Bastian baru saja memeluk bantal guling ingin tidur, tetapi suara ketukan dari pintu kamarnya menganggu, ritual tidurnya.
Tok .... Tok ….
'Ih ... dasar penganggu!'
Suara ketukan itu sangat lemah seolah-olah malu-malu, tetapi mau, ia berpikir Rara berubah pikiran ingin meng iyakan ajakan untuk mencoba barang miliknya.
“Dasar ... semua wanita itu sama saja,” ucapnya tertawa sinis. Ia tidak membukanya, ia malas, karena sejujurnya ia hanya bercanda bicara seperti itu pada Rara, ia tidak ada niat melakukanya dengan asisten rumah tangganya.
Bastian menutup kupingnya dengan bantal dan mematikan lampunya, tapi ketukan itu tidak berhenti juga, ia merasa kesal dan berpikir Rara sangat menganggu, ia berjalan dan membuka pintu.
“Apa sih! kamu sangat menganggu,” ucap Bastian dengan wajah kesal. Tetapi yang ia lihat bukan seperti yang ia pikirkan, Rara terlihat pucat bagai kapas dengan punggung membungkuk, memegang bagian perut, ia merintih dengan kening berkeringat, segede jagung.
“Tolongin gue ….,” suaranya kecil serak hampir tidak kedengaran.
“Kamu kenapa Ra?” Bastian memapah Rara ke sofa.
“Perutku sakit.” Ia merintih dan meringkuk menahan sakit dan sepertinya memang sangat sakit karena, tangannya sampai bergetar dan Tubuhnya menggigil.
“Iya, iya baiklah, apa yang aku harus lakukan?” tanya Bastian ikutan panik.
“Belikan obat di bawah di apotek,” ujar Rara, semakin merintih, karena rasanya semakin sakit dan kram.
Bagi wanita yang pernah mengalaminya itu, sakitnya luar biasa. Karena Authornya juga mengalami hal seperti itu.
“Iya, apa nama obatnya?”
“Bilang aja untuk wanita yang mengalami dimonore, datang bulan,” ujar Rara.
“Tapi obat apa Itu? tetapi bukan racun’kan? karena baru dengar hari ini nama itu.”
“Itu obat untuk wanita yang menstruasi.”
“Haaa? tetapi aku bukan suamimu atau pacar bagaimana aku melakukannya.”
“ Iya kamu bukan suamiku, tapi kamu akan menjadi orang yang melenyapkan ku nantinya, jika kamu tidak cepat-cepat membelinya , aku akan mati sekarang”, suaranya semakin pelan.
“Eh? Baik, baik” Bastian bergegas menuju lift menuju ke bawah apoteker, tetapi setelah capek-capek turun dan tiba di apotik ia lupa membawa uang, kerena buru-buru.
“Iya, aku kelupaan bawa dompet,” ujar Bastian di depan kasir saat mau bayar. Ia terpaksa berlari menuju lift, naik keatas lagi. Saat mau turun, Rara memanggilnya lagi.
“Sekalian pembalut iya, kalau bisa yang ada sayapnya.” Kata Rara masih terlihat kesakitan.
Ia bingung antara menolak apa harus mengiyakannya, karena ia malu harus membeli pembalut wanita, mungkin kalau hanya obat tidak begitu masalah,
“Haaa? Aku tidak mau membelinya, aku malu,”ucap Bastian menatap Rara,tetapi melihat wanita kesakitan seperti, ia akhirnya mau juga,
Dalam apotek yang beroperasi 24 jam, di dalam area Apartemen lantai dasar, suasana memang tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa orang sedang membeli obat. Bastian memilih menunggu sebentar dengan gelisah, pikirannya tertuju pada Rara yang sendirian kesakitan. Saat ini, ia menunggu apoteknya sepi, agar ia bisa membeli pembalut yang dipesan Rara. Tetapi bukanya sepi malah semakin ramai.
‘Ah, sial bukannya sepi malah semakin ramai sih’ Bastian membatin.
Ia memberanikan diri membeli obatnya yang sudah dipisahkan karena tadi ia sempat sudah datang, karena uang ia tidak di bawa, ia terpaksa balik lagi.
