Albar dan Aki pulang dari rumah Pak Haji Hasan hampir setengah sembilan malam.
Di rumah Balqis menunggu mereka pulang sambil belajar di meja makan.
"Assalamualaikum."
Suara Aki terdengar mengucap salam bersamaan dengar derit pintu samping rumah yang terbuka.
"Waalaikumsalam."
Jawab Balqis tanpa beranjak dari meja posisinya yang sedang belajar di meja makan.
Tampak di depan buku-buku Balqis, masakan Balqis yang sudah mulai dingin. Mie goreng dan dua telur mata sapi.
"Belajar Bal?"
Tanya Albar lalu duduk di kursi sebelah Balqis.
Melihat tulisan Balqis di buku tulisnya yang tampak rapi.
"Aki mau diambilkan piring untuk makan sekarang?"
Tanya Balqis pada Aki.
"Oh yah, tadi kenyang makan lapis legit dan minum teh di rumah Pak Haji."
Kata Aki.
Balqis yang mendengar jawaban Aki tampak kecewa.
Padahal ia sudah menyempatkan diri memasak, tapi ternyata tak akan ada yang makan.
Albar yang melihat Balqis langsung lesu akhirnya memutuskan makan kemalaman.
Sebetulnya Albar paling pantang makan di atas jam enam petang, tapi melihat makanan di rumah sederhana ini harus sia-sia, dan yang memasak wajahnya tampak kecewa, membuat Albar terpaksa mengabaikan dulu ketidaksukaannya.
"Aku saja gang makan."
Albar menyambar piring mie goreng yang ada di depan Balqis, lalu dua telur mata sapi juga.
Mie goreng buatan Balqis sebetulnya rasanya enak, pedas manis dan asinnya sangat pas di lidah, jika saja di makan saat hangat, pasti akan lebih nikmat.
Albar makan cepat-cepat, hingga akhirnya tersedak dan jadi terbatuk-batuk.
Balqis lekas lari ke dapur mengambilkan segelas air.
"Makannya pelan-pelan saja."
Kata Balqis.
Albar meminum air yang diberikan Balqis.
Aki yang kini sudah duduk di depan TV untuk mengikuti sinetron laga kesukaannya, begitu melihat Balqis dan Albar tampak tersenyum penuh arti.
Albar akhirnya menghabiskan seluruh mie goreng dan dua telur mata sapi masakan Balqis tanpa sisa.
"Enak, kalau tadi aku pulang lebih cepat pasti masih hangat."
Kata Albar.
Balqis tersenyum.
Ia menutup bukunya, lalu membenahi bekas makan Albar.
"Udah Bal, biar aku saja, kamu lanjutin belajar."
Kata Albar.
Balqis menggeleng.
"Udah aku aja, kamu mana bisa nyuci piring."
Ujar Balqis sambil berlalu keluar dari ruang dalam menuju sumur membawa wadah dan piring kotor.
Balqis memang terbiasa semua peralatan dapur maupun makan dicuci bersih sebelum ia tidur.
Albar mengikuti Balqis ke sumur.
"Kenapa ngikut?"
Tanya Balqis.
"Pengin duduk di sini, lihat bintang."
Kata Albar.
Sumur rumah Aki letaknya memang di luar ruangan dan di atasnya tidak ada atap, jadi jika berada si sana, kita bisa melihat langit malam yang dihiasi banyak bintang.
Jika hujan turun, kita juga akan bisa memandangi jatuhnya air dari langit ke bumi dari sana.
Balqis menyalakan keran untuk mengisi ember dengan air. Setelah penuh ia baru duduk di bangku kecil dan mulai menyabuni piring serta wadah-wadah yang kosong.
"Kamu kelas berapa Bal?"
Tanya Albar pada Balqis.
Albar duduk di ubin teras pembatas rumah dan sumur. Sedangkan Balqis posisinya tak jauh di depan Albar.
"Kelas dua, sebentar lagi naik kelas tiga."
Jawab Balqis.
Albar mantuk-mantuk.
Balqis sibuk mencuci piring dan wadah, setelah itu meletakkannya di atas rak sementara di dekat sumur agar nantinya begitu di pindahkan ke lemari dapur sudah kering.
"Lulus SMA mau kuliah?"
Tanya Albar lagi begitu Balqis naik ke teras untuk kembali ke ruang dalam.
Mendengar pertanyaan Albar akhirnya Balqis terpaksa menghentikan langkahnya sejenak.
"Yah kuliah, tentu saja, meskipun belum tahu nanti biayanya dari mana, tapi ya bismillah sajalah."
