“Siapa kamu?” wajah Bastian heran melihat wanita yang berbeda yang ada dirumahnya.
“Duduklah pak Bastian dan minum madu lemon nya, agar kita bisa bicara anda punya masalah besar dengan namanya minuman
“Saya bertanya siapa kamu?" Suaranya meninggi, melihat ada orang asing di rumahnya.
“Ok. Perkenalkan nama saya Rara winarti, orang yang kamu terima kerja beberapa hari yang lalu," ucap Hara dengan gaya yang amat santai.
“Tunggu, tunggu .... Maksudmu Bu Rara adalah kamu?" tanya Bastian dengan kening berkedut.
“Iya”
“Siapa kamu sebenarnya, apa yang kamu rencanakan, kenapa kamu tiba-tiba berubah wujud?"
"Berubah wujud? Lu pikir gue alien apa, bisa berubah bentuk," ucap Rara, sikap aslinya keluar, gaya bicara yang cuek.
“Gue, ingin tetap kerja di rumah ini, Pak Bastian, gue butuh pekerjaan," ujar Rara tanpa basa-basi lagi.
“Aku tidak mau, kamu mau apa?" Bastian balik menantang.
“Bapak hanya ada dua pilihan; pertama, gue bekerja di sini dan semuanya akan baik –baik saja. Tapi kalau Bapak tidak mau kita tinggal pergi ke kantor polisi," ucap Rara santai.
“Apa kamu menjebak ku?”
Wajah Bastian mengeras dan hampir meledak, bukan Rara namanya, kalau tidak bisa menjinakkan laki-laki itu.
Wajahnya tenang, tidak ada rasa takut, duduk dengan gaya absurd nya, kakinya diangkat satu di atas kursi, mirip orang lagi duduk di warung kopi, alis Bastian menyengit, heran melihat gaya wanita yang di depannya.
“ Iyeee ... tidak ada yang menjebak mu, Pak Bastian, Bapak, menerima gue kerja di sini. Tapi ... melakukan tadi malam, kita bisa ke kantor polisi untuk hal itu."
“A-a-apa terjadi tadi malam, Kamu ....?”
Iya”
“Apa yang sudah saya lakukan.”
“Bapak, benar-benar lelaki yang jahat ternyata, melakukannya padaku tadi malam" Rara menggeleng, pura-pura sedih.
“Ja-jadi kamu ingin saya bertanggung jawab?" Bastian menyeka keringat di keningnya.
“Iye tentu, buktinya ada padaku, rekamannya ada padaku," ujar Rara.
“Jadi kamu ingin aku melakukan apa? Menikahi mu?"
“Sory, gue uda punya anak. Lu, bukan tipe laki-laki idaman gue."
Mata Rara melihat dengan tatapan seperti menyelidiki dan mengintimidasi Bastian.
“Apaaa? Kamu merendahkan saya?”
“Gue, hanya ingin bekerja di sini, dan tidak meminta pertanggungjawaban," ujar Rara masih dengan gayanya yang cuek.
'Aneh, baru kali ini saya di tolak wanita, apalagi wanitanya, kayak beginian' Bastian membatin.
**
Kerja keras untuk tetap tinggal di rumah itu berhasil. Terjadilah kesepakatan di antara mereka berdua, Rara tetap bekerja di apartemen Bastian, tetapi dengan syarat melupakan semua masalah malam itu. Rencana Rara akhirnya berhasil, rencana licik yang ia rencanakan agar bisa tetap bekerja di rumah Bastian
Sebelumnya. Ia sudah mencari informasi semua tentang Bastian Salim, apa yang boleh dan apa tidak boleh, dimulai dari wangian, dengan pengharum ruangan kesukaan yang di sukai Bastian, makanan kesukaannya spaghetti, dan minuman keras bisa membuatnya melupakan apa yang terjadi dan hilang kesadaran.
