Pada waktu yang telah dijanjikan Andre dan keluarganya melamar Lani kepada kedua orangtuanya.
Sesuai dengan adat Batak, keluarga Andre harus memberikan uang hantaran sejumlah kesepakatan kedua keluarga. Sebelumnya hal ini sempat menimbulkan perdebatan yang cukup pelik antara Lani dan Mamanya. Menurut Lani uang yang diminta keluarganya berlebihan, tapi Mama tetap ngotot dengan alasan
itu tidak seberapa dan sudah sesuai dengan alokasi yang diperkirakan. Keluarga Andre juga tidak keberatan, tapi Lani yang merasa tidak enak hati. Masalah mahar saja Lani berdebat juga dengan Mama. Kata Mama, mahar yang Lani minta terlalu kecil.
“Itu udah gede, Ma. “
“Apanya yang gede? Masa cuma cincin 2,5 gram. Mahar siapa yang segitu kecilnya. ”
“Ma, perempuan yang paling baik adalah yang paling sedikit maharnya. “
"Dan laki-laki paling baik yang tidak pelit kepada perempuan."
Lani menghela nafas. "Andre nggak pelit, Ma. Mungkin kalau Lani minta emas segepok juga bakalan dikasih. Tapi nggak enak aja."
“Lani, ini untuk kamu juga. Bukan untuk Mama. Kamu dibilangin kok susah banget sih? ”
Lani mengurut keningnya yang terasa pusing.
“Jadi, Mama maunya berapa? “
“Minimal 5 gram lah. “
“Mama jangan menyusahkan orang, dong. “
“Siapa yang menyusahkan sih? Lani, uang yang kita minta itu bukan buat Mama tapi buat biaya pesta, pakaian
kamu, lemari, tempat tidur dan semua kebutuhan kamu. “
“Tapi, Lani kan tinggal di Jakarta Ma, mana mungkin dibawa dari sini. “
“Memang nggak dibawa dari sini, tapi duitnya akan Mama berikan ke kamu dan kamu harus membelinya setelah
sampai disana. Ini adat Lani, jangan ditentang.“
“Makanya, Lani kan udah bilang pestanya yang sederhana aja. Rasul juga menganjurkan begitu. “
“Mama tahu itu, tapi sekarang kamu jangan membantah. Dulu kakak kamu pestanya besar, masa kamu
nggak. Mama kan mau berbuat adil. “
Lani merangkul bahu Mama. “Ma, Lani nggak minta semua itu. Lani cuma minta restu Mama. “
Mama menatap putrinya dengan mata berkaca-kaca. Ya, Allah sebentar lagi putri kecilnya itu akan diambil oleh
orang lain. Sang pangeran pencuri itu akan membawanya terbang jauh.
“Hei, Mama kok nangis sih? “
Mama memeluk Lani erat. Lani berpikir, apa mungkin sikap keras Mama tentang ini dan itu merupakan bentuk
ketidakrelaannya melepas Lani. Lani menghela nafas, dia juga sangat sedih sebenarnya. Tapi, menikah kan ibadah. Lani ingin menjadi muslim yang sempurna, muslim yang mengikuti sunnah Rasulnya.
“Mama nggak rela ya Lani menikah? “ Bisik Lani.
Mama tidak menjawab.
“Ma, Lani kan udah 25 tahun. Mama dan Kak Lia juga nikah umur 25. “ ujar Lani jenaka. “ Lagipula ntar kalau
Lani nggak nikah-nikah juga sampai umur 30, Mama juga yang malu diejekin punya anak perawan tua. Ayo…”
Mama tersenyum lalu mengusap air matanya.
“Mama tenang deh. Insya Allah Lani akan bahagia. Makanya Mama doain Lani. “
Mama mengangguk.
“Oh, ya Ma. Gimana, Mama suka kan sama Mas Andre? “
“Suka. Dia baik, seperti Papa kamu. “
Ya, keras kepalanya juga. Bisik hati Lani.