“Mbak beli pembalut sekalian, iya,” ujar Bastin dengan suara kecil,
“Oh” baik mas,” sahutnya dengan tatapan mata menyelidiki, semua orang di lingkungan apartemen sudah mengenal Bastian seorang artis yang masih lajang, bahkan digosipkan berbagai berita gosip, kalau ia tidak menyukai kaum hawa.
“Mau yang bersayap apa yang polos mas?”
“Haaa! apa maksudnya?” tanya Bastian dengan wajahnya terasa terbakar, karena menahan malu, sebab ada beberapa orang wanita dewasa yang sedang antri di belakangnya. Sudah tentu mereka tersenyum melihat Bastian yang kebingungan, ia pakai jaket dan dan topi untuk menyamarkan penampilannya.
“Maksudnya yang mau dipakai istrinya yang ada perekat tambahan, untuk pembalut yang dipakai istrinya?” ujar wanita yang di belakang Bastian, memberi sedikit penjelasan. Untungnya ia memakai masker hitam kaca mata dan topi, jadi tidak ada yang mengenalinya, hanya pelayan apotek yang sempat melihat wajahnya tadi.
“Iya,” Jawab Bastian dengan cepat dan buru-buru, bahkan, ia meninggalkan uang kembaliannya. Ia semakin, merasa risih karena wanita yang ikut mengantri dengannya berbisik-bisik pada temannya. Bastian melangkah cepat meninggalkan apoteknya.
Ia mengumpat sepanjang perjalanan, ia ingin marah, tetapi tidak tahu harus marah sama siapa, saat ia tiba di apartemennya Rara masih meringkuk, bahkan sudah terjatuh dari sofa dan berada di lantai, meringis kesakitan dengan keringat membasahi seluruh wajahnya.
Bastian menghela napas, panjang tidak mungkin memarahi Rara dalam keadaan seperti itu. Ia membantunya dan membopongnya kembali, lalu menidurkannya di sofa , memberi obat yang dibeli bukanya merasa semakin baikan, ia malah semakin kesakitan. Rara semakin meringis kesakitan dan menangis memegangi perutnya.
Bastian yang melihatnya bingung harus berbuat apa. Ia hanya menatap wanita dengan panik ia takut kalau terjadi apa-apa yang disalahkan nantinya ia juga.
“Apa begitu sakit? Apa yang bisa saya lakukan?” tanya Bastian dengan tulus,
“Sakit sekali aku tidak kuat, tolong tekan di sini.” Rara menarik telapak tangan Bastian dan meletakkannya di perut, memintanya menekan dengan kuat. ”Tolong tekan yang kuat, aku tidak tahan lagi.” Rara menangis kesakitan,
“Baiklah, baiklah apa yang terjadi kenapa baru kali ini? Bulan kemarin begini juga?” Bastian, menekannya dengan kuat, tiba-tiba alergi pada wanita menghilang. Melihat Rara terus kesakitan ia membuka internet di ponselnya dengan satu tangannya, mencari tahu tentang yang dialami Rara.
“Baik tunggu sebentar.” Bastian memasukkan air hangat kedalam botol dan meletakkannya di perut Rara.
“Biasanya aku menyimpan obat sebelum datang bulan, tetapi kali ini aku lupa membeli.”
Ia terlihat seperti seorang kekasih yang begitu perhatian. Tetapi Rara masih saja meringis tidak merasakan rasa hangat dari botolnya, Ia terpaksa menyisikan baju Ara sampai keatas memperlihatkan betapa mulusnya perut rata wanita itu, untuk sesaat ia menelan savilanya, ia tidak pernah menduga , kalau pembantu yang berkerja untuk memiliki body yang seksi.
Tapi ia menepis pikirannya dan mulai memutar –mutar botol hangat itu di permukaan perut rata Rara.
“Tolong pukul –pukul juga pinggang dan punggungku” rasanya sakit juga.” Kata Ara memunggungi Bastian
“Oh iya baiklah.” Kedua tangan itu bekerja menekan perut dan memukul punggung dan pinggangnya.
“OH, sakit.” Rara masih saja meringis, kali ini, ia semakin meringkuk. Tangannya meremas kuat, lengan Bastian yang tepat di atas perutnya. “Aku tidak tahan lagi,"ucapnya semakin meringkuk
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 270 Episodes
Comments
Sazia Almira Santoso
sowet
2021-10-24
0