Rekaman cctv yang ia edit, seolah-olah ia melakukan perbuatan yang tidak senonoh padanya, semua dikerjakan sendiri dan akhirnya berhasil.
Dalam berkas kontrak kerjanya, ia bekerja selama dua tahun di Apartemen milik Bastian, dan tidak boleh dipecat dengan alasan apapun
Rara merasa di atas angin saat itu, akhirnya ia bisa lepas dari keluarganya, bersembunyi di apartemen mewah milik Bastian. Ia yakin, mereka tidak akan menemukanya. asal Mario temanya tidak memberitahukan keberadaanya pada keluarganya.
*
Hari itu, Bastian sengaja pulang ke rumah lebih awal, Ia merasa kalau ia dikerjai sama wanita itu, Bastian merasa tidak tenang.
Ia paling benci menerima kekalahan, tetapi apes buatnya karena tidak bisa mengingat sedikitpun tentang kejadian itu, itulah dirinya, minuman musuh terbesarnya.
Seperti kebiasaannya, Ia membuka pintu, tapi tidak bisa, akhirnya Ia menekan tombol bel
“Kenapa Pintunya dikunci dari dalam." Bastian menekan-nekan bel dengan sikap tidak sabar,
“Takut Lu pulang, main masuk tidak memberitahu dulu ” Jawab Ara lagi-lagi dengan gaya juteknya.
Mendengar alasan itu, Bastian terkejut pada wanita yang bekerja untuknya, Karena pemakaian kata 'lu, gue' untuk seorang majikan,
“Apaaa? ini, kan rumahku, kenapa harus bilang sama kamu!” Protesnya dengan ketus.
“Gue, kan, wanita kalau lu macam-macam bagaimana?”
“Aaais." Bastian mendengus seperti , kuda nil, lalu menatapnya Rara dengan tatapan tajam,
“Dengar, ya Tante, kamu bukan tipe saya, saya tidak suka wanita tua, seperti kamu."
“ Baguslah, Lu juga bukan tipe gue, gue suka orang yang kuat, bukan yang lettoi kayak Lu," ujar Rara membalas hinaan Bastian.
“Apa, kamu meragukan kejantananku?"
“Ckkk, punya Lu kecil, kagak berasa lah," ucap Rara dengan acuh dan sikap bodoh amat.
“Haaa?" Bastian melongo
'Apa maksudnya menghinaku seperti itu, apa malam itu ... ah, dasar wanita sialan' ucapnya dalam hati.
Bastian kesal karena baru kali ini ia dihina seorang wanita seperti itu, kalau biasanya ia selalu di puja bagai titisan Dewa Arjuna, karena ketampanannya, tetapi, saat ini seorang wanita bahkan tidak menatapnya.
"Sialan!" ucap Bastian marah, ia melempar bantal sofa yang ia duduki.
“Lu yang sialan." balas Rara balik melempar bantal
“Lu itu pembantu di rumahku, Tapi kamu tidak ada sopan santunnya!"
“Pembantu juga manusia, sama kayak lu, sama-sama makin nasi, Lu mati besok paling juga dikubur, Jadi, jangan sombong," ucap Rara menatap tajam.
“Kok, jadi kamu yang lebih marah sih?"
"Malas berdebat sama lelaki kayak Lu yang ... ah, sudahlah," ucap Rara meninggalkan Bastian dan masuk kamar, sengaja menggantung kalimatnya, hal itu memancing kemarahan Bastian, wajahnya memerah tangan terkepal kuat.
"Dasar wanita gila!" teriaknya marah.
Mulai saat itu, konflik antara keduanya dimulai, tidak ada batas lagi antara majikan dan asisten rumah tangga, "
Lu jual gue beli,"
Prinsip preman ala Rara, yang tidak mau direndahkan oleh siapapun.
Sejak saat itu, selalu ada kehebohan di apartemen milik Bastian, saling mengerjai satu sama lain, dan saling membalas
*
Sebulan kemudian,
Pukul 06:00 WiB
Seperti biasa, Bastin sudah melakukan kegiatan olahraga.
