Lani tersentak mendengar alarm ponselnya yang bergetar-getar di bawah bantal – kebiasaan buruknya selalu menaruh ponsel dibawah bantal – tangannya merogoh bawah bantal dengan mata yang masih terpejam, kelopak matanya terasa lengket. Lani mengucek-ngucek matanya sebentar, melihat jam di layar ponsel, jam tiga dini hari. Ia melirik Latifah yang masih terlelap di seberang sana. Lani bangkit, dalam hati ia bertakbir, berusaha melawan setan-setan yang mengikat ruhnya dengan simpul-simpul ngantuk. Pada takbir ketiga Lani mengepalkan tinjunya ke udara, ALLAHU AKBAR!!!
“Woi…bangun…” Lani mengguncang-guncang tubuh Latifah.
Latifah menggeliat. Belum ada tanda-tanda dia akan bangun, Lani mengguncang tubuhya lebih keras lagi. “Ayo dong Fah…”
“Duh…Lani…aku ngantuk banget nih. Tadi malam lembur sampai jam dua. Aku tidur baru satu jam. “ keluhnya tanpa membuka mata.
”Setidaknya dua rakaat aja…ayo dong…”
Latifah membuka mata. “Sehari ini absen dulu deh…beneran nih, ngantuk banget, daripada aku shalat sambil tidur.”
Ia terkekeh, didorongnya bahu Latifah. “Dasar! “
Lani menuju kamar mandi. Dinginnya air wudhu mengembalikan kesadaran Lani sepenuhnya. Sekarang Lani terlihat segar dan dia siap untuk menghadap pemilik ruhnya di sepertiga malam terakhir, malam yang selalu ditunggu-tunggu oleh seorang hamba untuk bermunajat kepada-Nya lebih dekat, tanpa sekat.
Usai melaksanakan shalat Tahajjud, Lani membuka mushaf Al-Qur’an kesayangannya, dengan suara perlahan dibacanya kalam-kalam Ilahi. Lani merasa sejuk jiwanya, tentram hatinya. Setelah membaca beberapa halaman, Lani duduk di tempat tidur, mengambil buku yang selalu berada dibawah bantalnya
– ini adalah salah satu kebiasaan Lani juga – dan mulai membaca, ia menunggu waktu Subuh tiba. Tapi Lani tidak bisa berkonsentrasi dengan bacaannya, Lani teringat kampung halaman, rumah, kamar, dan Papa-Mama nya. Ini adalah hari pertama ia magang. Ia diterima di Kantor Hukum Ibrahim Tobing dan rekan. Lani senang sekali saat itu, apalagi Pak Tobing anak Medan juga dan sekarang sudah sukses di Jakarta. Kantornya besar, advokat yang bekerja disana juga banyak
“Disini kebanyakan orang Batak, kau bisa kenalan besok; ada Pak Hutagalung, Pak Marbun, Bang Manik, Fauzan Siregar, Mardin Silalahi. Ada juga memang yang bukan orang Batak tapi cuma dua, Andre dan Sartika. Pegawainya banyak yang bukan orang Batak. “ Jelas Pak Tobing saat Lani pertama kali datang ke kantornya.
Lani manggut-manggut.
Lani menarik nafas dalam-dalam, aku akan berusaha belajar sebaik mungkin. Aku berjanji akan membuat Papa dan Mama bangga, bisiknya dalam hati.
“Lan, bangun…” ada suara yang mendesak, ditambah dengan guncangan pada tubuhnya yang cukup keras. Lani membuka mata, Latifah berdiri dengan wajah basah.
“Sana shalat Subuh. Kita kesiangan.“
Lani tersentak, jadi dia ketiduran? Padahal tadi setelah tahajjud niatnya ga tidur lagi, tapi ternyata malah ketiduran.
“Jam berapa sekarang? “
“Jam setengah enam…”
“Hah?!!!”
Lani melompat dari tempat tidurnya. Hari pertamanya magang kok malah ada insiden kesiangan sih. Padahal Lani sudah bertekad hari pertamanya harus membuat kesan yang baik. Kantor Pak Tobing jauh di Jakarta Selatan, mana Jakarta kalau pagi-pagi macet banget.
Setelah shalat Subuh, Lani langsung mandi dan berpakaian dengan tergesa-gesa. Dibereskannya tempat tidur sebentar. Latifah memandanginya dengan tertawa kecil.
