Setelah meringis kesakitan ia pingsan, hal itu membuat lelaki itu panik dan menelepon Dokter keluarganya, sekaligus teman masa kuliah dulu
Bastian terpaksa menggendong, Rara ke kamarnya
“Maaf Bro, gue menganggu tidurmu, dia pingsan gua panik, padahal sudah memberinya obat, perutnya kram katanya.” Bastian menjelaskan dengan rinci pada temannya sekaligus dokter kelurganya, dokter itu hanya mengangguk tanda paham.
“Oke gue paham, tapi ngomong-omong, loe uda punya kekasih gak bilang- bilang , kekasihmu tidak apa-apa hanya datang bulan biasa, hanya penyakit bulanan wanita.” Dokter menjelaskan
Tadinya, tidak ingin menyelidiki lebih jauh tentang siapa teman wanita Bastian, tetapi sang dokter yakin yakin ia seseorang yang penting untuk temannya, karena Bastian sangat khawatir padanya, ia sampai berani menelepon dokter keluarganya malam-malam, itulah yang dipikirkan sang dokter.
“Apa semua wanita mengalami hal itu? apa dia akan sembuh, Dok?” Bastian menatap dokter dengan tatapan serius.
“Tidak semua wanita mengalami hal itu, hanya ada beberapa kasus, ia akan sembuh, tetapi sepertinya itu tiap bulan terjadi dan dialaminya wanita yang belum punya suami, mengalami sakit yang luar biasa, seperti yang di alami teman Wanita mu, kasihan!” kata Dokter.
“Kenapa bisa terjadi seperti itu, padahal dia sudah pernah menikah dan seorang ibu," ucap Bastian
Mendengar itu kedua alis dokter terangkat.
“Oh, diagnosa ku tidak pernah salah, tetapi sepertinya aku salah kali ini, artinya Elo uda punya anak bro? wajah teman dokternya terlihat sangat serius
“Bukan dia hanya teman," Kali ini Bastian, tidak mengaku Rara pembantunya pada dokter.
“Baiklah, Pak Bastian jaga teman wanita mu, saya mau pulang dulu,” ujar dokter tersenyum kecil pada Bastian.
Bastian menemani Rara tidur di kamarnya, ia juga sampai tidur di kursi kayu di samping tempat tidur Rara.
Kira-kira jam dua pagi. Rara bangun, ia ingin mengganti pembalut. Rasa sakitnya sudah berkurang, dengan tergopoh-gopoh dan kesusahan, ia melangkah menuju kamar mandi,
“Mau kemana?” tanya Bastian yang melihatnya masih membungkuk saat berjalan.
“Aku mau ganti pembalut ku,” jawab Rara tanpa sungkan lagi, seolah-olah Bastian itu seorang kekasih atau orang yang sudah dekat padanya, Bastian hanya mengangguk.
“Baiklah, hati-hati melangkah”
Dubraaak ….
“Aaah sial, aduh!” Rara merintih dari kamar mandi, baru juga diperingati untuk hati-hati. Rara sudah menabrak ember di kamar mandi , untung setiap kamar ada kamar mandinya masing-masing, kalau tidak, ia akan kesusahan.
“Kamu tidak apa-apa, Ra?” Bastian berdiri di daun pintu.
“Aduh, aku menabrak ember, aduh … bisa tolong aku?”
“Ya katakan saja,” ucap Bastian, tetapi wajah Bastian ragu dan penuh kewaspadaan, takut ia disuruh ke kamar mandi untuk menggendong Rara.
“Tolong ….”
“Apa?” tanya Bastian masih berdiri di belakang pintu kamar mandi.
“Ambilkan ****** ***** ku di laci,” ujar Rara dengan suara pelan.
“Haaa?” Wajah Bastian bagai tomat rebus, baru kali ia mengalami hal langka seperti ini, disuruh mengambil ****** ***** milik pembantunya.
“Bisa gak?” tanya Rara dari kamar mandi, wajah Rara pucat. Bastian berjalan menuju laci yang di katakan Rara.
“Ok baiklah yang mana? hitam apa yang putih?" ia menunjukkan kearahnya. Rara mengeluarkan kepalanya dari balik pintu kamar mandi.
“Mana saja boleh, ambil saja,” ucap Rara dengan lemah
“Tapi hanya ada tiga yang putihnya robek bawahnya,” teriak Bastian wajah Rara langsung malu, lesu, lemas, mendengar laporan Bastian.
“Mana jadinya?” tanya Bastian lagi semakin meninggikan suaranya.
“Mana saja boleh,” jawab Ara dengan, suara lema, rasa malunya menjalar sampai ke ubun-ubun.
“Ok yang hitam saja iya, itu saja yang sehat,” teriak Bastian lagi, Ara merasakan batin kewanitaannya semakin merana, karena Bastian seakan-akan mengejeknya .