Pagi itu, lagi-lagi Rara malas untuk bangun, ia sudah sempat bagun, tetapi rasa mengantuk nya lebih kuat dari pada keinginannya, mengerjakan kewajibannya menyiapkan serapan pagi untuk majikanya.
“ Hei ... Bangun," teriak Bastian dari balik gorden di depan balkon, ”Gila ni orang, uda diteriakin belum juga bangun, ini sudah jam berapa?"
Rara tidak menggubris, malah menarik selimut dan menutup tubuhnya.
Bastian datang ke kamar Rara, kerena kesal, membuka kamar Rara membawa segelas air, mengguyur wajahnya.
Byuuur ….
“Aaaah! hujan ...," teriak Rara panik dan terduduk.
“Ya, hujan, hujan," kata Bastian ketawa melihat kepala Rara yang basah kuyup.
“Aaah dasar, aku basah!" Ara berteriak kesal
“Makanya bagun, buatin aku serapan," ucap Bastian
“Baiklah, baiklah aku bangun," ucap Rara, tetapi dalam otak Rara hanya ada satu pembalasan atas perlakuannya.
Rara, masuk ke kamar mandi membasuh wajahnya, kebetulan di bawah kakinya melintas kecoa.
Ia sudah tau kalau Bastian orang yang takut pada binatang merayap, termasuk kecoa dan sebangsanya, Rara memungutnya dan keluar membawanya ke dapur,
melemparkannya kearah Bastian
"Eeeh, ada kecoa ..." ucap Rara dengan wajah santai.
Seperti melihat setan, Bastian melompat ketakutan dan bahkan berakhir di atas meja makan.
Ia memang benar-benar takut, sebagai lelaki pencinta kebersihan, ia sangat membenci binatang menjijikan itu, bukan takut sebenarnya, tetapi Jijik dan geli, ia terus bergelidik merasakan bulu kuduknya merinding. Tubuhnya masih bertengger di atas meja makan,
Untung meja makannya terbuat dari kayu mahoni yang kokoh. Kalau saja itu itu dari kaca, sudah hancur.
“Ah, siaaalan, singkirkan binatang sialan ini," teriak Bastian, ia meneriaki Rara, wanita itu bersikap bodoh dan cuek, pura-pura tidak mendengar
”Eh, singkirkan itu.
eh tante, hei budek ... Rara!" segala nama ia sebutin untuk memangil Rara.
“Oh, panggil gue." Ia berjalan melenggang-lenggong mendekat dan memungut kecoak, tanpa ada rasa takut, tidak ada rasa jijik dan takut pada Rara.
Bastian melihatnya dengan raut wajah menahan geli.
“Eh, ckk, menjijikkan," ucap Bastian mengedikkan pundaknya, Rara menyingkirkannya dan mencuci tangan.
“Bu, kamu tidak takut? hei Bu, saya bertanya padamu."
Rara merasa kesal
“Ba, Bu, Bi, Emang gue Ibu lu, apa?" Ia membentak Bastian
“Terus, saya harus panggil apa dong?”
Emang situ sudah terlihat tua, kan,? wajar dong saya panggil Ibu, dari pada saya panggil, Babu." Bastian memajukan bibirnya meledek Rara.
“Baiklah Bocah, terserah Lu deh, anak mami kayak Lu mah ... bebas," ujar Rara membalas, kuping Bastian panas mendengarnya.
“Kok, panggil bocah, memang saya anak kecil, apa?”
“Badan Lu emang tidak kecil, tapi burung lu yang kecil, jadi Lu pantas dipanggil anak kecil," ucap Rara, memancing Bastian marah.
“Sialan ni orang!" Wajah Bastian memerah, karena direndahkan.
Bastian, berpikir baru satu bulan bekerja, Rara sudah terlalu berani padanya.