"Jangan ketawa dong Fah, temannya kesusahan malah senang. “
“Aku bukannya senang, kamu kalau tergesa-gesa ekspresinya lucu banget. “
“Duh, malah bercanda dong.” Lani memasang kaus kakinya. “
“Kamu sarapan dulu gih…udah aku siapin. “ ujar Latifah
“Nggak usah Fah, ntar makin telat “
“Eits…ga boleh gitu, dong. Ntar maag kamu kumat lagi lho, kalo maag kamu kumat biasanya migrain kamu juga
nyusul kan kumatnya. Kalau udah begitu, kamu nggak bisa kerja, trus ngerepotin aku juga. “
“Aduh…Latifah Nuraini jangan kasih ceramah sekarang ya, ntar aja kalau aku udah pulang dari kantor. “
“Kalau gitu kamu bawa bekal ya ke kantor, aku siapin. “ Latifah beranjak menuju dapur.
Lani menghela nafas. “Baiklah…” ujarnya menyerah. Latifah muncul dengan kotak bekal yang sudah diisinya dengan nasi dan lauk berikut segelas susu coklat. Lani tersenyum haru, sahabatnya ini ternyata sudah membuatkan susu dari tadi.
“Makasih ya, Fah…” Lani menerima susu dari tangan Latifah dan langsung meneguknya sampai habis.
“Ini bekalnya. “ Latifah menyodorkan kotak bekal di tangannya.
Lani menerimanya dengan senyum dikulum. “Emang Latifah baik banget, deh” dijabatnya tangan Latifah kemudian cipika cipiki. “Aku berangkat dulu ya.” Latifah menyampirkan tas di bahunya.
@@@
Taksi berhenti tepat di depan Kantor Hukum Tobing dan Rekan. Lani keluar dan setengah berlari dia masuk ke kantor tersebut.
Dugh…
“ Auw…” Lani menjerit. Ia terduduk di lantai.
Dihadapannya seorang lelaki juga terduduk dengan kertas dan buku berserakan didekatnya. Lelaki itu menatapnya tajam. Ya ampun,mereka bertabrakan.
“Eh, maaf Pak…maaf. “ Lani bangkit sambil mengusap-usap lengan bajunya, sejujurnya, pinggang dan kakinya sangat sakit sekarang. Ia mendekat, membereskan kertas dan buku-buku yang berserakan.
“Kamu kalau jalan pakai mata dong.” Lelaki itu berdiri.
“Maaf Pak saya nggak sengaja, habisnya buru-buru. “ Lani berusaha tersenyum.
“Kamu sudah menghabiskan waktu saya beberapa menit karena insiden ini. “gerutunya sambil memalingkan wajah.
Lani melongo. “ Saya minta maaf banget Pak. “
“Makanya jangan lari-lari.“ komentarnya.
Lani nyengir.
“Kamu kan punya mata, kalau jalan ya dipakai.“ lanjut lelaki itu lagi.
Cerewet juga dia, pikir Lani.
“Saya emang punya mata Pak, tapi bukan buat berjalan, kalau untuk berjalan saya pakai kaki.“ jawab Lani sengit terpancing emosi.
Dahi lelaki itu berkerut. “Tapi mata kamu juga dipakai ya untuk melihat. Ini akibatnya kalau mata kamu ditaruh di dengkul. Atau mungkin kamu masukin dalam tas, ya.” balasnya tak kalah sengit.
Alis Lani terangkat. Ya Allah, laki-laki ini menambah tidak enak suasana hatinya saja.
“Pak, saya kan sudah minta maaf jadi Bapak jangan marah-marah gitu, dong.“
“Kok malah jadi kamu yang marah, sih? Setiap orang yang mengalami hal ini juga akan berlaku sama seperti saya.“
“Tidak akan semuanya. Tergantung siapa orangnya. Mungkin kalau Bapak, ya…begitu.“
Lelaki itu mengepal tangannya.
"Jadi begini ya Pak, saya minta maaf sekali lagi. Saya benar-benar tidak sengaja, saya juga tidak ingin hal ini terjadi. Saya rugi juga, bukan hanya bapak, waktu saya tersita beberapa menit. Bapak maafin saya, kan?" Lani meyodorkan kertas dan buku-buku milik lelaki itu.
Si lelaki menerima barang-barangnya dan menatapnya dengan sinis.
“Ya. “ jawabnya singkat dan segera berlalu dari hadapan Lani.
Lani menghembuskan nafas ke udara, benar-benar kacau. Hari pertama yang dia khayalkan bakal memberikan kesan manis justru melahirkan kesan kecut di pagi hari. Seandainya nggak telat bangun pagi, nggak akan telat berangkat ke kantor dan Lani pasti tidak akan bertabrakan dengan lelaki
‘cerewet’ tadi. Yang pasti mood-nya nggak akan kacau seperti sekarang ini.
“Tapi, ngapain juga mikir seandainya. Toh semua udah terjadi.“ Lani mengendikkan bahu, bibirnya tersenyum.
“Ya Allah…” Lani menepuk jidatnya. “Kok malah nyantai.” Lani mempercepat langkahnya.
“Maaf Pak, saya telat.“ kata Lani pada Pak Tobing
Pak Tobing tersenyum. “Tidak apa-apa Lani, maklum hari pertama. Hmm…sepuluh menit. “ seraya melirik jam tangannya
Lani nyengir sambil mengusap-usap hidung, kebiasaan kalau sedang bingung atau merasa bersalah.
“Ayo ikut saya.“ Pak Tobing melangkah keluar ruangan-Lani mengikuti-menuju ruangan rapat dan disana sudah menunggu seluruh advokat dan pegawai di kantor itu. Lani sedikit kikuk ketika melintasi ruangan, sebab berpasang-pasang mata menatapnya. Ia berusaha tersenyum pada semuanya.
“Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. “ Pak Tobing mengucap salam yang segera dijawab oleh semua yang ada di ruangan tersebut. “ Baik saudara-saudaraku semua, kita kedatangan seorang calon advokat (pengacara) yang akan magang di kantor kita. Namanya Maylani Iffana Azra Hutabarat, asalnya dari Sumatera Utara, asli Batak. “ Pak Tobing memperkenalkan Lani sambil tersenyum. Lani mengangguk.
“Wah…tambah lagi nih anak Medan. “ celetuk seorang bapak.
Lani tersenyum.
“Saya sangat berharap kita semua bisa membantu ananda Lani sehingga kelak dia bisa bergabung bersama kita." tambah Pak Tobing lagi. “Oke Lani, saya akan perkenalkan satu persatu.“ Pak Tobing memperkenalkan rekan-rekannya berikut pegawai satu persatu, yang disebutkan namanya melambai dengan ramah kepada Lani. Lani merasa terharu dengan sambutan mereka yang hangat. Lani mengucap syukur.
“Oh, ya Andre mana? “ Tanya Pak Tobing
“Lagi keluar, Pak. “ jawab Mardin
Pak Tobing manggut-manggut.
...@@@...
Lani dimintai tolong oleh Pak Marbun untuk mengetik eksepsi atas satu perkara yang sedang ditanganinya. Lani menerimanya dengan senang hati, berarti ini adalah tugas pertamanya hari ini. Jadi tukang tik juga Lani sudah berbahagia, yang penting dia bisa magang di kantor ini.
“Lani…” terdengar suara Pak Tobing.
Lani mendongak, lalu terbelalak melihat seseorang yang berdiri disamping Pak Tobing, orang itu pun tidak kalah terkejut ketika melihat Lani.
“Lani, perkenalkan. Ini namanya Andre, seorang advokat muda yang hebat dan beliau ini akan menjadi pembimbing kamu selama magang disini. “ ujar Pak Tobing.
Lani terkejut. Ya Ampun, itu kan lelaki yang tadi ditabraknya di lobi kantor. Ternyata dia salah satu advokat di kantor ini, dan akan jadi pembimbingnya pula.
Ia berusaha tersenyum dan lelaki itu pun hanya tersenyum sekilas tanpa mengulurkan tangan. Selamat, bisik hatinya.
“Saya harap kalian bisa bekerja sama. Andre, tolong bimbing Lani dengan baik ya dan kamu Lani jangan sungkan-sungkan bertanya kalau ada yang tidak kamu mengerti. “
“Baik Pak. “ jawab Andre.
Pak Tobing meninggalkan mereka.