“Pilihan kamu nggak salah. “
“Ternyata lebih ganteng dari fotonya ya Ma. “ tiba-tiba terdengar suara Lia, yang sengaja datang dari Medan
bersama suaminya demi untuk menyaksikan acara lamaran adiknya itu.
“Lho, sejak kapan kakak ada disini? “
“Baru aja kok. “ Lia tersenyum.
“Ma, bener kan lebih ganteng dari fotonya. “
“Iya. “ jawab Mama.
“Tinggi banget. Cocoknya sih dia jadi aktor aja Lan. “
Lani tersipu. “Ah, kakak bisa aja. Bang Alif juga ganteng tuh. “
Lia tertawa.
“Adik kecilku akhirnya akan menikah juga. “ Lia mengacak rambut Lani.
Lani memeluk kakaknya haru.
@ @ @
Tanggal pernikahan Lani dan Andre pun ditentukan. Baik Lani dan Andre tidak mau berlama-lama karena semakin lama akan semakin sulit pula menjaga hati. Maka ditentukan lah tanggalnya yaitu satu bulan setelah
proses lamaran. Kedua keluarga setuju. Keluarga Lani pun mulai sibuk; mencetak undangan serta menyiapkan seluruh kebutuhan pernikahan.
Lani kembali ke Jakarta, dan Mama mewanti-wanti seminggu sebelum pernikahan Lani harus sudah tiba di kampungnya. Lani menyanggupi. Sedangkan keluarga Andre akan tiba sehari sebelum pernikahan.
“Nggak nyangka ya akhirnya kamu akan menikah juga dengan Andre. “ kata Latifah saat Lani berkunjung ke
rumahnya sore itu.
Lani tersenyum. “Aku sendiri nggak nyangka Fah. Tapi, seperti kata Andre, dunia emang sempit. “
“Kalau ingat betapa dulu kamu begitu membenci Andre, rasanya nggak percaya aja kamu mau menerima dia. “
“Bukan aku yang nerima dia, kita berdua saling menerima. Allah sudah menakdirkan, kita sebagai
hamba-Nya patut menerima semua keputusan itu. Aku yakin, Andre sendiri nggak pernah membayangkan aku akan menjadi pendamping hidupnya. Begitu sebaliknya. “
“Aku senang, akhirnya kamu ketemu soulmate kamu juga. “
“Belum tentu juga soulmate kali Fah. Bisa aja aku meninggal sebelum pernikahan berlangsung. Kita kan nggak tahu hari esok bakalan gimana. “
“Kamu, ah. Ngomongnya serem.“
Lani tertawa.
“Lan, aku minta maaf ya, aku nggak bisa ikut ke Medan untuk menyaksikan pernikahan kamu. Kamu lihat sendiri
kan kondisi aku. “ Latifah mengelus perutnya yang sudah sangat besar, Latifah sedang hamil 9 bulan dan menurut perkiraan dokter hanya tinggal menunggu hari. “ Pernikahan kamu tiga minggu lagi, sedangkan perkiraan dokter aku akan melahirkan kurang lebih dua minggu lagi, nggak mungkin kan si kecil aku bawa sejauh itu. “
“Nggak pa-pa, Fah. Aku ngerti. “
“Sebenarnya nggak enak juga, padahal kamu jauh-jauh ke Padang waktu aku dan Mas Aril menikah. “
“Ya, Allah Fah. Kok kesannya jadi pamrih gitu sih? Nggak pa-pa. kamu bisa datang ke Yogya aja ntar. Soalnya
kata Mbak Andini keluarganya akan mengadakan resepsi juga disana. Saat itu mungkin si kecil udah bisa dibawa. Tapi, kalau nggak bisa juga berarti udah takdir kamu nggak bisa lihat aku bersanding di pelaminan. Ha…ha…” Lani tertawa. "Kamu lihat foto dan video nya aja ntar. “
Latifah ikut tertawa. “Berarti janji kamu tentang tiket gratis batal dong ya. “
“Ya iya lah. Batal total. “
Latifah memeluk sahabatnya erat. “Barakallahu ya ukhti…”
“Syukron…”
HP Lani berdering. Indah.