Ia ingin mengeluarkan Rara dari rumahnya, tetapi sayang, tidak tahu caranya, karena ia sudah terlanjur menada tangani surat kontrak kerja.
Kriiing ...! Kriiing...!
Rara mengumpat kesal, ketika lagi serius menonton ada yang menelepon, padahal ia lagi menghayal di peluk oppa Leminho.
“Ckk ... siapa sih." Rara mendumal kesal.
“Halo siapa?” tanya Rara.
“Rara turun bentar, ini gue Rio," jawab seseorang di ujung telepon.
“kenapa?"
“Lu turun, kalau gak gue akan dapat masalah besar," ucap Rio petugas keamanan apartemen yang membawanya kerja.
“Ok gue turun." Rara menutup telepon.
Mario, teman Rara waktu kecil dari SD sampai SMP, Lelaki berbadan tegap itu terlihat sangat cemas.
“Kenape muke lou kayak kaos kering."
“Lu gimana sih Ra, kan, gue uda bilang lu ntuh kudu hati-hati," dengan (logat bahasa betawi yang kental)
“Emang Gue kenape? Perasaan ...Gue ngak ngape-ngapae dah...."
“Iye, barusan Pak Bastian telepon ke kantor, minta nomer gue. Dia nelpon suruh bawa Lu keluar dari apartemennya."
"Lah emang gue ngapain?" Hara menatap tajam.
“lu di liat dari camera pengawas di kamarnya lagi pegang semua barang-barang, die. Paham Lu!"
“Oh iyeee, ada camera." Rara nyengir, bagai kuda nil.
“Iyeee, kan, gue dah bilangin, sebelumnya ame Lu, kudu, hati-hati, ini semua kawasan orang kaye.
“Lah sory gue gak tau, Bro."
“Uda ayo keluar dari sana, dari pada ntar masalah besar.
“Eiiit jangan begitu, gue mau ketemu sendiri sama orangnya , kudu ngomong yang jelas sama tu orang, enak aja suruh gue keluar."
“Rara, kagak usah cari masalah sama itu orang, Lu kagak mampu, mending keluar dari sana, udah," ujar Rio.
"Gue kagak maulah, tenang saja ... Gue, mau urus semuanya, berikan sedikit informasi tentang dia."
"Dengar Rara, Gue gak mau kehilangan pekerjaan, entar bini ame anak gua mau makan apa?"
"Tenang aja bro, bisa gue urus," ujar Rara bersemangat.
Ia memutar otaknya, bagaimana caranya supaya, tidak dikeluarkan hanya karena hal sepele itu. Menurut Rara memegang barang orang lain, hanya hal biasa, asalkan tidak ada niat untuk mencuri.
Tetapi untuk seorang Bastian, itu sesuatu hal yang tidak bisa dimaafkan,
Bastian berpikir, ia akan terkena; bakteri, kuman, virus, karena sentuhan itu.
Sepanjang perjalan pulang, lelaki berkulit putih bersih itu, sudah memikirkan akan segera mengusir Rara, menilai wanita itu lancang dan terlalu berani menyentuh barang-barang miliknya.
Setelah dua hari kerja di luar kota kota, Bastian akhirnya pulang ke apartemen.
Saat tiba di pintu kamar apartemen, ia menempelkan card untuk membuka pintu itu, niatnya ingin memergoki Rara, sengaja tidak menekan bel agar ia menangkap basah wanita yang bekerja di apartemennya.
Kreeek ....
Pintu berdeciit dan terbuka, Namun, tiba-tiba hidungnya di sambut wangi yang sangat enak, lalu Bastian mengendus-endus kan hidung nya.
Wangi lavender dari lantai yang baru saja dipel Rara. Ruangan itu bersih dan bau dari dapur menggungah seleranya juga.
'Bau harum apa itu? Bikin lapar' Bastian membatin, lalu mengikuti arah ke dapur.
Rara masak spaghetti di dapur, bau bawang goreng seakan-akan menari di arah penciumannya.
