Pengunjung sidang kedua ini lebih banyak daripada sidang sebelumnya. Seperti Lani mereka pun ingin mengetahui kelanjutan kasus tersebut. Sebagian ingin memberikan dukungan moril bagi Bu Niar dan sebagian lagi – keluarga korban – tentunya begitu mendambakan keadilan bagi almarhumah Nyonya Amalia. Apa pun tujuan mereka yang jelas kehadiran mereka telah memadati ruang sidang pengadilan. Lani melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya, beberapa menit lagi sidang akan dimulai. Ia menghela nafas. Jujur, Lani sangat gelisah berbeda dengan Andre yang duduk dengan tenang didepan sana.
Setelah membuka sidang, hakim memulai pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Saksi yang pertama dipanggil adalah Tuan Wijaya. Setelah diambil sumpahnya, majelis hakim memberikan beberapa pertanyaan kepadanya. Hakim kemudian memberikan kesempatan yang sama kepada penuntut umum dan penasihat hukum terdakwa.
“Saudara saksi, sudah berapa tahun keluarga saudara mempekerjakan terdakwa? “ tanya Andre setelah megucapkan terima kasih kepada majelis hakim atas kesempatan yang diberikan.
“Sudah tiga tahun.“
“Selama tiga tahun itu, apakah terdakwa bekerja dengan baik sesuai harapan saudara? “
“Ya, begitulah. Walaupun masih banyak kekurangan disana-sini tapi saya akui Mbok Niar sudah bekerja dengan cukup baik. “
“Lalu, apakah terdakwa pernah melakukan kekerasan dirumah saudara?
Dahi Wijaya berkerut. “Tidak pernah. “
“Sebelum meninggal apakah korban pernah bercerita sesuatu tentang sikap terdakwa kepadanya? “
“Istri saya bercerita bahwa dia telah membakar kebaya Mbok Niar dan memotong gajinya.“
“Tentang hal lain, misalnya mungkin saja terdakwa pernah hampir melakukan tindak kekerasan ataupun
percobaan pembunuhan terhadap korban?“
“Tidak.“
“Apa saudara sering berinteraksi dengan terdakwa? “
“Jarang. “
Andre mengangguk-angguk. “Pertanyaan saya cukup sekian. Terima kasih, majelis hakim yang terhormat.“
“Baik, saudara saksi. Terima kasih atas penjelasan saudara. Sekarang saudara kami persilahkan kembali ke tempat.“
Tuan Wijaya kembali ke tempatnya.
Selanjutnya saksi kedua adalah Pak Samin.
“Nyonya dan Mbok Niar pernah bertengkar karena Mbok Niar membuat baju kesayangan Nyonya yang baru dibelinya rusak kena setrikaan. Nyonya marah dan membakar kebaya Mbok Niar dan mengancam akan memotong gaji Mbok Niar dan tidak mengizinkannya pulang kampung lebaran besok.“
“Kapan kejadian tersebut?“
“Seminggu sebelum Nyonya meninggal.“
“Anda langsung melihat kejadian tersebut? “
“Saya melihat, Yang Mulia.“
“Setelah kejadian itu, apa korban pernah bertengkar lagi dengan terdakwa? “
“Ya. Hampir setiap hari Nyonya memarahi Mbok Niar, Yang Mulia. Bahkan saya pernah melihat Nyonya membanting panci berisi
sup ke lantai saat Mbok Niar sedang memasak. "
Dua orang saksi yang diperiksa belum memberikan titik terang terhadap kasus tersebut. Andre kelihatan sekali berpikir keras. Lani sendiri harus menahan nafas membayangkan kasus yang begitu menyita perhatiannya ini menemukan jalan buntu. Jika tidak ada satu saksi pun yang bisa meringankan Bu Niar, lalu bagaimana nasib dia selanjutnya. Lani menarik nafas panjang.
Seseorang digiring masuk ke tengah-tengah persidangan. Kehadirannya membuat pengunjung sidang kasak kusuk termasuk Lani sendiri. Bahkan Andre tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya. Orang ini adalah orang yang selalu dicari-carinya, orang yang menimbulkan sedikit kecurigaan karena tiba-tiba menghilang pasca peristiwa pembunuhan tersebut. Bahkan keluarganya sendiri tidak tahu keberadaannya. Orang itu adalah Surip, tukang
kebun keluarga Wijaya.
“Malam itu saya sebenarnya berencana akan pulang, tapi ada pekerjaan saya yang belum selesai, karena itu
saya akhirnya menginap.“
Andre menyipitkan sebelah matanya.
“Saya biasanya bangun sebelum Subuh, tapi pagi itu saya telat bangun. Ketika saya hendak ke kamar
mandi, saya terkejut melihat seseorang menusuk Nyonya Amalia dengan pisau. “
Lani menahan nafas.
Surip mengusap keringat di dahinya dengan sapu tangan.
“Dan…orang itu adalah…” Surip kembali mengusap keringatnya. “Bu Niar. “ ujarnya lirih.
Terdengar suara gaduh dari arah tempat duduk pengunjung. Lani terbelalak demikian juga dengan Andre. Bu
Niar langsung berteriak.
“Saya bukan pembunuh. Itu fitnah. Surip! Kamu kok tega sih memfitnah Ibu. Kamu kan tahu, ibu tidak mungkin melakukan itu. “ Bu Niar terisak.
Para pengunjung sidang pun turut berteriak.
“Harap tenang! “ Hakim mengetuk palu berkali-kali.
Surip menunduk.
Sekarang semua benar-benar kacau. Andre mengatupkan rahangnya kuat-kuat. Hakim menanyakan perihal kesaksian para saksi kepada Bu Niar, Bu Niar hanya bisa sesenggukan, beliau benar-benar kelihatan sangat tertekan.
“Baik, sidang akan dilanjutkan minggu depan. “ Hakim mengetuk palu.
@ @ @
Seandainya saat ini bumi terbelah, rasanya Bu Niar ingin sekali masuk kedalamnya. Mengubur diri hidup-hidup, karena ia benar-benar telah hancur. Tangisnya pecah saat Andre dan Lani menjenguknya di tahanan.
“Saya benar-benar ndak melakukan itu. Saya ndak membunuh nyonya. Tapi kenapa Surip memfitnah saya. “
Lani mengusap-usap lengannya lembut.
“Nak Lani percaya kan sama
saya? “
Lani melirik Andre yang pura-pura meainkan dasinya.
“Ibu tahu malam itu Surip menginap? “
Bu Niar mengangguk.
“Sebenarnya Surip itu orangnya seperti apa sih Bu? Maksud saya, sifatnya. “
“Surip yang saya kenal itu sangat baik. Makanya saya heran kenapa dia bisa berkata seperti itu tadi. “
Lani memperbaiki letak kacamatanya sambil menoleh kearah Andre yang dari tadi hanya diam saja. Dahi lelaki itu penuh kerutan, ia tahu Andre pasti sedang galau. Dikeluarkannya sebotol air mineral yang masih utuh dari dalam tasnya.
“Mas, minum dulu.“ Lani menyodorkan air mineral tersebut pada Andre.
Andre tersentak dari lamunannya, ditatapnya Lani sesaat lalu diterimanya air minum yang disodorkan Lani.
“Terima kasih. “ Andre membuka tutupnya lalu meneguk isinya hingga setengah.
Lani tersenyum. “Haus banget ya, Mas? “
Alis mata Andre terangkat.
“Kok nggak minum dari tadi kalau haus. “
“Saya nggak ingat apa-apa kalau sedang berpikir. “
“Jadi, gimana selanjutnya? “
“Saya masih belum tahu. “
Lani menoleh kepada Bu Niar yang sudah sedikit tenang.
“Kamu tahu nggak Lan, saya heran Surip itu muncul dari mana?“ Andre menggigit bibir bawahnya. “Saya sudah mencarinya tapi tidak ketemu, sekarang malah tiba-tiba muncul. “
“Mas mencurigai sesuatu? “
Andre tidak menjawab, dia malah bertanya pada Bu Niar. “ Bu, apa benar keluarga Nyonya Amalia dan Tuan Wijaya tidak harmonis? “
“Maksud Nak Andre? “
“Maksud saya, hmm…saya pernah dengar, katanya Nyonya Amalia berselingkuh. Apa benar begitu? “
Bu Niar tertegun. “Saya tidak tahu pasti, tapi Samin pernah bercerita kepada saya bahwa beberapa kali dia mengantarkan Nyonya bertemu dengan seorang laki-laki di hotel. Waktu itu saya tidak menanggapi karena saya tidak mau berburuk sangka.“
Wajah Andre berubah sedikit cerah. “Apakah Tuan Wijaya mengetahui hal tersebut? “
“Saya tidak tahu. Beberapa kali saya memang pernah mendengar Tuan dan Nyonya bertengkar, tapi saya tidak
tahu karena apa. “
Andre menulis sesuatu di buku kecilnya.
"Saya pasrah saja Nak Andre. Saya tidak mungkin bisa bebas. “
“Ibu jangan bicara seperti itu, kita pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk mencari bukti-bukti yang
meringankan ibu. “ kata Lani.
“Saya akan terus berusaha, Bu. Ibu jangan lemah begitu dong. “kata Andre. “ Allah pasti akan menunjukkan jalan untuk kita. “
“Kebenaran itu pasti akan menang Bu. “ ujar Lani mantap.
Andre meatapnya. Seperti ada magnet, Lani menoleh, mereka saling menatap. Sekian detik kemudian, Andre langsung membuang pandangannya ke arah lain, sementara Lani menunduk. Lagi-lagi, gemuruh di hati itu datang. Dia istighfar berulang-ulang.
@@@
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
almira.gumaisha
jadian ajaa udaaaah...☺️
2025-03-03
0
Anni Zakiyani
up juga..rutinin mb thor...bgs
2021-09-09
0