Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Lani sibuk berpikir. Kira-kira apa ya strategi Andre berikutnya untuk mengungkap kebenaran kasus ini. Siapa yang akan diajukannya sebagai saksi di persidangan minggu depan. Lani ingin sekali menanyakannya pada Andre, tapi Andre sudah membuatnya kesal tadi.
“Gimana Lan sidangnya? “tanya Latifah ketika mereka makan malam.
“Baru pembacaan surat dakwaan. “
“Ditunda minggu depan? “
“Yup. “
“Lalu, langkah kalian selanjutnya? “
“Kok, kalian sih? Kan penasihat hukumnya bukan aku, Andre tuh. “
“Tapi kamu kan asistennya. “
Lani menghela nafas. “ Aku belum tahu. “
“Lho, kok gitu? “
“Aku belum nanya. “
“Kenapa? Bukannya tadi ketemu di pengadilan. “
“Iya, tapi…aku belum nanyaapa-apa dia udah memperlakukan aku seperti pembantu, masa aku disuruh bawa
laptop nya. Jadinya kan aku kesal duluan. “
Latifah tertawa. “ Namanya juga asisten. Kamu kan lagi butuh sama dia, ya nggak apa-apa membantu dia bawakan laptop. Kalau saat ini kita yang jadi murid, harus merendah sama guru, Lan.“
“Ah, sudahlah. Besok kan bisa nanya di kantor. “ Lani membawa piringnya ke bak cucian piring kotor.
@@@
Latifah memandangi Lani yang sudah terlelap. Sepertinya Lani sangat lelah. Satu hal yang sangat Latifah kagumi dari sahabatnya ini adalah, Lani selalu tampak bersemangat walaupun lelah atau sedih. Selama mengenal gadis itu, belum pernah dia melihat Lani patah semangat. Agak malas mungkin pernah, tapi itu hanya sesaat, Lani akan kembali tersenyum dan bangkit.
Lani adalah sahabatnya yang manis, supel dan enerjik tapi sedikit tomboy. Ia sangat suka memakai sepatu kets dan tas ransel ke kampus, bahkan hingga kini. Dia punya banyak teman dari semua kalangan – dalam hal berteman, Lani tidak pernah pilih-pilih – dan hampir semua orang di fakultas mengenalnya. Daya ingatnya juga tajam. Apa yang pernah didengar, dibaca, dilihat atau ditonton akan dia ingat bahkan kalau diminta untuk menceritakannya kembali, Lani akan menceritakannya dengan detil dari A-Z. Sepertinya otak Lani sudah terprogram untuk bisa merekam semua hal-hal yang pernah ditangkap oleh inderanya. Maka tak heran jika Lani diberi julukan recorder oleh Diah teman satu pondokan mereka dulu.
Daya ingat Lani ini juga yang kadang menimbulkan masalah, pasalnya lagu-lagu yang dia dengar di bus kota akan berpindah ke pondokan, maka tak jarang lagu-lagu ‘aneh’ berkumandang tanpa diminta dan menimbulkan sindiran tajam dari adik-adik junior. Kalau ada ujian tentang lagu mulai dari judul sampai penyanyi bahkan lirik-liriknya Lani akan dapat nilai A plus. Begitu juga kalau ada ujian tentang film dan buku-buku, ia pasti akan dapat menjawabnya dengan mudah.
Lani juga seorang pembelajar yang baik. Latifah ingat ketika pertama sekali memasuki dunia perpolitikan kampus, Lani melahap semua buku-buku tentang politik dan pergerakan mahasiswa, walaupun katanya terkadang teori jika dibandingkan dengan praktik akan membuat bingung karena kadang nggak nyambung. Semangatnya dalam berorganisasi juga tinggi. Ini yang membuat dia sering lalai dalam menjaga kesehatan. Tak heran jika Lani menjadi langganan Puskesmas hampir setiap bulannya, mulai dari demam, flu, maag, migrain, diare bahkan yang paling parah gejala asma. Untuk penyakit terakhir ini, Lani bahkan sampai bolak balik rumah sakit. Tapi semua itu tidak membuat langkahnya surut. Begitu setelah pulih, ia akan kembali terbang kesana kemari, karena dia adalah si burung pipit yang lincah.
Latifah tersenyum mengingat kenangan mereka saat di kampus dulu. Latifah banyak belajar darinya begitu juga sebaliknya.