“Eh, Pak Bastian! selamat datang kembali Pak, kebetulan, ini masih panas." Rara sengaja menata masakannya secantik mungkin, melihatnya saja, sudah membuat cacing di perut lelaki berwajah tampan itu, berteriak meminta makan.
Bastian menjaga gengsinya, ia sengaja menolaknya, karena niatnya akan memecat Rara, tetapi saat ia tiba semuanya buyar.
Apa yang dipikirkan sangat berbeda, tadinya ia berpikir Rara akan tidur-tiduran dan malas-malasan seperti yang ia lihat dalam cctv di ponsel, yang terhubung ke apartemen.
Tetapi berbeda saat ini, rumahnya sangat bersih.
"Saya sudah makan," ujar Bastian, lalu ia masuk dalam kamarnya, tetapi Rara tidak mau kehilangan akal otak liciknya berpikir cepat.
Tapi beberapa menit kemudian Bastian keluar dari kamarnya, masih menggunakan pakaian yang ia kenakan saat datang.
Rara menyibukkan diri mengerjakan apa saja yang bisa ia kerjakan, ia bersikap sangat rajin.
“Saya ingin bicara sama Ibu,"ucap Bastian tegas, ia duduk di sofa dengan tangan berlipat di dada
“Baik Pak” Rara duduk seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
“Begini Bu, sesuai kesepakatan kita. Saya tidak suka barang-barang milik saya, disentuh orang lain.
Rara masih mempertahankan sikap tenang, ia sudah mempersiapkan diri sebelumnya.
“Baik Pak, boleh saya bicara?"
“Silahkan ....!"
“Pertama, saya sangat mengingat aturan Bapak, karena itu saya tidak ingin melakukan kesalahan,"ujarnya, bicara formal layaknya seorang bawahan.
“Ibu jangan mencari alasan, saya sudah melihat semuanya, Ibu tidak tau, kan, ruangan ini dipasang cctv," ucap Bastian.
“Mungkin Pak Bastian salah melihat, Saya benar-benar tidak melakukan apa-apa, hanya memasuki ruang fitness untuk membersihkannya," kilah Rara, membuat alasan.
“Kalau memang ruangan ini dipasang cctv, Bapak boleh kok melihatnya lagi."
Bastian bagun dari tempat duduknya, melakukan apa yang dikatakan Rara.
Tetapi tiba- tiba segala rekaman hari itu tidak ada, hilang begitu saja,
Bastian tidak tahu, wanita yang ia pikir ibu-ibu itu, seorang lulusan Tehnik Informatika. Mengotak- atik computer milik lelaki itu hal kecil untuknya.
Rara sudah menghapus rekaman dan membuat cerita yang baru di dalamnya, melakukan pekerjaan yang benar pada waktu yang sama.
Bukan hanya itu yang ia kerjakan, Rara juga sudah mempersiapkan diri agar tidak diusir dari apartemen.
'Apa yang terjadi?' kenapa semuanya jadi berubah?' Bastian membatin dengan raut wajah bingung.
"Mungkin saat itu bapak capek makanya salah melihat"
"Masa sih?" Bastian mengarungi-garuk kepalanya yang tidak gatal, jelas sekali terlihat ada kebingungan di wajah tampannya.
"Sudah lupakan, Pak Bastian pasti lapar, ini saya sudah masak spaghetti." Rara, meletakkan satu piring di atas meja kecil di depan Bastian.
Satu kebetulan karena ia juga sangat lapar, melihat tampilannya sudah membuatnya bertambah lapar, tidak ada waktu untuk menolak.
Rara menyalakan televisi, membawa semangkok cemilan dan beberapa botol bir, Bastian masuk jebakan Rara, ia meminum lebih banyak dari Rara, hingga ia mulai hilang konsentrasi dan hilang kesadaran, Rara menyodorkan satu lembar kontrak kerja, tidak bertanya untuk apa ia menandatanganinya.
