ketika tadi pagi mengikutinya saat berangkat bekerja.
"Aduh... Apa lagi ini... Bukannya mobil itu yang membuntutiku tadi pagi, mobil yang mencurigakan, Ya Tuhan aku masih ingin hidup..." Kata Nindya takut dan mendorong motornya lebih cepat lagi hingga setengah berlari.
Kemudian mobil itu menyelip dan menghalangi Nindya. Sontak membuat Nindya bertambah kalut dan takut. Tubuhnya gemetar dan dengan cepat menstandarkan motornya dan pergi berlari sembari berteriak.
"Tolooonggg ada penculikkk... Toloongg ada pembunuhh....!!!" Nindya berlari sambil berteriak meski ia tahu tidak akan ada yang mendengarnya.
Seorang pria keluar dari dalam mobil dan mengejar Nindya, membekap mulut Nindya dan menyeret nya menuju bangunan pos kecil yang terbengkalai yang ada di pinggir jalan.
"Mmmm!!! Mmmm!!!" Nindya masih mencoba berteriak dan melawan hingga mencoba menedang-nendang meski dalam mulut terbungkam oleh tangan kekar dan berotot pria itu.
"Nindya!!! Aku Dirga!!!" Geram pria itu di dekat telinga Nindya.
Seketika mata gadis itu terbelalak dan berhenti berteriak, ia juga mencium bau parfum wangi yang mahal dari tubuh Dirga, parfum yang mulai sangat familiar di hidungnya, serta suara pria itu yang tidak asing pula baginya.
"Aku buka, jangan teriak lagi. Okey?" Kata Dirga.
Nindya mengangguk tanda mengerti.
"Kenapa Tuan Dirga mengagetkan saya... Yang tadi pagi itu juga anda kan... Mobil dan plat nya sama." Nindya menarik nafas panjang, mengatur ritme pernafasan, jantungnya masih terasa sangat sakit dan berdesir karena ketakutan setengah mati.
Dirga canggung dan menjawab singkat.
"Iya, salah siapa kamu tadi pagi nyetir motor sambil melamun..." Kata Dirga asal.
Tapi memang tadi pagi Nindya mengendarai motornya sembari melamun, dan Dirga hanya sedikit ingin bermain-main dengan Nindya, apalagi mengingat Nindya adalah gadis yang di sukai oleh Dino sang adik, perasaannya semakin tergelitik ingin mempermainkan Nindya.
"Kamu pakai lari, sekarang aku juga basah kan..." Kata Dino.
Pria itu kemudian melepaskan pakaiannya dan memerasnya.
"Astaga naga... Pria tampan, mapan, sukses, tubuhnya bagus, kulitnya putih, bisa juga memeras pakaian?" Kata Nindya tertawa kecil di dalam hati, merasa geli dengan pikirannya sendiri.
"Apa dia juga bisa menjemur?" Batin Nindya lagi sembari menahan tawa.
Kemudian Dirga membentangkan kemejanya dan menjemurnya di atas tali rafia yang ada di sana, entah untuk apa tali tersebut. Namun kenyataannya itu ada di sana.
Nindya kemudian benar-benar tertawa dengan pikirannya sendiri.
"Aku antar pulang saja... Hujannya sudah berhenti" Kata Dirga.
"Terimakasih, tapi bagaimana motor saya..."
"Tinggal saja di sini." Kata Dirga.
"Tinggal? Jangan tuan... Saya cuma punya motor satu." Rengek Nindya.
"Ya sudah aku panggilkan orang biar ke sini bawa mobil pick up buat angkut motor mu." Kata Dirga mengambil handphone nya dari saku celana nya yang basah.
~bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Sweet chicie💞
up disini,, tar lanjut lagi semangat
2021-10-18
0
Nonie Fidding
marah marah gak jelas km tu
2021-10-15
0
AhmadFariz
hm
2021-10-13
0