Kata Balqis.
Albar kembali mantuk-mantuk, lalu setelah itu menengadahkan wajahnya ke langit yang penuh kerlip bintang.
"Harapan, impian, cita-cita, kadang aku ingin punya semua itu."
Kata Albar tiba-tiba.
Balqis mengerutkan kening.
Albar menghela nafas.
"Kadang orang melihat kita yang sedang berada di atas itu berarti beruntung karena sudah memiliki semuanya, padahal kadang apa yang kita miliki bukan yang paling kita inginkan."
Kata Albar.
Balqis terdiam, berusaha mencerna kata-kata Albar.
Albar menoleh ke arah Balqis sebentar, yang masih berdiri di dekatnya.
"Apa cita-cita mu Bal?"
Tanya Albar.
Balqis tertunduk sejenak, lalu akhirnya melangkah mendekati posisi Albar duduk, dan kemudian ikut duduk pula di sana.
"Guru, aku ingin jadi Guru."
Kata Balqis seraya menatap langit yang jauh di sana.
"Guru? Kenapa Guru?"
Tanya Albar.
Balqis menghela nafas.
"Aku ingin hidup bermanfaat untuk orang lain, dan hal yang paling bermanfaat di dunia ini sejatinya adalah ilmu."
Ujar Balqis.
Albar menatap Balqis yang duduk di dekatnya dan tampak tersenyum pada para bintang.
Rasanya, mendengar alasan Balqis ingin menjadi Guru membuat hati Albar tiba-tiba terasa kecil.
Ia bahkan sampai usia sekarang ini tak pernah sekalipun berpikir hidup bermanfaat untuk orang lain.
Balqis kemudian mengalihkan pandangannya pada Albar yang lekas pura-pura membuang pandangannya ke arah lain.
"Memangnya Tuan Albar tidak pernah ingin jadi artis sebelumnya?"
Tanya Balqis.
Albar tergugu.
"Aku hanya iseng bersama Flo, kami sedang kesal dengan orangtua karena memaksa masuk kuliah ekonomi, sedangkan kami ingin jurusan lain."
Kata Albar
"Kenapa? Kan bagus masuk ekonomi?"
Tanya Balqis.
"Ya bagus sih bagus, cuma bagaimanapun kita sebagai manusia juga ingin sekali-kali menentukan cara hidup sendiri, yang bukan seperti hidup semuanya sudah dibuat skenarionya oleh orangtua."
Ujar Albar.
"Aku bahkan tidak tahu impianku apa Bal. Karena saat sekolah ambil jurusan ya sesuai keinginan Mami, kuliah juga begitu, apa-apa Mami yang atur, bahkan tujuan hidup harus sama."
Albar kemudian tampak tertawa.
Menertawakan kehidupannya yang seperti orang bodoh.
"Aku jadi artis hanya karena aku ingin ngga pengen bergantung sama Mami terus dan bisa nentuin apa mauku sendiri. Tapi ternyata belum juga kesampean sudah kesandung masalah kayak gini."
Balqis menatap Albar.
"Seneng ngga sih jadi artis?"
Tanya Balqis.
Albar menoleh pada Balqis lalu tertawa.
"Ada senengnya, ada enggaknya. Seneng karena banyak orang kenal kita tanpa harus kenalan, hahaha... Enggak senengnya karena kehidupan kita dikepoin."
Balqis tersenyum.
"Semua orang kenal juga enggak enak ya, akhirnya jadi harus bohong."
Kata Balqis membuat Albar tertawa.
"Iya, jadi harus bohong dijodohin sama kamu."
Kata Albar di sela tawanya.
Balqis juga kali ini ikut tertawa.
Keduanya menatap langit malam ini, begitu banyak bintang yang tampak berkedip-kedip di atas sana.
Indah. Bintang selalu tampak indah.
Sama seperti harapan dan mimpi manusia, yang akan terlihat selalu indah agar manusia bersemangat menggapainya.
"Aku doain kamu bisa beneran jadi Guru."
Kata Albar.
Balqis tersenyum.
"Makasih."
Kata Balqis menyahut.
**-------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
Putrii Marfuah
Bara low profile..
2021-11-25
1
Mien Mey
albar wl artis bnyk scndal tajir tp ga sombong yah ga sosoan arogan seneng jdinya sm balqis aj nyambung wl sering recok😄
2021-11-13
1
zia ayu calishta
jatuh cinta beneran nih kaya nya babang albara sm balqis
2021-10-14
1