Waktu terus bergulir, menambah usia sekaligus mengurangi jatah kehidupan seseorang. Perputaran waktu selalu tidak terasa, demikian juga perjalanan hidup Lani. Dua minggu lagi, Lani akan selesai magang. Hmm…hal ini menimbulkan semangat baru buat Lani. Itu artinya, sebentar lagi cita-citanya akan segera tercapai.
“Bagaimana Lani, dua minggu lagi kan kamu selesai magang? “ kata Pak Tobing saat Lani menghadap ke
ruangannya.
“Maksud Bapak? “
“Kamu pasti senang dong ya. “
Lani tersenyum.
“Jadi, begini Lani. Saya sebenarnya sangat senang dengan kamu. Kamu anak yang bersemangat dan juga
pintar. Saya ingin sekali mengajak kamu bergabung dengan kantor ini. “
Lani menahan nafas.
“Tapi…kamu lihat sendiri kan? Advokat di kantor ini sudah banyak. Jadi, saya minta maaf tidak bisa
mengajak kamu bergabung disini. “
Seketika itu juga tubuh Lani terasa lemas. Padahal ia ingin sekali bergabung dengan kantor ini karena sudah
merasa sangat cocok dengan orang-orangnya, kecuali dengan satu orang pastinya, Andre.
“Tapi, kamu nggak usah khawatir. Saya sudah merekomendasikan kamu ke kantor hukum milik adik perempuan saya. Yah…masih tergolong baru sih, tapi advokat disana nggak kalah bagus dengan yang disini. Dan satu hal lagi, disana semuanya perempuan. Kamu pasti senang bekerja sama dengan mereka. Itu pun kalau kamu mau. “
Wajah Lani berubah cerah. “Tentu saja saya mau, Pak. “
Pak Tobing tersenyum.
“Terima kasih banyak ya Pak. Terima kasih. “ Ucap Lani penuh haru.
“Sama-sama Lani. Kamu juga sudah banyak membantu selama magang disini.”
“Ah, Bapak bisa aja. Saya kali yang banyak dapat bantuan. “
“Kamu selalu merendah. “ Pak Tobing tertawa.
Lani tertawa kecil. Ia senang sekali bertemu dengan Pak Tobing dan bisa diterima magang di kantornya. Pak Tobing adalah teman kuliah Tulang (paman)nya, beliau lah yang merekomendasikan Lani kepada Pak Tobing.
...@ @ @...
Lani membaca berkas di tangannya dengan serius. Kasus penganiayaan seorang anak. Pelakunya adalah ayah tiri anak tersebut. Lani geleng-geleng kepala. Kok bisa ya ada orangtua yang tega memperlakukan seorang anak kecil seperti itu. Melihat anak kecil nangis saja Lani tidak tega.
“Mbak Lani mulai pindah ya minggu depan?”
“Eh, Farah. “ Lani mengalihkan pandangannya dari berkas ditangannya ke wajah Farah.
“Iya, nih. “
“Yah…kita berpisah deh, Mbak. “ Farah manyun.
“Kita kan bisa ketemu Fa. Saya bisa main ke rumah kamu atau sebaliknya kamu yang main ke kontrakan saya.“
“Tapi kan beda Mbak. Saya nggak punya teman makan siang lagi deh. “
“Ada tuh; Nisa, Febri dan Aldo. “
“Iya. Tapi teman saya shalat dhuha siapa? “
“Aduh Fa…shalat kok mesti ada temannya sih. Kalau mau shalat, sendirian kan juga nggak pa-pa. “
Farah tersenyum. “Makasih ya Mbak. Mbak Lani udah ngasih banyak nasihat buat saya. Membuat saya semakin memaknai arti hidup saya, membuat saya lebih dekat dengan-Nya. “
“Ah, Farah. Itu karena diri kamu sendiri kok. “
“Mbak Lani selalu aja merendah. Merendah menaikkan penjualan, Mbak kata Bang Mardin “
Lani tergelak. Kemudian ia memeluk Farah. “Duh…belum berpisah kamu udah bikin saya mau nangis nih. “
“Saya juga, Mbak. “
Lani tertawa. Yah…dua tahun bukan waktu yang singkat. Selama itu dia sudah merasa dekat dengan Farah. Begitu sebaliknya. Bagi Farah, Lani adalah seorang guru yang mengantarkannya ke dunia baru. Gadis itu banyak memberikan pelajaran berharga buat Farah; mengajarkannya berpakaian muslimah yang baik, selalu mengingatkannya untuk shalat tepat waktu, mengerjakan amalan-amalan sunnah seperti shalat dhuha, tahajjud dan puasa senin-kamis. Dan sekarang ketika Farah sudah separuh perjalanan, Lani akan meninggalkannya.