Benar kata Mario, ia punya masalah besar pada namanya minuman keras, Bastian kalau sudah mabuk, ia bukan dirinya lagi, ia bertindak gila membuka pakaiannya di depan Rara, bernyanyi dan mengoceh tidak jelas.
**
Pukul 06.00
Apartemen,
"Aaaah ... leherku sakit," ucap Bastian membalikkan tubuhnya.
Wajahnya panik dan pucat karena ada Rara pembantunya juga tidur terlelap di sampingnya, satu ranjang dengannya.
Bastian, tiba-tiba merasa mual, seorang pembantu tidur di kamarnya
“Apa aku melakukanya tadi malam? sial mati aku." Bastian panik,
kepalanya masih merasa sangat pusing karena terlalu banyak minum tadi malam, paling gilanya lagi; Bastian tidak mengenakan satu pun pakaian dalam tubuhnya
Bastian menyingkapkan selimut yang menutupi tubuhnya, mata membulat panik
“Ah ... sial!” teriaknya
Ia berlari ke kamar mandi, tangannya menggaruk kepalanya dengan kasar. Ia tidak bisa mengingat apapun kejadian tadi malam.
Bastian duduk lemas di lantai marmer berwarna coklat, pikirannya dipenuhi pertanyaan, aneh tidak satupun yang punya jawaban.
'Bagaimana jadinya kalau Bu Rara yang seumuran dengan ibuku, memintanya bertanggung jawab'
Tiba-tiba ia merasa perutnya berguncang, ia muntah, karena merasakan gejolak dalam dalam dadanya dan otaknya.
Hampir satu jam ia berada dalam kamar mandi, sementara Rara sudah keluar dari kamar.
“Bagaimana ini?" Bastian mondar-mandir bagai gangsing rusak, memikirkan kejadian tadi malam, membuatnya ingin menghilang dan tidak ketemu dengan Rara.
Setelah berpakaian rapi, ia keluar dengan cara mengendap-endap, agar tidak bertemu Rara.
Ia berjalan berjinjit ingin keluar dari kamarnya.
“Selamat pagi Pak Bastian," sapa Rara
dari dapur, membuatnya merinding.
"Duduklah di sini pak, saya sudah menyiapkan minuman yang bisa menghilangkan rasa mabuk, mari kita bicara," ujar Rara
Tidak ada pilihan, dengan berat hati mengikutinya, Bastian duduk di meja makan di kabinet dapur, kedua alis menyengit bingung.
Saat melihat Rara Wanita yang berbeda dari yang pertama ia lihat kemarin. Rara yang Ia terima kemarin seorang ibu-ibu yang seumuran ibunya.
Tetapi wanita yang di lihatnya saat ini seorang wanita dewasa yang berpenampilan sangat santai, dengan celana Jeans Hot pants yang memperlihatkan seluruh pahanya.
Rara tidak putih, tapi kulitnya manis bersih. Bajunya kemeja kotak- kotak, dengan lengan baju yang digulung sampai ke sikutnya.
“Siapa kamu? Wajah Bastian bingung dengan mata menyelidikinya, wanita yanga berbeda dirumahnya.
“Duduklah Pak Bastian dan minum madu lemon nya, agar kita bisa bicara, anda punya masalah besar dengan namanya minuman keras," ucap Ara dengan santai.
Bersambung ....
Bantu vote like iya kakak agar ceritanya berlanjut. Yakin, akan sangat menghibur dengan kelakuan si Rara
Bersambung ....
Tolong bantu b Vote like Kakak agar viewers naik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 270 Episodes
Comments
N Wage
lah kok ngilang lagi?
2024-06-14
0
Susana Sari
wkwkwk 😁😁😁
2021-09-17
0
Nasira✰͜͡ᴠ᭄
kocak pembatu kayak yang punya apertamen😂😂😂
semangat thoor
2021-08-30
0