“Ndah, beneran kan kamu bisa datang ke pernikahan aku. Jangan bilang kamu nelpon mau bilang nggak bisa. “
Lani nyerocos.
“Iya…iya. Tiket gratis nya masih berlaku kan? “
“Ya iya lah. Eh, aku lagi dirumahnya Latifah nih, dia hamil ge-de lho. “
“Oh, ya. Titip salam ya buat perut buncitnya. “
Lani tertawa.
@ @ @
Lani terkejut saat melihat sosok yang ia kenal ke ruangannya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu; Davina.
Lani menyambutnya dengan senyum.
“Eh, Vina. Silahkan duduk. Ada perlu apa ya? “
“Nggak usah basa-basi deh. Saya cuma mau ngomong sebentar aja sama kamu. “ sikap ramah yang dulu pernah
ditunjukkan Davina sirna.
Lani semakin heran. “Tentang apa ya? “
“Nggak usah pura-pura lugu, deh. Kamu kan yang merebut Andre dari aku. Gara-gara kamu Andre tidak jadi menikahi aku. “
Lani kaget. “Maaf, saya tidak merasa begitu. “
“Dulu Andre sangat dekat dengan aku, tapi sejak ada kamu dia berubah. Kamu udah merebut Andre dariku.
Nggak bisa ya dapat cowok lain, sampai harus merebut calon suami orang? “
“Maaf ya, Vina. tolong sopan sedikit kalau bicara. “ Lani mulai kesal sengan sikap Davina.
Davina mendengus. “Kamu yang seharusnya sopan. “
“Vina, saya tidak pernah merebut Andre dari kamu. “
“Masih bisa ya kamu bilang begitu, padahal jelas-jelas kamu akan menikah dengan Andre. “
“Memang benar. “
“Kamu mikir nggak sih gimana perasaan aku? “ Mata Davina berkilat-kilat karena marah. "Kamu sudah merebut dia dariku. Kamu tampaknya orang baik, alim, tapi apa? Kamu nggak punya perasaan. “
Lani menghembuskan nafasnya ke udara. Tidak disangka Davina yang begitu lembut bisa melontarkan kata-kata
kasar seperti itu.
Davina mendorong bahu Lani. “Kamu cari ribut sama aku? Dasar perempuan murahan."
Emosi Lani meledak. “ Davina! Saya tegaskan sekali lagi, saya tidak merebut Andre dari kamu. Kalau kamu
memang begitu menginginkan Andre jadi suami kamu, sekarang juga katakan padanya kalau kamu tidak sanggup hidup tanpanya dan dia harus membatalkan rencana pernikahan itu. Kalau dia setuju, saya tidak akan keberatan melepasnya. Toh, pernikahan itu kan belum terjadi. Masih ada waktu untuk membatalkannya. “ Nafas
Lani memburu.
Davina terisak, bahunya berguncang. Gadis itu tampak rapuh. Lani iba juga melihatnya, didekatinya Vina.
“Vina, apa kamu begitu mencintai Andre? “ tanya Lani sambil memegang bahu Davina.
Davina mengangguk.
“Vina, nggak semua yang kita inginkan dapat kita raih. Semua yang ada dalam kehidupan ini sudah diatur oleh
Allah. Takdir kita sudah tertulis sejak kita berada dalam kandungan, sejak ruh ditiupkan kedalam perut ibu kita. Rizki, maut dan jodoh sudah ditentukan sejak itu. “ ujar Lani lembut. “ Kalau hari ini kamu tidak bisa menikah dengan Andre, itu artinya dia bukan jodoh kamu. Kamu pasti akan mendapatkan yang lebih baik darinya. “
“Semua orang berkata seperti itu. Nggak ada yang mau mengerti perasaanku.“ Davina masih sesenggukan.