“Ya baiklah, tolong pembalutnya sekalian pasangangin dua sekaligus kedalam celana nya, pembalutnya ada di atas kasur.”
“Haaa” Bastian kaget lagi untuk ke dua kalinya, saat mendengar permintaan Rara.
Ia diam memandangi kolor hitam yang di tangannya, pikirannya berkecamuk, ia seolah-olah masuk ke dunia yang baru, karena, baru kali ini ia melihat secara langsung roti lapis langganan wanita setiap bulan itu, ini juga pertama kali bagi Bastian memegangnya.
“Aku minta tolong, cepatann, aku kedinginan,” ujar Rara dari kamar mandi, ia terbangun dari lamunannya
“Baiklah” Lagi-lagi ia menurut bagai kerbau yang dicocok hidungnya. Ia memasang dua sekaligus pembalutnya dan menyodorkannya dari bali pintu pada Rara.
“Terimakasih,” kata Rara setelah ia keluar dari kamar mandi dengan raut t wajah yang memutih, pucat ia tak berdaya. Kalau biasanya wajah itu terlihat raut wajah berani dan menantang , tetapi kali ini, ia bagia seorang wanita yang sangat rapuh dan lemah.
“Sama-sama,” jawab Bastian masih menatapnya,
“Aku akan membantumu,” ucap Bastian, ia membantu Ara berbaring kembali ,
“Aku ingin minum air hangat, bisa gak?” Rara menatapnya dengan sendu. Dengan sigap Bastian bergegas ke dapur menuangkan air hangat dalam gelas memberikannya pada Rara.
“Apa kamu setiap bulan merasakan sakit seperti ini?” tanya Bastian penasaran.
“Iya, tapi tidak separah seperti saat ini, itu karena aku memakan banyak yang berlemak dan berminyak tadi”
“Kata dokter yang memeriksa kamu tadi, itu sakit bagi wanita yang belum melahirkan, tapi kamu, kan, sudah punya anak, harusnya tidak sesakit itu, apa mungkin ada penyakit lain? Dokter tadi, menyarankan kamu cek ke rumah sakit,” ucap Bastian.
“Iya, tapi rasa sakit itu terjadi hanya pada pas pertamanya saja, hari kedua dan seterusnya tidak lagi. Kamu istirahat saja di kamarmu, aku juga mau istirahat, terimakasih sudah menolongku,” ujar Rara dengan tulus dengan mata yang terlihat sangat berat.
“Tapi … apa kamu yakin? Soalnya wajah kamu masih pucat”
“Iya nanti kalau ada- apa aku akan memanggilmu.” Rara menyuruh bosnya, untuk tidur, karena ia tidak bisa tidur jadinya karena lelaki itu terus saja memberi perhatian, Rara takut perhatian bosnya ia salah artikan.
“Baiklah, kalau kamu mau seperti itu,” ucap Bastian ia bergegas ke kamarnya.
Pukul 05.15 WIB
Suara krusuk-krusuk di balkon membangunkan Bastian , ia penasaran dengan suara itu, ia pikir Ara masih sakit, saat ia keluar ternyata Rara.
“Sudah sembuh?” tanya Bastian masih setengah mengantuk.
“Sudah, sakit bulanan ku satu hari saja,” jawab Rara, tanpa menoleh pemuda yang jadi penyelamatnya tadi malam.
Ia sibuk menyirami kembang-kembang warna –warni yang ia tanam, di sesekelilingnya area Balkon, Rara punya sedikit sisi jiwa wanita peminim, terbukti dengan hobinya menanam tanaman yang memiliki keindahan itu, saat ini, ia mengkoleksi berbagai jenis tanaman anggrek dan dari berbagai jenis, kembang bahkan ia mengoleksi bunga yang mahal, walau sebenarnya itu , hasil pemerasan dari Bos tampannya
Kembang koleksi milik Rara, harganya lumayan mahal, setiap kali Bastian kalah dalam suatu permainan , Ia akan meminta dibelikan bunga sebagai ganti.
Anggrek Hitam asal Papua bahkan, ia memilikinya yang harganya bisa sampai ratusan juta, sebenarnya pemberian teman Bastian yang diberikan padanya dan dirawat oleh Rara. Kini balkon apartemen Bastian berubah lebih cantik dan lebih asri, dipenuhi berbagai jenis tanaman bunga Hias yang berwarna warni .
Bersambung ....
Bantu vote, like dan klik tombol favorit iya kakak terimakasih.
Baca juga karya saya yang lain ya kakak,semoga kakak suka dan terhibur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 270 Episodes
Comments
Juniar Nainggolan
semakin keaiani makin seru ceritanya
sukses lebih lagi dgn semua karyamu Thorr
bahkam ada lagi karya karya yg baru
2022-04-11
0
Sazia Almira Santoso
uup
2021-10-24
0
Rhesy Raffhasya
Knpa blm up thor dtnggu nih up nya
Aq suka krya mu thor 😍😘
2021-09-14
0