Sate Padang

Lani berolahraga ringan di teras rumah kontrakannya. Hari ini adalah hari Sabtu, hari libur. Latifah keluar dengan segelas air putih di tangannya, setelah meletakkan gelas diatas meja, Latifah pun melakukan gerakan-gerakan ringan. Lani memandang lurus kedepan, di seberang sana ada gedung MPR/DPR walaupun yang terlihat hanya ujung atapnya saja.

“Fah, kenapa sih kamu milih ngontrak disini? “

“Ya…karena dekat sama kantorku lah. “

“Bukan karena dekat sama gedung MPR? Biar kamu bisa ngawasin mereka gitu. “ kata Lani asal.

Latifah tertawa. “Apa yang mau diawasin sih, yang kelihatan juga cuma ujung atapnya aja. “

Lani tertawa. “Atau mungkin kamu mau ngeliatin para anggota dewan. “

“Ngaco kamu ah! Ada-ada aja. Mana pernah mereka kelihatan dari sini.“

“Iya, iya. Aku cuma bercanda kok. Tapi kalau misalnya kamu menikah sama anggota dewan juga nggak pa-pa. “

“Jangan ngomongin nikah lagi ya, awas! “ ancam Latifah

“Lho, kenapa emang? Kamu kan udah 24 tahun, wajar dong ngomongin nikah. “

“Duluan aja kamu. “

“Eits, kamu kan lebih tua satu tahun, jadi duluan aja. “

“Ndak ado istilah bantuak itu do.” ujar Latifah dalam bahasa Minang. “Kalau udah siap, biarpun lebih muda silahkan duluan. “

Lani tertawa. “Tapi, aku pengen lihat kamu duluan. “

Latifah tersenyum. “ Kita lihat aja nanti. “

Lani duduk di kursi plastik diikuti oleh Latifah.

“Eh, apa kabar Mas Andre-mu itu? Kok nggak pernah diomongin lagi? “

“Dia baik-baik aja, sehat wal 'afiat. “

Latifah tertawa. “Kok aku nggak dengar uneg-uneg tentang dia ya sejak dua hari yang lalu? “

Lani tersenyum. “ Aku nggak mau lagi, ntar jatuhnya malah ghibah.“

“Bagus deh.“

Lalu mengalirlah cerita Lani tentang kunjungannya dan Andre ke kantor polisi saat itu. Semuanya lengkap, apa

yang dia lakukan, yang dia bicarakan. Tidak ada yang ketinggalan, seperti kebiasaannya kalau bercerita, selalu detil.

“Biarpun dia keras, tapi dia baik juga.“

“Jadi, udah mulai simpati nih, nggak bakalan benci-benci lagi dong. “

“Selama ini aku nggak benci, kok. Cuma kesal aja. “

Latifah mengangkat bahu.

                                @@@

Lani memperhatikan Andre yang terburu-buru hendak pergi.

“Mas Andre! “ panggilnya.

Andre menoleh.

“Mau kemana? “

“Saya mau ketemu Tuan Wijaya. “

Sebenarnya Lani ingin sekali ikut, tapi Andre kan tidak mengajaknya.

“Kenapa?“

Lani menggeleng. Tidak mungkin dia mengutarakan niatnya, nanti Andre malah berpikir yang tidak-tidak tentang dirinya.

“Kamu mau ikut Lan?“ Tiba-tiba terdengar suara Pak Tobing. “Bawa saja dia, Ndre. Biar sekalian belajar. “

“Tapi, Pak...”

“Kamu sama Mardin kan? Ya udah bertiga.“

Mardin tersenyum.

“Kamu mau kan Lan, ikut sama mereka? “

Lani mengangguk ragu.

“Oke kalau gitu. Kita naik mobilku aja ya Din. “

“Ah, kamu aja sama Lani, aku naik mobilku. “

“Bertiga aja lah, lebih seru ngobrolnya. Lagian untuk mengurangi kemacetan.“ desak Andre.

Lani juga berharap demikian.

“Baiklah. “

Dalam perjalanan, Mardin menggoda Lani.

"Kamu sengaja ya Lan minta ikut biar bisa pergi bareng Andre? Cie...cie.. “

“Nggak ah. Abang kok ngomong gitu, sih? “

Andre diam saja.

“Kali aja kamu masuk dalam barisan panjang penggemar Andre. “

“Berisik kamu Din! “ sergah Andre.

Lani yang duduk di jok belakang hanya menunduk.