...@ @ @...
Perpisahan sederhana diadakan untuk Lani. Lani merasa terharu. Dahulu ketika datang, Lani disambut dengan hangat sekarang mereka juga memberangkatkan Lani dengan baik. Lani melirik sosok yang sejak tadi diam, sosok yang mengajarkannya banyak hal sekaligus sering membuatnya kesal, marah dan sakit hati. Sosok yang selalu dingin – yang berdiri disamping Davina – itu meliriknya sekilas. Lani tersenyum tipis. Ia sudah memaafkan segalanya, dan ia berharap demikian juga Andre kiranya.
Lani sedang membereskan barang-barangnya ketika Andre menghampirinya.
“Selamat bekerja ya, Lani. Saya minta maaf atas semua kesalahan yang pernah saya perbuat. “
“Sama-sama, Mas. Saya juga mohon maaf, lahir batin. Terima kasih atas semua pelajarannya. Saya akan ingat
semua itu. “
Andre menghela nafas. “Saya sadar, saya sering menyakiti perasaan kamu. “
“Ah, biasa aja kali, Mas. Saya juga sering bandel kan? “
Andre tersenyum kaku.
“Oh, ya. Saya tunggu undangannya ya, Mas. “ Lani menyampirkan tas ransel ke bahunya. “ Permisi. Assalamu ‘alaikum. “
“Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. “
Lani berjalan menuju pintu diikuti oleh Farah.
“Lani! “ Andre berseru memanggil namanya.
Lani berbalik. “Ya, Mas? “
“Kamu, bilang apa tadi? “
Lani mengerutkan dahinya. “Emang saya bilang apa? “
“Yang tadi. “
“Oh, saya tunggu undangan pernikahannya. Bukannya sebentar lagi ya, Mas. “
Wajah Andre memerah. Lani tersenyum dan segera berlalu. Lelaki itu memandangi punggungnya hingga hilang dibalik pintu. Ada galau yang tersisa. Ia bingung, kenapa harus merasa begitu. Bukankah gadis itu hanya rekan kerja?
Sepeninggal Lani, Andre termangu didepan laptopnya. Undangan pernikahan? Kenapa Lani berpikiran seperti itu. Katanya sebentar lagi? Rencana aja belum ada. Calonnya siapa juga belum tahu. Andre menarik nafas panjang. Jangan-jangan Lani mengira gosip yang beredar itu benar. Ia garuk-garuk kepala. Sebagai seorang lelaki, ia tahu Davina menyukainya. Hal ini terlihat jelas dari sikap gadis itu. Pak Tobing sendiri pun sepertinya mengharapkan Andre lebih dari sekedar rekan kerja. Tapi, sejujurnya Andre tidak punya perasaan apa-apa pada Davina. Tidak pernah sedikit pun terbersit di hatinya untuk menjadikan Davina sebagai istri. Ia sudah punya kriteria tersendiri untuk calon istri. Kalaupun dia baik pada Davina, itu hanya karena menghargai gadis itu dan ayahnya. Tidak lebih. Tapi, kenapa justru sikapnya itu membuat gosip tambah menyebar, ibarat jamur di musim hujan.
Sementara itu, Lani melangkah dengan pasti. Ia bertekad, akan mengukir prestasi hingga membuat kedua orangtuanya bangga. Dia juga berjanji akan berbuat yang terbaik untuk masyarakat. Dimanapun berada ia harus berguna bagi orang lain. Lani tersenyum mantap. Lani berbalik, menatap gedung yang sudah dua tahun ini akrab dengannya. Ia pasti akan rindu suasana kantor itu. Ia kembali melangkah, menuju hari baru yang sudah ia nantikan. Minggu depan, pengambilan sumpah advokat akan dilaksanakan, Lani akan segera resmi menyandang status advokat, bukan anak magang lagi. Papa dan Mama sangat bahagia mendengar kabar anak gadis mereka akan segera jadi advokat. Lani meminta kedua orangtuanya untuk datang. Selain karena rindu, ia juga ingin didampingi saat hari yang menentukan itu tiba. Tentu saja Papa dan Mama menyanggupi, mereka juga ingin melihat kehidupan Lani selama di Jakarta.
...@ @ @...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments