Saat ingin naik ke lantai atas Rara sudah mulai gugup, ia melakukan mantra mandra guna seperti biasa. Kalau merasa gugupnya dan berasa bersalah ia punya trik sendiri untuk menghilangkan kegugupan dalam Pikirannya, saat ia melirik kanan-kiri tidak ada orang , barulah ia melakukanya, ia jongkok lalu berdiri, jongkok lalu berdiri lagi, ia melakukanya beberapa kali, hingga pikirannya teralihkan dan rasa gugupnya berkurang.
Rara sudah berusaha menghapal dialog untuk menjawab pertanyaan Bastian ia berharap itu berhasil.
Tiiing ….!
Lift terbuka dan membawanya ke lantai paling atas, ia sudah terbiasa menaiki lift untuk melakukan segala kegiatan, tetapi kali ini ia merasa berbeda, merasa suhu di ruangan lift itu sedikit lebih dingin, tentu saja karena Rara merasa gugup, ia takut Bastian marah dan mengusirnya dari apartemen.
‘Waduh … kalau dia sampai mengusirku, aku harus kemana? Haduh, jangan sampai bocah itu mengusir gue’ Rara membatin, beberapa , menggosok-gosokkan telapak tangan yang tiba-tiba berkeringat.
Rara sudah punya kunci duplikat apartemen milik majikannya, ia sengaja meminta satu card dari Bastian agar ia bisa keluar masuk kapanpun ia mau.
Tiiing ….
Lift terbuka, ia tiba di lantai atas, ia berdiri di depan pintu menarik nafas kasar dari mulutnya, ia mengeluarkan card dari dompet miliknya dan mengarahkan ke daun pintu.
Tiliid …. Tiliiid ….
Ia harus menempelkannya sampai dua kali, karena terlalu gugup, ia merasa ada sesuatu yang akan terjadi padanya, saat pintu terbuka, Rara bingung, karena ia pikir Bastian akan marah, karena ada tamu tidak diundang, seorang wanita cantik, sering terlihat di televisi, artis sinetron yang ngetop dengan segala kasus sensasinya dan gossip.
Viona Marisa, wanita cantik itu lagi duduk berdua dengan Majikannya. Bastian yang seperti biasa sering alergi pada wanita. Raut wajahnya tidak menunjukkan rasa senang, walau sudah bersama seorang wanita cantik.
“Aku Pulang,”sapa Ara wajah kesal ditunjukkan Bastian. Tatapan matanya sinis melihatnya. Sedangkan wanita yang bersamanya, menatapnya dengan tatapan menyelidiki dari atas sampai kebawah.
“Ini wanita yang mereka bilang?” Marisa tertawa mengejek, seakan-akan
“Dia pembantu saya “ Jawab Bastian dengan tatapan tidak peduli.
Ia masih tertawa mencoba menggoda Bastian, Rara seakan-akan tidak dianggap ada di sana.
“Kamu kenapa masih berdiri di sana buatin kami minuman lah,” ujar Marisa dengan angkuhnya.
“Buatin aja sendiri, Loe, kan, punya tangan,” sahut Rara dengan gaya acuh, pada artis pembuat sensasi itu,
“Eh, Loe gak sopan iya, gue ini pacar majikan Loe,” ujarnya kemudian, matanya melirik Bastian yang tidak ingin ikut campur pada pertengkaran kedua wanita itu,
“Mau pacar, keponakannya, tante, kakak, gak urus gue,” ujar Rara bodoh amat, Bastian malah senyum melihat keberanian Ara yang mengalahkan Viona. Ia baru menyadari bukan dia yang lemah selama ini, dalam hal berdebat, tetapi karena Rara Lah yang terlalu tangguh.
“Kok kamu diam aja, gue diperlakukan seperti itu,” rengek Viona manja pada Bastian, melihat tingkah manja nya ingin rasanya menyumpal mulutnya dengan kain lap. Rara tidak perduli dengan tatapan sang artis padanya. Bagi Rara ia tidak mengenal wanita itu dan wanita itu juga bukan siapa-siapa baginya.
“Terus aku harus bilang apa.” Ujar Bastian tidak membelanya.
*
Rara berjalan melenggang meninggalkan mereka berdua, ia meletakkan barang belanjaannya ke kamarnya dan ia berganti pakaian, pakaian yang ia kenakan, kemeja kotak-kotak dan lengan di gulung celana pendek robek bagian depan,ia seperti preman pasar. Ia berjalan mendekati Bastian dan Marisa.
“Ini … makasih, iya,” ujar Rara, ia memberikan kartu kredit Bastian yang diberikan tadi padanya.
“Haaa …! Loe kasih dia kartu kredit?” Mata VIona melotot.
“Hmmm … dia pinjam,“ kata Bastian tangannya menerimanya dengan tatapan mata menyengit kesal menatap Rara yang tidak mengerti arti kode tatapan lelaki itu . Ia memilih masuk ke kamarnya lagi dan mencoba pakaian-pakaian yang ia beli tadi.
Sebenarnya dalam satu sisi, ia senang wanita datang saat ini, setidaknya Bastian tidak membahas tentang kejadian hari ini. Walau ia muak melihat tingkah manja wanita itu, tapi Itu bukan urusannya, tetapi ia berpikir lagi sesama wanita , ia merendahkan kodratnya karena bersikap manja berlebihan pada Bastian.
Sejak dari tadi Bastian yang tidak perduli padanya. Tapi wanita itu seolah-seolah tidak punya rasa malu. Karena sudah jelas –jelas ditolak dengan cara halus tetapi ia tidak peka.
“Ckkk ia terlalu gatal,” ucap Rara yang melihat dari dapur untuk membasahi kerongkongannya, karena sejak tadi ia lupa minum. Ia kembali ke kamarnya untuk mencoba, hasil belanjanya hari ini, tetapi saat ia duduk, tiba-tiba dari ruang tamu ada orang marah-marah, bahkan berteriak.
“Kenapa kamu menganggap ku, begitu rendah dan kamu selalu saja menolak ku!” teriak Marisa marah pada Bastian.
“Vi … dengar aku menolak mu tidur di sini karena, aku tidak biasa tidur dengan orang lain. Tidak ada maksud seperti itu, kamu sudah tau aku, kan, aku seperti itu dari kita sejak kecil,” ujar Bastian dengan sabar.
“Gue tau Tian, tapi masalahnya wanita itu kamu perbolehkan tinggal bersama mu, tapi, aku kamu usir.”
“Ia bekerja di sini Vi.”
“Bohong! gue tidak percaya, bagaimanapun gue berusaha untuk mengisi hatimu, Loe tidak pernah peduli sama gue, gue sudah menyukai Loe sudah sejak lama, tapi Loe tidak pernah memperdulikan.”
“Percaya padaku Vi aku tidak ada hubungan apa-apa dengannya,” ujar Bastian masih berusaha menenangkan sahabat masa kecilnya.
“Kalau Loe , tidak menidurinya, ia tidak akan seberani itu tadi sama gue, gue baru sadar setelah ia mengembalikan kartu kredit itu. Mana ada seorang lelaki memberi kartunya dengan gampang seperti itu, kalau tidak punya hubungan khusus,” ucap wanita itu menuduh Bastian, wajahnya memerah menahan marah, ia semakin kesal dengan pakaian yang di kenakan Rara, celana pendek.
“Sudah hentikan, aku capek berdebat untuk hal yang tidak jelas seper ini,” kata Bastian dengan wajah terlihat tenang.
“Gue akan memberitahukan semua ini pada keluarga Loe,” ancam wanita dengan kemarahan.
Mendengar hal itu Bastian langsung takut, bisa-bisa tidak tenang hidupnya diteror ibunya dan nyonya besar Neneknya, ia akan di usik dan dipaksa untuk menikah lagi.
Disuruh menikah sudah jadi makanan sehari –harinya setiap ia pulang ke rumah orang tuanya.
Rumah besar milik neneknya dihuni tiga keluarga . Kedua bibinya harus tinggal di rumah itu juga, Ayah Bastian dan anak laki-laki satu-satunya, harus tinggal juga di sana, selama omanya masih hidup. Ayah Bastian penerus perusahaan Salim Group.
“Vi, duduk dulu “ bujuk Bastian lagi, karena takut wanita itu melaporkan Bastian pada keluarganya tetapi tetap menolak permintaan wanita untuk menginap di apartemennya.
Bersambung ….
Bnatu vote dan like dan tekan tombol Favorit
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 270 Episodes
Comments
Rhesy Raffhasya
Ternyata ceritanya seru juga ya 😁😍
Pecinta novel khususnya cinta sang pelakor dn ini jg 😀🙏
2021-09-12
1