“Maaf atas kejadian tadi, Pak. “
Andre mengangkat kedua bahunya. “It’s oke. Kamu sudah minta maaf beberapa kali dan saya rasa itu sudah cukup.“
“Saya benar-benar nggak sengaja Pak. “
“Nggak usah panggil Bapak, panggil Mas aja. Saya belum setua Pak Tobing.“ Nadanya masih dingin.
Lani mengangguk.
“Nama kamu siapa tadi? “ Andre mengernyitkan dahi.
“Lani, Mas. Maylani Iffana Azra Hutabarat. “
“Panjang banget namanya. “Andre tertawa kecil. “ Cuma kamu orang Batak disini yang namanya panjang begitu. “
Nggak lucu, jerit Lani dalam hati.
"Tapi Mas boleh panggil saya Lani."
"Oh, Lani ya. Temannya Tayo dan Rogi." Lelaki itu tertawa kecil.
What?? Apa katanya? Tayo dan Rogi? Ingatan Lani melayang ke acara kartun anak-anak, Tayo Si Little Bus. Lani menghela nafas. Kapan-kapan kubalas kau, ucap Lani dalam hati.
“Kamu alumni mana? “
“UNAND, Mas. “
“Wow…perjalanan kamu panjang juga ya. Tinggal di Medan, kuliah di Padang dan
sekarang merantau ke Jakarta. “ komentar Andre tanpa menatap Lani.
Sepertinya laki-laki ini dilahirkan untuk menjadi seorang komentator yang handal, kata Lani dalam hati.
“Kenapa jauh-jauh ke Jakarta? Di Medan kan banyak juga kantor advokat. Apa kamu nggak tertarik untuk buka kantor sendiri disana nantinya? “
“Saya rasa setiap orang punya rencana dalam hidupnya, dan mereka punya alasan tersendiri untuk membuat rencana tersebut. Keberadaan saya disini juga merupakan bagian dari rencana hidup saya dan tentunya sudah dipikirkan matang-matang sebelum mengambil sebuah keputusan. “ jawab Lani tenang.
“Jawaban yang bagus, tapi abstrak. “ ujarnya.
“Tidak semua hal bisa diceritakan kepada orang lain Mas, karena setiap kita punya privasi. Saya menganggap alasan saya memilih Jakarta untuk tempat merantau adalah bagian dari privasi saya yang tidak perlu diketahui oleh orang lain.“ jawab Lani jengkel.
Andre tersenyum samar. “Tahu nggak, Jakarta itu udah padat, sekarang malah nambah pendatang baru. “Andre memasukkan tangannya ke saku celana. “Kamu juga pasti pernah dengar ungkapan Ibu kota lebih kejam dari ibu tiri kan, apa kamu tidak takut.“ Kata Andre sambil sedikit membungkuk.
Gigi Lani gemerutuk menahan kesal. “Itu berlaku bagi orang yang tidak punya keahlian apa-apa dan bukan buat saya.“ Lani menatapnya tajam.
Andre terkekeh. “Tingkat ke-PD-an kamu tinggi juga ya. “ujarnya pelan. “Memangnya keahlian kamu apa? “ Tanya Andre setengah mengejek.
Lani bangkit dari duduknya. “Permisi…” Lani beranjak pergi.
“Mau kemana? “
Lani berbalik menatap si pengacara yang sedang tersenyum penuh kemenangan, “Saya mau shalat Dhuha, perlu saya laporkan juga ya." sahut Lani ketus.
“Oo…” Andre manggut-manggut.
Usai menunaikan shalat Dhuha di mushalla kantor itu, Lani bersandar di dinding. Hati Lani masih kesal melihat Andre. Tadi dia begitu senang karena seluruh pengacara dan pegawai yang ada di kantor itu sangat ramah, tapi tiba-tiba dia harus bertemu Andre yang sepertinya suka sekali membuat orang lain menderita. Lani menghembuskan nafasnya ke udara. Hari pertama saja sudah tidak menyenangkan bekerjasama dengan si Andre itu, apalagi hari-hari selanjutnya.
“Kayak nggak punya kerjaan aja ngurusin orang. Nyebelin banget sih. “ gerutu Lani sambil mengepalkan
tinjunya.
Lani bangkit dari duduknya dan melangkah dengan gontai meninggalkan mushalla. Ia merasakan perutnya perih, oh…Lani lupa kalau dia belum sarapan. Seketika ia teringat, tadi kan Latifah sudah menyiapkan bekal untuknya. Lani mengeluarkan kotak makanan dari dalam tas nya, disuapnya nasi dan lauk-pauk dengan perlahan, ia ingin meresapi cinta yang ada dalam makanan itu, cinta seorang sahabat. Ia tersenyum membayangkan wajah Latifah.
“Kamu kayak anak TK ya, bawa bekal segala. “Seseorang mengejutkan Lani yang sedang mengunyah makanannya. “Dan lagipula ini belum jam makan. “
Lani mengangkat kepala, ternyata Andre. Selera makannya lenyap dalam sekejap.
“Maaf, tadi pagi saya tidak sempat sarapan. Makanya bawa bekal. “
“Kamu tinggal dimana sih? “
“Jakarta Pusat, Mas. “
“Jauh. Kenapa nggak nyari kost-an di sekitar sini aja? “
“Saya tinggal disana dengan sahabat saya, kebetulan kantornya dekat dengan kontrakan kami. “
Andre manggut-manggut. “Kamu dikasih tugas apa sama Pak Marbun. “
“Saya dimintai tolong ngetik, Mas. “
“Ya udah, kamu selesaikan dulu tugas itu. Sekarang saya mau keluar, ketemu klien. Besok kamu bantu saya
menganalisa kasus ya. “
“Baik, Mas.“
Andre meninggalkan Lani, tapi kemudian dia berbalik lagi.
“Oh, ya…kalau habis shalat jangan suka ngomong sendiri ya. Ntar kamu dikira gila sama orang yang dengar.” ujarnya sambil tersenyum mengejek.
Lani melongo. Hah?! Kok dia bisa tahu Lani tadi ngomel-ngomel sendiri di Mushalla, apa mungkin dia ada disana? Sejurus kemudian ia menggaruk-garuk kepalanya yang dibalut jilbab biru.
“Mas Andre memang suka rese sama anak magang. “ tukas seseorang.
Lani menoleh, ternyata Farah salah seorang peagawai kantor itu. Lani tersenyum.
“Mbak Lani yang sabar aja, ya. Sebenarnya Mas Andre orangnya baik kok. “
“Dan sangat berbakat jadi komentator bola. “ kata Lani
Farah tertawa. “Mbak Lani bisa aja deh, emang lagi nonton bola. “
Lani tergelak. “Habisnya kesal banget. Kenapa juga ya aku dapat pembimbing seperti dia. “
“Dia itu hebat lho,Mbak. Pak Tobing sayang banget sama dia. “
“Oh, ya? “
“Pak Tobing kan nggak punya anak cowok, jadi beliau menganggap Mas Andre sudah seperti anak sendiri. Malah menurut gosip yang beredar Pak Tobing punya niat mau menjodohkan Mas Andre sama
anak gadisnya. “
“Masih niat kok orang udah
tahu. Bukannya niat masih dalam hati ya Mbak? “ kata Lani.
“Ah, Mbak Lani ini bisa aja." Farah menepuk pundak Lani pelan. “ Tapi beneran lho, Mbak, malahan kelihatannya anaknya Pak Tobing itu juga suka, kalau kebetulan dia main kesini saya perhatiin suka ngelirik-lirik Mas Andre gitu, tapi Mas Andre nya cuek aja.“
Oalah…kok malah jadi ngegosip sih?
“Wajar aja ya, Mbak. Mas Andre kan ganteng, pintar, pengacara hebat lagi, udah gitu dia juga sholeh. “ Puji Farah.
“Mbak Farah naksir juga ya?" Goda Lani.
Wajah Farah bersemu merah. “Ya nggak lah. Mbak Lani ngawur. “
Lani tertawa dan tadi diasempat menangkap kilatan mata Farah yang menunjukkan kalau dia juga sebenarnya
menyukai Andre.
...@@@...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
almira.gumaisha
☺️☺️
Tayo dan Rogi
Ketahuan ni om pengacara suka nnton tayo
2025-03-03
0
Abu Yub
keren thor
2025-03-27
0
Viname
semangat Lani .. keselnya jgn terlalu yaa..hihi 🤭
2021-09-13
0