"Aku banyak belajar tentang kemandirian dan ketegaran dalam menghadapi beratnya hidup dari kamu Fah. “Suatu hari Lani pernah berkata demikian. “Melihat kamu membuat aku sadar bahwa hidup adalah perjuangan, juga membuat aku semakin bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah kepadaku. Selama ini aku tahunya cuma kuliah dan merasa tenang-tenang aja karena aku tidak perlu memikirkan biaya kuliah dan biaya hidupku disini, sementara kamu harus berjuang mati-matian untuk itu; kamu nggak malu jualan risoles, martabak dan kue-kue lainnya. Kamu juga masih sempat-sempatnya ngajar privat anak SD bahkan kerja part time di toko muslim. Aku salut sama kamu Fah. Mungkin kalau aku yang berada di posisi kamu, aku nggak bakalan kuat. “
“Aku juga salut sama kamu Lan. Kamu anaknya energik, semangat dan tidak kenal lelah. “
Latifah menghela nafas, ia menyelimuti sahabatnya sambil memanjatkan doa semoga Lani senantiasa dalam lindungan-Nya. Ia kembali ke meja kerja, membuka laci paling bawah dan mengeluarkan sebuah amplop coklat dari dalamnya. Latifah mengeluarkan isinya; dua lembar kertas berisi biodata seorang laki-laki berikut dua lembar foto. Biodata itu sampai ditangannya tadi sore, Mbak Atikah yang memberikannya. Latifah diminta untuk mempertimbangkan, tentunya juga dengan meminta petunjuk dari Allah lewat istikharah. Lelaki itu Ilham Gunadi seorang dokter di sebuah rumah sakit swasta. Latifah kembali menghela nafas, ingin sekali dia meminta pendapat sahabatnya yang sudah ia anggap sebagai saudara sendiri. Tapi tampaknya Lani sedang badmood hari ini.
@@@
Lani bangkit dari duduknya saat melihat Andre memasuki ruangan, ia menyusul Andre.
“Mas, saya mau nanya sesuatu. “
Andre mendongak.
“Kamu nggak bisa lihat saya lagi ngapain? Lagipula saya baru datang kamu malah mau menyodori saya pertanyaan. “
Hatinya mencelos mendengar ucapan Andre, tapi rasa penasaran mengalahkan semuanya. Lani harus bertanya, kalau tidak dia akan penasaran selamanya.
“Maaf, Mas. tapi saya benar-benar sangat ingin tahu. “
“Tentang apa? “
“Hmmm…tentang itu, siapa yang akan Mas ajukan sebagai saksi di persidangan minggu depan. “ tanya Lani lirih. “Dan saya juga pengen tahu langkah yang akan Mas ambil selanjutnya. "
“Dengan pertanyaan itu kamu sudah membuat pagi saya tidak nyaman. Lagipula apa pentingnya buat kamu? Kamu mau menggantikan saya? Ingat, kamu itu masih magang. “
Lani kaget dengan ucapan Andre, dia tidak percaya kalimat barusan keluar dari mulut Andre. Lani menggigit bibirnya.
Andre geleng-geleng kepala.
“Maaf, Mas. Saya cuma ingin tahu karena saya sangat ingin Bu Niar bebas.”
“Kamu bukan hakim yang bisa membuat putusan. “
“Saya tahu, Mas. Tapi…” Dada Lani mendadak sesak, ada sesuatu yang panas di pelupuk matanya. Sesuatu yang akan siap mengalir seperti lahar dari kepundan gunung berapi. Sedapat mungkin ia menahannya dengan menggigit bibirnya kuat-kuat. “Maaf, Mas. Kalau begitu, saya permisi. “Lani segera meninggalkan ruangan itu.
Dengan setengah berlari, Lani menuju mushalla. Tapi belum sampai disana, bendungan yang sejak tadi ditahan akhirnya jebol juga. Lani terisak tanpa suara sambil mengurut-urut dadanya yang terasa sesak.
“Hei, kenapa kau Lan? “
Lani buru-buru menghapus air matanya, lalu berusaha tersenyum. Mardin menatapnya dengan wajah penuh tanda tanya.
Lani menggeleng.
“Oh, aku tahu. Pasti Andre kan yang bikin kamu nangis. “
Lani kembali menggeleng.
“Nggak usah bohong. Aku tahu, kok. Tabiat Andre memang begitu, suka marah-marah tak menentu kalau sedang pusing. “
Lani tersenyum.
“Maklum sajalah, dia pasti sedang sibuk memutar otak untuk bisa menyelesaikan kasus Bu Niar itu. “
“Saya paham, Bang. Tapi, tolong sampaikan pada teman Abang itu; pusing sih boleh saja, tapi jangan buat orang jadi korban dong. “
Mardin tertawa. “ Bilang sendiri lah. “
“Malas banget. “ Lani angkat bahu.
Mardin kembali tertawa. “Baru kali ini dia diminta untuk membimbing anak magang, makanya dia nggak tahu cara menghadapi kamu. Ah, sudahlah. Sebenarnya dia baik kok, kamu sendiri mengakui kan kebaikannya. “
Lani tertegun.
“Sana balik lagi ke ruangan. Jangan nangis disini, malu-maluin tahu! “
Lani nyengir. “Saya mau shalat Dhuha dulu. Abang nggak? “
Mardin tersenyum. “Kalian berdua sebenarnya cocok. Sama-sama taat; di sela-sela waktu masih bisa mengerjakan shalat Dhuha. Andre juga begitu, bahkan kalau sedang nyetir dia sering sekali mengulang hapalan Al-Qur’an nya. Katanya sih, muraja’ah ya namanya? “
“Udah deh, Bang. Saya shalat dulu. Abang juga
dong, kan lagi senggang. “
“Siapa bilang aku senggang? Aku
mau ketemu klien nih sekarang sama Pak Hutagalung. Besok-besok aja deh, kan
masih ada waktu. “ Mardin tertawa.
Lani mencibir.
Tanpa disadari, perang dingin antara Lani dan Andre pecah. Tak ada diskusi ataupun mengunjungi klien bersama seperti kemarin-kemarin. Bahkan
bertegur sapa pun jarang. Andre jarang berada di kantor, sepertinya dia sibuk
sekali menangani kasus ini. Lani sendiri menyibukkan diri dengan membantu
advokat lain yang kebetulan meminta
bantuannya. Kalau kebetulan tidak ada pekerjaan, Lani sibuk dengan komputernya; browsing bahkan chatting dengan Latifah dan teman-teman lain yang sering on line. Padahal sejujurnya, Lani ingin sekali mengikuti perkembangan kasus Bu Niar. Dia sangat kasihan dengan wanita tua itu yang kini meringkuk di tahanan polisi.
@@@
Lani sedang asyik main game di laptop nya sementara Latifah kelihatannya juga sedang sibuk dengan komputernya.
“Sibuk banget Lan?"
“Iya sibuk nih, sibuk main game. Ha…ha…” Lani tertawa berderai.
Latifah geleng-geleng kepala. "Dasar! “
“Habisnya mau ngapain dong? Aku
kan nggak diiukutsertakan lagi dalam kasus Bu Niar. “
“Tapi, kamu sangat penasaran, kan dengan perkembangannya. “
“Ya, gitu deh. “
“Kapan sidang lanjutannya? “
“Besok.“
Tiba-tiba terdengar bunyi ringtone ponsel Lani, ada panggilan masuk. Di layar tertera nama Andre. Dahi Lani erkerut. Ada apa gerangan? Tumben dia menelepon.
“Hmm…Lani, besok sidang lanjutan Bu Niar. Kamu ke pengadilan ya. “
Lani kaget. “Gimana ya, Pak. Kalau saya datang, saya sebagai apa disana? “
“Sebagai pengunjung sidang lah.“ jawab Andre ringan.
Lani terdiam.
“Lani, ayolah. Saya tahu kamu marah sama. Saya minta maaf. Sebenarnya tidak ada maksud untuk membentak kamu saat itu. Saya pusing.”
“Saya nggak pa-pa kok Pak. Saya maklum. “
“Kalau begitu, kamu datang dong ke pengadilan besok. “
“Untuk apa Pak? “
“Kamu tidak ingin tahu perkembangan selanjutnya? “
Lani menghela nafas.
“Saksi kita Pak Samin. “kata Andre tanpa diminta.
“Beliau bersedia? “ tanya Lani akhirnya.
“Ya. “
“Dari keterangan Pak Samin,
apa ada yang bisa meringankan Bu Niar? “
“Sebenarnya masih berat. Tapi, semoga dari keterangan beliau nanti akan mempermudah kita untuk mencari fakta baru. “
“Kalau saksi mereka lebih kuat? “
“Kita lihat saja nanti. Jadi, kamu mau datang kan? “
“Apa kehadiran saya disana begitu berarti, Pak? "
“Ge-er kamu.“ terdengar tawa Andre.
Lho, kok malah tertawa. Lani kan serius.
“Kamu kan masih magang. Jadi, kamu masih perlu banyak belajar. “
“Oke. Saya juga penasaran kok Pak. “
“Ngomong-ngomong kenapa malah jadi manggil bapak sih? Saya kan belum tua-tua
banget. “
“Memangnya yang dipanggil
bapak cuma orang-orang tua aja. Atau bapak mau dipanggil ibu-ibu “
“Terserah lah, kamu selalu saja punya jawaban." terdengar suara helaan nafas Andre. "Datang ya, mungkin kedatangan kamu bisa menambah semangat bagi Bu Niar. Assalamu ‘alaikum. “
“Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. “
Lani melemparkan ponselnya ke tempat tidur.
“Andre ya? “
Lani mengangguk.
“Udah damai? “
“Gitu deh, capek juga perang
terus. “
Latifah tertawa. “Apa
katanya? “
“Dia meminta aku untuk datang ke
pengadilan besok. “
Latifah manggut-manggut. “Berarti dia masih nganggap kamu dong.”
“Iya, nganggap pembantunya. Palingan juga besok disuruh bawain laptop lagi sampai ke mobil."
Tawa Latifah meledak. Lani memang bisa saja. Dalam hati Latifah bersyukur setidaknya Lani sudah berdamai dengan Andre, itu artinya mereka akan bisa bekerja sama. Ia
senang kalau bisa melihat sahabatnya itu kembali tersenyum.
@@@
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Anni Zakiyani
lanjut thor..penasaran sama kasusnya
2021-09-01
0