“Vin, kalau kamu memang mencintai Andre, relakan dia bahagia dengan apa yang telah dipilihkan Allah untuknya. “
“Kamu bisa berkata begitu karena kamu yang mendapatkannya. “
Lani menyerah. Yah…posisinya memang sulit untuk memberikan nasihat karena Davina menganggap bahwa ia lah penyebab dari kekacauan ini. Jadi, apa pun yang ia sampaikan tetap saja akan salah di mata Davina.
“Vina, mungkin kamu masih butuh waktu untuk menenangkan diri lagi. “
"Sampai kapan pun aku tidak rela." ujarnya.
Davina melengos pergi sambil membanting pintu. Lani menghela nafas. Kenapa sih banyak sekali masalah menjelang pernikahannya. Apa semua orang yang hendak menikah akan mengalami hal
seperti dirinya? Lani benar-benar bingung. Hatinya juga sakit karena Davina sudah menuduhnya merebut Andre. Merebut bagaimana? Lani juga tidak tahu bakal diperkenalkan dengan lelaki itu.
@ @ @
Ketika mendengar kabar dari adiknya bahwa Davina melabrak Lani di kantornya, Pak Tobing marah besar. Lalu Pak Tobing meminta Lani datang ke kantornya.
“Lani, sebelumnya saya minta maaf karena meminta kamu datang kemari, seharusnya saya yang datang, tapi saya
tidak bisa meninggalkan kantor hari ini. “ kata Pak Tobing.
“Nggak pa-pa Pak. Saya juga kangen dengan kantor ini. “
“Atas nama putri saya, saya minta maaf ya Lani. Davina memang keterlaluan. Saya tidak menyangka dia bisa
berbuat seperti itu. “
“Saya mengerti kok Pak. Semua itu hanya luapan perasaannya saja. “
“Saya sudah mencoba memberinya pengertian, tapi dia memang keras kepala. Jadinya ya…begini. Dia
malah berbuat yang tidak pantas. “
Lani tersenyum.
Lani keluar dari ruangan Pak Tobing dan hampir saja bertabrakan dengan Andre yang akan masuk. Mereka bertatapan sebentar lalu saling menunduk.
“Kenapa kesini? “ tanya Andre.
Yang pasti bukan mau melihat kamu, Mr. Andre, kata Lani dalam hati.
“Saya diminta Pak Tobing datang kesini. “
“Untuk apa? “
Nggak usah dibilang deh, ntar kalau dia tahu Davina marah-marah karena merasa sudah merebut Andre dari sisinya, Andre bisa besar kepala dan ke ge-er-an, merasa penting karena sudah diperebutkan. Batin Lani.
“Ada yang mau dibicarakan. Penting ya saya kasih tahu, kayaknya nggak tuh. Permisi. “ Lani melenggang
pergi.
Andre geleng-geleng kepala. Dasar sombong!
Farah cekikikan melihat Lani dan Andre. Benar-benar calon suami istri yang aneh. Lani menggoyang-goyangkan tangan didepan hidung Farah.
“Hallo…kamu kenapa sih Fa ketawa sendiri? “
“Mas Andre sama Mbak lucu banget. Udah mau nikah tapi cuek-cuekan gitu. “
“Emang mestinya gimana? Mesra gitu? Kan belum sah, belum halal. “ ujar Lani jenaka.
Farah tambah cekikikan.
“Eh, besok malam jadi kan nginap dirumah Mbak? “ tanya Lani.
“Ya jadi dong, aku kan pengen lihat baju pengantin Mbak Lani. “
“Cuma buat itu aja? “
“Ya nggak juga. Aku kangen sama Mbak Lani. “
Lani tersenyum. “Mbak juga Fa. “
“Mbak, tahu nggak. Akhir-akhir ini Mas Andre suka melamun dan senyum-senyum sendiri. “ bisik
Farah.
Lani tergelak. “Kira-kira kenapa ya? “ bisik Lani pura-pura penasaran.
Farah angkat bahu. “Nggak tahu. Mungkin bahagia karena akan segera menikah. Hahaha..”
Lani tergelak
@ @ @
catatan :
Barakallahu yaa ukhti : Keberkahan Allah atasmu saudariku
Syukron : terima kasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments