“Baiklah, lakukan apa yang kamu mau," ucap Rara dengan sikap acuh, ia tidak protes, Rara menatap ponsel miliknya dan sibuk membaca pesan masuk.
“Apa ada yang ingin kamu tanyakan?”tanya Bastian masih bingung dengan sikap wanita yang ada di rumahnya.
"Tidak ada." Matanya masih menatap layar ponsel di tangannya.
“Baik aku yang bertanya sekarang, kamu sebenarnya siapa ... ? Apa tujuan kamu bekerja di sini?”
“ Nama gue Rara, seorang ibu, anak gue umurnya lima tahun, tujuan gue bekerja di sini karena kabur dari keluarga GUEE ... Udah?”
“Kamu bilang tadi punya anak? “
“Iya”
“Suami kamu tidak mencari kamu?”
“Gue tidak ada suami”
“Oooh jadi ... kamu janda?” tanya Bastian nada merendahkan, "Janus"
“ Apa itu Janus ?” Rara bertanya penasaran
“Janda Nusantara “jawab Bastian tersenyum licik
“Enak aja janda, Eh bocah ...!"
“Ckkk ...! berhenti memanggilku bocah. Aku ini orang dewasa, umurku uda dua puluh empat tahun kamu paham? kamu belum kapok iya?"
“ Masih jauh di bawah gue! Masih pantas dipanggil bocah,”
“Tetap saja. Saya ini laki-laki dewasa, apa perlu saya buktiin pada kamu lagi, saya ini sudah dewasa, sudah buat kamu bunting, apa kamu mau coba? Nanti kamu menangis dan memohon ampun kayak waktu sore itu," ujar Bastian.
Rara menatap Bastian dengan tatapan santai, saat ia tahu umur lelaki berwajah tampan tersebut, tidak ada tanda-tanda takut untuk peringatan yang di berikan Bastian, Tapi matanya menyepit seolah -seolah, ia meledek Bastian.
"Gue kesal, kalau lu mengancam gue ingin memperlihatkan batang milik lu," ujarnya mendesis kesal
**
Malam berlalu begitu saja, Rara melupakan kejadian sore itu.
Tatapi hari-hari mereka lalui dengan pertengkaran, perdebatan ,taruhan.
Membuat Bastian lepas dari kepribadian perfeksionis yang melekat padanya.
Rara selama berbulan-bulan di rumah Bastian tetapi bukan terlihat seperti majikan dan pembantu, tapi terlihat seperti teman berantem.
Bastian sejak dulu tidak percaya pada orang lain, tetapi sejak ada Ara di rumahnya, jadi teman berantem tiap hari untuknya, saling mengerjai satu sama lain, seiring berjalanya waktu ia mulai berubah.
Gubraaak ....!
Suara dari dapur, Rara bangun, mengikuti asal suara dari dapur.
Wajahnya masih setengah sadar dan bagian dadanya tercetak dengan jelas, di balik baju tidur berbahan tipisnya, tangannya menggaruk-garuk kepala.
“Apa itu?" Ia menyeret langkahnya dengan malas ke arah suara.
“Aaauuuh ....!" terdengar suara meringis di depan wastafel.
Bastian, menjulurkan tangannya ke kran air di dekat kompor, terlihat panci kecil berserak.
Itu artinya telah terjadi sesuatu di dapur.
“Ada apa?” tanya Rara masih dengan tangan menggaruk-garuk.
“Sial tanganku terkena air panas," pekik Bastian
“Emang mau apa?”
“Aku masak soup ayam, niatnya mau serapan pakai itu, tapi lantainya yang memakan duluan, tanganku kena kuah panasnya.”
Masih dengan mata setengah sadar, Rara mengambil kotak obat di laci paling atas "Sini tangannya gue obatin," mengoles salap ke tangan Bastian.
“Oh, sakit pelan-pelan ," ujar Bastian
“Eh cemen lu bocah."
“Sakit, gilaaa!" ucap Bastian marah.
“Makanya coba lu menang tadi malam, tidak terjadi hal seperti ini, makanya laki-laki itu harus serba bisa.
Jangan muka lu di kinclong in geli gue lihatnya," ujar Rara mengedikkan pundaknya.
“Berhenti meledek! Kamu terus saja meledek dan menghina, awas saja nanti, kalau aku menang ... saatnya itu tiba, aku akan menendang mu dari apartemenku," ucap Bastian memicingkan bibirnya dengan kesal
Saat Rara memanggil Bastian dengan panggilan lu dan gue. Namun, tidak untuk Bastian, lelaki muda berwajah tampan itu selalu memanggil dengan panggilan biasa.
Rara dan Bastian bermain taruhan tadi malam, dengan syarat, siapa yang kalah,, harus menuruti perintah yang menang.
Bastian sang majikan lah pihak yang kalah, ia harus menyimpan statusnya sebagai majikan, melakukan pekerjaan rumah semuanya , kurun waktu satu minggu penuh, itu hukumannya.
Sungguh tidak bisa dipercaya , tidak tahu mana majikan, mana yang jadi pembantunya, ini pekerjaan ketiganya pagi ini, setelah sebelumnya ia sudah mencuci piring setumpuk bekas makan mereka berdua tadi malam , entah berapa banyak minuman soda yang mereka habiskan, dan beberapa banyak pizza yang mereka makan selama bertarung bermain kartu, tetapi tidak sekalipun Bastian mendapat kemenangan.
Tidak ada yang mau mengalah. Bastian yang selalu beranggapan Rara selalu merendahkannya, sebenarnya tidak ada niat Rara merendahkannya Bastian.
‘Bagaimana mungkin pembantu merendahkan majikan tampan seperti kamu’ Rara membatin
Tetapi memang begitulah gaya Rara bicara bicara, seenak udelnya tidak memikirkannya dulu sebelum bicara.
Untuk orang yang tidak mengenalnya akan sering sakit hati mendengar gaya bicaranya yang ceplos-ceplos
Itu juga yang di alami Bastian saat itu, ketika Rara menyebutnya sebutan laki-laki Dewi. Lelaki yang selalu merawat diri seperti perempuan
Bastian ingin membuktikan kalau dirinya tidak selemah yang dipikirkan wanita itu. Tapi selalu gagal.
“Ah aku tidak bisa membereskan kekacauan ini . Kamu aja yang membereskan," ucap Bastian dengan wajahnya pura-pura sendu, Berharap Rara mengambil alih pekerjaan rumah saat itu.
“Jangan harap!" ujar Rara dengan sikap cuek.
“Eh .... Ini tugas kamu tau gak ... di mana-mana gak ada itu majikannya yang memohon pada pembantu, untuk mengerjakan pekerjaan rumah” Wajah Bastian kesal.
"Ya itu karena kamu kalah taruhan, Bocah," ujar Rara.
Bersambung ....
Tolong bantu Bantu vote dan Like dong Kakak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 270 Episodes
Comments
N Wage
kalau bastian bocah...berapa umur si rara thor?
2024-06-14
0
Sazia Almira Santoso
seru ceritanya
2021-10-24
0
Nasira✰͜͡ᴠ᭄
next
2021-09-04
1