“Wah, dia mau nangis tuh. Aduh, Lan. Baru digodain dikit aja udah langsung mau nangis “

Lani tertawa kecil “Siapa yang mau nangis. Nggak Lho, Bang.“

Mardin terkekeh. "Jadi, kenapa kamu pengen ikut Andre?"

“Lani sangat tertarik dengan kasus ini. Iya kan Lan? “ ujar Andre.

Lani mengangguk. “Makanya saya penasaran ingin bertemu dengan tuan Wijaya itu. Selain itu saya juga pengen belajar. Tujuan magang kan memang untuk belajar. “

“Serius? Bukan karena Andre?“

“Bukan lah.”

“Kalau karena Andre juga nggak pa-pa Lan. Tapi sayang, Andre ini udah ada yang punya. “

Alis Lani terangkat.

“Apa-apaan sih Din? “ Andre mendorong bahu Mardin.

“Lho, benar kan? Kamu memang mau dijadikan menantu sama Pak Tobing, untuk putrinya si Davina itu. “

“Jangan bikin gosip murahan, Din. Ntar nyebar kemana-mana lho. “

“Alah…semua orang juga udah tahu kok, Ndre. “

Wajah Andre memerah.

“Kalau menurut aku, kamu terima aja lah, Ndre. Tinggal nunggu Davina lulus tahun depan kan? “

Andre tidak menyahut. Jadi,semuanya bukan sekedar gosip? Berarti benar, tinggal nunggu Davina lulus tahun

depan? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul di kepala Lani. Tapi, kok jadi peduli gitu? Apa urusannya denganku?. Lani menggelengkan kepalanya.

“Andre ini primadona lho, Lan, pegawai cewek di kantor aja banyak yang suka. Belum lagi klien-kliennya. “

“Nggak usah dibahas Din.Ngomongin yang lain aja, oke? “

Mardin tertawa. " Biar Lani tahu, kalau kamu itu memang primadona."

Andre tak menyahut.

                                        @@@

Lelaki itu berperawakan sedang, kulitnya sawo matang, hidungnya bangir dan berambut ikal. Cara berbicaranya lembut, gaya berpakaian dan bersikap menujukkan kalau dia adalah seorang eksekutif muda yang sukses.

“Wijaya Danubrata.“ begitu ia memperkenalkan diri. “Silahkan duduk.“ Kemudian ia mempersilahkan Andre,

Mardin dan Lani duduk.

“Jadi, anda semua pengacara dari pembunuh istri saya? Sanggup juga dia membayar pengacara, ya. Dapat uang darimana dia? “ tanyanya.

Andre dan Mardin berpandangan.

“Masih tersangka, Pak. “ Sahut Mardin

“Yah, terserahlah. Tapi bagi saya dia adalah pembunuh istri saya. Jadi, tujuan saudara-saudara sekalian datang kesini, apa? Meminta saya bersaksi untuknya? Mana mungkin saya bersaksi untuk meringankan si pembunuh.“

Andre menghela nafas. "Begini, Pak. Sebelumnya saya minta maat mungkin kedatangan kami mengganggu aktivitas Bapak. Kami datang kesini bukan untuk meminta Bapak menjadi saksi Bu Niar. Kami hanya ingin menanyakan beberapa hal kepada bapak. “ Andre memperbaiki letak duduknya.

"Anda mau menginterogasi saya? Saya ini suami dari korban, lho. Kalau mau menanyai saya, tunggu saja di pengadilan nanti."

"Sekali lagi kami minta maaf, Pak. Kami hanya butuh sedikit cerita kronologi kematian korban. Bisa bapak

ceritakan kejadian saat Ibu Amalia terbunuh? “

Wijaya menarik nafas panjang. Walau wajahnya tampak enggan, namun ia berbicara juga. “Saya terbangun karena mendengar suara teriakan di dapur, saat saya tiba tampak Mbok Niar sedang memegang pisau yang berlumuran darah. Dihadapannya istri saya terkapar dengan tiga tusukan di ulu hatinya. “

“Sudah berapa lama Bapak mempekerjakan Ibu Niar? “

“Sudah tiga tahun. “

“Selama itu, apa Ibu Niar pernah menujukkan gelagat kurang baik pada keluarga Bapak? “

“Saya jarang dirumah, interaksinya lebih banyak dengan anak saya. Sejauh penglihatan saya Mbok Niar baik, makanya saya juga heran kenapa dia bisa tega membunuh istri saya. “ mata lelaki itu menerawang.

“Apa ibu Niar pernah bertengkar dengan almarhumah istri Bapak? “

“Istri saya memang agak cerewet, tapi mereka tidak sering bertengkar setahu saya. Hanya saja seminggu sebelum peristiwa itu, istri saya memarahi Mbok Niar karena membuat baju kesayangannya rusak kena setrikaan. Sebenarnya Mbok Niar ini tidak bertugas untuk menyetrika, namun hari itu istri saya memintanya menyetrika bajunya, karena si Mbak yang biasa menyuci dan menyetrika sedang pulang kampung. Terjadi lah hal tersebut, istri saya marah besar dan membalas dengan membakar kebaya Mbok Niar. Saya tahu istri saya saat itu sedang kalap. Tapi saya tidak menyangka Mbok Niar jadi dendam.”

Andre dan Lani berpandangan.

“Setelah pertengkaran itu, apa Mbok Niar memperlihatkan sikap yang aneh? “

“Saya tidak terlalu memperhatikannya. Saya jarang dirumah. “ jawabnya kalem.

“Baiklah, Pak. Terima kasih atas kerjasamanya. “ Andre berdiri, diikuti oleh Mardin dan Lani.

“Sama-sama.“

Mereka meninggalkan rumah kediaman Wijaya dengan banyak tanda tanya yang berkecamuk di pikiran

masing-masing.

“Menurutmu Wijaya itu bisa dipercaya? “ Tanya Mardin begitu mereka sudah berada didalam mobil.

“Untuk sementara begitu. “ sahut Andre.

“Kok Bu Niar nggak cerita masalahnya dengan Nyonya Amalia ya, Mas. “ kata Lani.

“Maksud kamu masalah baju yang dibakar itu? “

“Iya.“

“Menurut dia nggak penting kali. “

“Tapi, saya nggak yakin Bu Niar dendam gara-gara itu. Dari wajahnya saya bisa ngelihat kalau Bu Niar itu

sangat baik. “

“Dengan adanya cerita itu memang jadi memperkuat tuduhan kepada Bu Niar. Bisa saja motif Bu Niar membunuh

adalah karena dendam itu. “

“Tapi, rasanya kurang masuk akal aja Bu Niar dendam gara-gara bajunya dibakar. Menurutku ya Ndre, Bu Niar

bukan tipe seperti itu. Kalau misalnya memang perlakuan Nyonya Amalia sering membuatnya jengkel seharusnya sudah lama dia berhenti bekerja disana kan? “

Andre tak menyahut.

“Apa kamu nggak curiga sama Tuan Wijaya itu? Bisa saja kan dia yang merencanakan pembunuhan terhadap istrinya karena motif tertentu. “

“Kok Bang Mardin bisa mikir kesana? “ Tanya Lani.

“Aku bilang bisa saja kan? Banyak kok, kasus semacam itu banyak. “

Lani termangu. Apa mungkin?

“Ndre, menurut kamu siapa lagi yang akan kita mintai keterangan. “

Andre berpikir sejenak. “Sopir dan tukang kebunnya. “ ujarnya kemudian.

“Aku juga berpikir sepertiitu. “

“Mungkin kita juga bisa minta keterangan pada tetangganya, Mas untuk mencari tahu bagaimana sebenarnya

kehidupan sehari-hari keluarga Wijaya.“ usul Lani.

“Boleh juga.“

Mereka bertiga terdiam.

“Eh, kalian berdua nggak lapar? Makan dulu yuk.” kata Mardin

“Kita makan di kantin kantoraja. “ kata Andre.

“Yah…kantin lagi, kantin lagi, cinta banget sih kamu sama Ibu kantin, saban hari makan masakannya terus.“

“Nggak pa-pa lagi, sekalianngasih rezeki sama Ibu kantin, lagipula masakannya emang enak. “

“Tapi kan sekali-sekali nyoba masakan lain dong…mumpung kita lagi keluar nih. Nyantai dikit dong. Ndre. Kamu gimana Lan, setuju nggak? “

Lani tersentak. “Saya? Hmmm…kalau menurut saya sih mending kita makan di kantin kantor aja. “

“Ah, payah kau Lan. Sama aja kau sama si Andre ini. “

Lani tersenyum.

“Kalian berdua emang cocok.“

“Bang Mardin nih apa-apaan sih? “

“Ayo lah, Lan, Ndre. Kita kan bertiga bukan berdua-duaan. ”

“Sebenarnya kamu mau makan apa sih, Din? “

“Apa aja, yang penting bukan makanan di kantin. “

Andre menghela nafas. “Lama-lama kamu kayak anak kecil aja ya.”

“Sesekali nggak pa-pa kan.”

“Yuk, lah kalau gitu.”

Mardin tertawa.

Mereka berhenti di sebuah restoran Padang. Mardin tampak bersemangat sekali sementara Andre wajahnya tetap serius, sepertinya kasus Bu Niar ini benar-benar menguras pikirannya.

Seorang pelayan menghampiri mereka.

“Pesan apa Din?“

Mardin melihat-lihat daftarmenu.

“Nasi kapau tuh apa ya?“ tanyanya, entah ditujukan pada siapa.

Pelayan tersebut menjelaskan tentang nasi kapau pada Mardin dengan logat Minang yang masih kental. Mardin manggut-manggut.

“Saya mau coba nasi kapau, deh. “

“Kamu Lan? “ Tanya Andre.

Si pelayan menatap Lani.

“Sate padang nyo ciek yo, Da. “ kata Lani dalam Bahasa Minang. Wajah si pelayan berbinar.

“Uni urang awak?“ tanyanya.

Andre dan Mardin melongo.

Lani tersenyum. “Indak, Da. Awak urang Batak, tapi dulu kuliah di Padang. Makonyo bisa bahaso Minang.“

“Oo…” si pelayan manggut-manggut.

“Uda dari Padang yo? “

“Pariaman, Ni.“

“Lah lamo karajo disiko? “

“Baru, Ni. Anam bulan ko lah. “

Lani tersenyum.

“Oh, ya. Mas yang satu lagi pesan apa? “ si pelayan menghadap kearah Andre.

“Nasi rendang aja, Mas. “

“Baik. “ si pelayan meninggalkan mereka.

“Nggak makan nasi Lan? “ Tanya Andre.

“Sate kan ada lontongnya, Mas. Saya kangen sama sate Padang. Biasanya dulu sekali seminggu saya dan teman-teman makan sate Padang di tempat langganan kami. “

“Kamu masih bisa bahasa Minang ya? Ck…ck…kagum aku. Kalau kamu bicara seperti tadi, nggak bakalan ada

yang nyangka kamu itu gadis batak. “ kata Mardin.

Lani tersipu. “Empat tahun saya disana, Bang. Tentunya harus bisa bahasa mereka, jadi bisa berbaur dengan

mudah. “

“Bahasa Batak kamu lancar, nggak? “

“Ya, lancar lah. Bahasa sendiri. “ ujar Lani sambil tersenyum.

Lani melirik Andre, lelaki itu bertopang dagu.

“Woi…” Mardin menepuk bahunya. “Sekarang waktunya makan. Ntar ajalah mikirin kerjaan. “

Andre hanya tersenyum.

Beberapa saat kemudian pesanan mereka datang. Sambil makan Andre dan Mardin masih membahas kasus Bu Niar, Lani hanya mendengarkan mereka saja, dia sedang ingin makan sambil mengenang masa-masa kuliah.

            @@@

Catatan :

Sate padangnyo ciek yo, Da**: Sate padangnya satu ya\, Bang.**

Uni urang awak?           **  : kakak/mbak orang awak (Minang)?**

Indak, Da. Awak urang Batak, tapi dulu kuliah di Padang. Makonyo bisa bahaso Minang : Nggak bang. Saya orang Batak, tapi dulu kuliah di Padang. Makanya bisa bahasa Minang

Uda dari Padang yo    : abang/mas dari Padang ya?

Pariaman, Ni                : sebuah kota di daerah Sumatera Barat

Lah lamo karajo disiko? : Sudah lama bekerja disini?

Baru, Ni. Anam bulan ko lah    : Masih baru kak/mbak. Baru enam bulan.

