"Jadi gimana?"
Albar tampak serius bicara dengan Flo melalui sambungan telfon.
Ia tampak mondar mandir di dekat sumur karena sinyal di kamarnya naik turun membuat komunikasinya dengan Flo bolak balik terputus.
"Model itu ngga bisa buktiin kalau dia hamil anak kamulah, kita tuntut secara hukum saja buat pelajaran."
Kata Flo di seberang sana.
"Kapan aku bisa jumpa pers?"
Tanya Albar.
"Nanti dululah, kamu di situ dulu, tunggu kabarku selanjutnya, lagian Mami kamu kan udah ngga bolehin kamu jadi artis, apa iya musti balik lagi."
Sahut Flo.
"Aku males ngurus perusahaan."
Kata Albar.
"Males ngga males tetep saja kamu musti nerusin bisnis orangtuamu, gimana sih."
"Lha kamu mah enak, punya dua kakak, aku gimana?"
Sungut Albar.
"Ya derita lo."
Haiiish... Albar mendesis.
"Lihat nantilah, aku urus yang lain dulu, paling ngga kita udah ngga perlu bayar kerugian karena kontrak kacau semua."
Kata Flo.
Albar menghela nafas.
"Gimana hidup di kampung?"
Tanya Flo pada sang sepupu.
"Yah ngga seburuk yang aku bayangin, banyak hal baru, nikmatin kayak liburan sajalah."
Kata Albar.
"Yo i."
"Tapi ada yang hampir kenal aku Flo, temen Balqis."
Tutur Albar.
"Oh yah, trus?"
"Ya aku bilang saja aku sodara Aki, trus mau dijodohin sama Balqis."
Hahaha...
Keduanya tertawa bersama.
"Dasar gila! Kamu ngga kasihan sama Balqis."
Flo di sela tawanya.
"Gimana lagi, bingung aku juga mau kasih alasan apa tinggal di rumah ini, lagian cuman sementara inih."
Kata Albar santai.
"Ati-ati kamu ntar jatuh cinta beneran ke Balqis."
Seloroh Flo.
Albar tertawa.
"Udah gih, ada telfon dari majalah nih."
Kata Flo.
"Oke."
Obrolan mereka pun kemudian berakhir, Albar memasukkan hp nya ke dalam saku celana pendeknya, dan berbalik untuk menuju ke kamar saat Aki tampak muncul dari pintu dapur. Aki baru pulang dari rumah Pak Haji Hasan.
"Baru pulang Ki?"
Sapa Albar.
Hari kini telah senja.
Aki mengangguk.
"Iya Tuan, baru selesai kumpulan sama orang-orang kelompok ternak."
Kata Aki.
Albar mengikuti Aki masuk ke ruangan dalam rumah, menunda niatnya masuk ke dalam kamar.
"Balqis ke mana?"
Aki celingak celinguk.
"Tadi pamit ngaji Ki."
Kata Albar.
Aki mengangguk.
"Ah iya, Aki lupa."
Aki terkekeh, lalu duduk di kursi yang biasa Aki duduk di depan TV.
Albar ikut duduk di sana.
"Di sini banyak orang usaha peternakan Ki? Sampai ada kelompok segala."
Albar penasaran.
Aki mengangguk.
"Tadinya sih kebanyakan bertani, tapi belakangan produksi tani kurang bagus. Kami para petani sering merugi karena harga pupuk yang semakin mahal, tapi begitu panen harga hasil pertanian kita harganya sangat murah."
Ujar Aki.
Albar mantuk-mantuk.
"Karena itulah akhirnya banyak dari kami beralih usaha ternak."
"Ternak apa saja Ki?"
Tanya Albar.
"Yah, macam-macam Tuan, ada yang seperti saya ternak ayam petelur dan ayam potong. Ada juga yang ternak sapi, kambing dan kerbau. Ada lagi ternak kelinci, karena belakangan kan penikmat sate kelinci semakin banyak."
Albar mantuk-mantuk lagi.
"Kami mengajukan bantuan pada dinas terkait, karena butuh tambahan modal, ada pengusaha yang ingin mengajak kerja sama, dia buka swalayan di kota, kami bisa isi kebutuhan daging, telur dan sebagainya, tapi sayangnya kelompok minim modal."
Aki bercerita.
"Tadi Haji Hasan sebagai ketua kelompok mengumpulkan seluruh anggota dan pengurus, ingin mengajukan pinjaman dana pada koperasi tapi katanya lagi susah untuk mencairkan dana besar bulan ini karena banyak yang macet."
Lanjut Aki pula.
"Memangnya sampai berapa Ki modal yang dibutuhkan kelompok ternak Aki?"
Tanya Albar.
Aki diam sejenak, mengira-ngira. Lalu...
"Sepertinya seratus sampai seratus lima puluh juta, itu sebabnya sulit untuk koperasi membantu."
Kata Aki.
"Padahal jika bisa, tentu ini kesempatan baik untuk anggota kelompok ternak desa ini bisa lebih maju, tapi yah mungkin belum rejeki Tuan."
Aki terkekeh.
Albar menatap Aki yang dulu bekerja cukup lama di keluarga Maminya itu.
"Pinjam di Albar saja Ki, ngga usah pake bunga."
Kata Albar tiba-tiba.
Aki sontak menatap Albar.
"Maksudnya bagaimana Tuan?"
Tanya Aki.
"Kelompok ternak Aki, daripada bingung cari modal, nunggu bantuan lama, pinjam saja dari Albar, cuma seratus lima puluh juta kan?"
Kata Albar.
Cuma seratus lima puluh juta? Ah yah, tentu saja, uang seratus lima puluh juta didapatkan Albar hanya dengan naik panggung dua sampai tiga kali saja.
Aki yang masih belum percaya dengan apa yang didengarnya tampak melongo.
"Kapan butuhnya Ki? kasih saja nomor rekening kelompok ternak nya, nanti Albar transfer sekarang, jadi besok bisa langsung diambil di Bank."
Ujar Albar.
Aki kini tak bisa berkata apa-apa.
Ia sebetulnya menceritakan semuanya pada Albar bukan karena ada niatan supaya Albar melakukan semua ini.
"Jangan sungkan Ki, setidaknya dengan begini Albar ngga terlalu merasa jadi beban Aki selama tinggal di sini."
Kata Albar.
"Aduh Tuan Albar, Aki sama sekali tidak merasa Tuan Albar beban di sini."
Albar tersenyum.
"Kalau begitu terima tawaran Albar Ki, sungguh Albar tulus."
Aki akhirnya berdiri dari duduknya, dan mendekati meja telfon rumahnya.
"Baiklah, Aki telfon Haji Hasan dulu."
Kata Aki senang.
Albar mengangguk mengiyakan.
**----------**
Pengajian di rumah Ustadzah Nur baru saja ditutup dengan doa. Setelah itu satu persatu orang-orang yang ada di sana pun meninggalkan tempat pengajian.
Balqis dan ketiga temannya juga sama, mereka keluar dari rumah Ustadzah Nur menuju sepeda mereka yang mereka letakkan di samping rumah Ustadzah Nur.
Mereka menuntun sepeda milik mereka masing-masing menuju jalan desa, saat kemudian mereka berpapasan dengan Bang Adit yang baru pulang mengajar dengan menaiki motornya.
Saat berpapasan, Bang Adit menyempatkan diri menyapa Balqis, membuat Balqis tentu saja wajahnya langsung merona merah.
"Ciyeeee..."
Si Po menggoda Balqis begitu Bang Adit menjauh.
"Ikh apaan sih."
Balqis tampak malu-malu kucing.
Dinda berdehem.
"Balqis ingat, jangan mengkhianati Bang Bara. Kamu kan sudah dijodohkan, jangan lihatin cowok lain lagi."
Kata Dinda.
Eti mengangguk setuju.
"Iyap, aku ada di pihak Bang Bara Qis, karena dia mirip banget sama Albar."
Tandas Eti.
Balqis menghela nafas.
Seperti dugaannya, soal perjodohan Balqis dengan Albar alias Bara pasti akan jadi masalah dan nantinya bisa jadi akan didengar lebih banyak orang lagi.
Ah bagaimana ini?
Bagaimana jika Bang Adit tahu dan menganggap perjodohan itu serius?
Apa harus seperti yang Albar katakan, jika sebaiknya Bang Adit nantinya dipertemukan dengan Albar agar artis itu saja yang langsung menjelaskan?
Balqis menghela nafas.
"Kita masih kelas dua kenapa kamu udah dijodohkan Qis? Apa habis lulus kamu mau langsung nikah?"
Tanya si Po.
Balqis diam saja.
Yang benar saja, lulus SMA langsung nikah, macam orang jaman dulu, bagaimana dengan cita-citanya ingin jadi Guru? Batin Balqis.
"Kalau iya berarti kamu nikah muda Qis, padahal sekolahmu pinter, sayang yah."
Gumam si Po.
"Biarin ikh, kan terserah Aki yang jadi wali Balqis."
Ujar Dinda.
"Ya aku kan cuma merasa sayang saja kalau Balqis ngga jadi kuliah, bukan nyalahin."
Si Po malah jadi debat sendiri dengan Dinda.
Balqis kembali menghela nafas.
**-----------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
Putrii Marfuah
kasihan dunk rasa yg terpendam.
2021-11-25
1
zia ayu calishta
albar dah ganteng baik hati pula.. lanjut thorrrr
2021-10-12
2