Terpopuler

Comments

Abu Yub

Abu Yub

lanjut thor .jangan lupa mampir tempatku juga ./Pray/

2025-03-27

1

almira.gumaisha

almira.gumaisha

Lani keren yaaa..
Batak tapi bisa bahasa minang juga

2025-03-03

0

Anni Zakiyani

Anni Zakiyani

dikasi artinya thor klo ada bahasa daerahnya...ga semua mengerti kan

2021-09-01

0

lihat semua
Episodes
1 Merantau
2 Kalau Jalan, Pakai Mata Dong
3 Donat Untuk Lani, Mukena Untuk Bu Niar
4 Sate Padang
5 Geletar Aneh di Hati Lani
6 Bukan Keanu Reeves, Tapi Andre Crepes.
7 Damai
8 Kebenaran Pasti Akan Menang
9 Akhirnya...
10 Bebas
11 Istri Dari Hongkong?
12 Tak Sengaja Bertemu
13 Haruskah Menikah Sekarang?
14 Melangkah Menuju Hari Baru
15 Andre Maulana Razif
16 Biodata
17 Nazhor
18 Lamaran
19 Hari Pernikahan
20 Jatuh Cinta Padamu
21 Masakan Pertama
22 I Love You, Honey.
23 Rival
24 Tersinggung
25 Kemenangan Kasus Pertama
26 Berita Bahagia
27 Ngidam
28 Memori Masa Lalu
29 Kirana
30 Tentang Kamu; Maylani
31 Pariban
32 Cepat Sembuh, Sayang
33 Saifullah Akbar Maulana
34 Saat Ujian Mulai Datang
35 Foto-foto Itu
36 Balada Lipstik Merah Menyala
37 Pecah Perang
38 Bila Kau Tak Disampingku
39 Selalu Cinta walau Kau Tak Disampingku
40 Gagal Move On
41 Hampa Tanpamu
42 Jangan Ada Kata Berpisah
43 Hidup Harus Terus Berjalan
44 Pe-Ja-Bat
45 Gara-Gara Warisan
46 Kasih Ibu Sepanjang Jalan, Kasih Anak Sepajang Galah
47 Mengalah Untuk Menang
48 Memuliakan Tamu
49 Konsultan Pernikahan
50 Kamu Berhak Bahagia
51 Cinta Tak Akan Menyakiti
52 Misi Berhasil
53 Angkat Aku Jadi Manajermu
54 Ngidam?
55 Ternyata Oh Ternyata
56 Terjebak
57 Bertahan dalam Luka
58 Mauliate Hasian
59 Kepergian Arinda
60 Bila Waktu Tlah Memanggil
61 Kedatangan Keluarga Satria
62 Jagalah Cinta Ini
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Merantau
2
Kalau Jalan, Pakai Mata Dong
3
Donat Untuk Lani, Mukena Untuk Bu Niar
4
Sate Padang
5
Geletar Aneh di Hati Lani
6
Bukan Keanu Reeves, Tapi Andre Crepes.
7
Damai
8
Kebenaran Pasti Akan Menang
9
Akhirnya...
10
Bebas
11
Istri Dari Hongkong?
12
Tak Sengaja Bertemu
13
Haruskah Menikah Sekarang?
14
Melangkah Menuju Hari Baru
15
Andre Maulana Razif
16
Biodata
17
Nazhor
18
Lamaran
19
Hari Pernikahan
20
Jatuh Cinta Padamu
21
Masakan Pertama
22
I Love You, Honey.
23
Rival
24
Tersinggung
25
Kemenangan Kasus Pertama
26
Berita Bahagia
27
Ngidam
28
Memori Masa Lalu
29
Kirana
30
Tentang Kamu; Maylani
31
Pariban
32
Cepat Sembuh, Sayang
33
Saifullah Akbar Maulana
34
Saat Ujian Mulai Datang
35
Foto-foto Itu
36
Balada Lipstik Merah Menyala
37
Pecah Perang
38
Bila Kau Tak Disampingku
39
Selalu Cinta walau Kau Tak Disampingku
40
Gagal Move On
41
Hampa Tanpamu
42
Jangan Ada Kata Berpisah
43
Hidup Harus Terus Berjalan
44
Pe-Ja-Bat
45
Gara-Gara Warisan
46
Kasih Ibu Sepanjang Jalan, Kasih Anak Sepajang Galah
47
Mengalah Untuk Menang
48
Memuliakan Tamu
49
Konsultan Pernikahan
50
Kamu Berhak Bahagia
51
Cinta Tak Akan Menyakiti
52
Misi Berhasil
53
Angkat Aku Jadi Manajermu
54
Ngidam?
55
Ternyata Oh Ternyata
56
Terjebak
57
Bertahan dalam Luka
58
Mauliate Hasian
59
Kepergian Arinda
60
Bila Waktu Tlah Memanggil
61
Kedatangan Keluarga Satria
62
Jagalah Cinta Ini

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!