Donat Untuk Lani, Mukena Untuk Bu Niar

Lani melempar tasnya keatas tempat tidur menyusul tubuhnya yang lelah. Sebenarnya pekerjaan hari ini tidak melelahkan justru perjalanannya lah yang membuat Lani sangat lelah. Maklum ia belum terbiasa dengan kehidupan ibu kota yang terkenal macet. Lani melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya, sudah hampir maghrib.

Latifah muncul dari dapur dengan sendok goreng ditangannya, ia pasti sedang masak.

“Hei..!! ” serunya girang. “Calon advokat kita udah pulang. “ Latifah duduk disamping Lani. “ Gimana hari pertamanya? “

“Nyebelin. “

“Kok? “

“Ntar deh aku ceritain. Kamu lagi masak, ya? Aduh, maaf ya aku nggak sempat bantuin. “ Lani merangkul pundakLatifah.

“Nggak pa-pa lho. Kebetulan aku pulang lebih cepat ya udah aku masak. Kalau kamu yang pulang duluan pasti

kamu melakukan hal yang sama kan. “ Latifah tersenyum.

Lani membalas senyum sahabatnya itu.

“Aku mandi dulu ya. Gerah banget nih. “ Lani beranjak.

“Ya udah buruan sana. “

Makan malam mereka nasi putih, ikan sarden dan mie instant rebus, anak kost banget deh. Maklum dua-duanya pulang sore jadi nggak sempat belanja.

“Ceritain dong, hari pertama kamu. “

Lani berhenti mengunyah. “Oh, iya aku kan udah janji. “ Lani meneguk air putih, kemudian ia pun mulai bercerita tentang insiden ‘tabrakan’ tadi pagi.

“Dan kamu tahu nggak Fah, siapa yang aku tabrak? “

Latifah menggeleng. “Mana mungkin aku tahu."

Lani tersenyum. “Ternyata dia advokat yang kerja di kantor itu juga. Namanya Andre. Awalnya kan aku nggak tahu, trus Pak Tobing memperkenalkan dia sebagai pembimbingku. Aku kaget banget sekaligus malu, soalnya kan aku udah ketus gitu sama dia. “

Latifah tertawa.

“Dan menurut aku ya Fah, dia itu emang berbakat banget jadi komentator. “

Alis Latifah terangkat.

Lani pun menceritakan percakapannya dengan Andre di kantor tadi pagi tidak ketinggalan gosip yang

dikatakan Farah. Latifah mendengarkan sambil sesekali tertawa.

“Nyebelin banget tahu nggak. Tapi, eh…kok malah ghibah sih. “ Lani istighfar menambah geli di hati Latifah.

“By the way, cakep nggak? “ Tanya Latifah sambil menyipitkan sebelah matanya.

“Uh…dasar ganjen, lu! “ Lani melempar Latifah dengan serbet.

“Sesekali boleh dong.”

“Kalau kata Farah sih, dia ganteng. “

“Kalau kata kamu? “

Lani berpikir sebentar, dia membayangkan Andre, lumayan juga sih; Andre punya postur yang lumayan dengan tinggi kurang lebih 180 cm, kulitnya putih, wajahnya juga bersih, rambutnya lurus dan dipotong pendek. Nggak jelek-jelek amat, kata hati Lani. Ups, ketahuan dong Lani merhatiin juga. Ia terkekeh dalam hati.

“Hmm…ganteng itu kan relatif, Fah. Tergantung orang yang melihatnya. Tapi yah,, bisa dikatakan nggak jelek lah.“ Seperti biasa, Lani selalu berdiplomasi.

Latifah manggut-manggut.

“Sikapnya itu lho bikin aku kesal, komentarnya suka pedas, omongannya juga asal. Tapi, ada yang bikin aku heran, dia kalau ngomong nggak langsung natap aku gitu, terus dia juga nggak ngajak aku salaman. Santun banget, tapi di sisi lain, dia judes. Trus, yang bikin aku makin geram, dia ngejek namaku, katanya aku Lani temannya Tayo dan Rogi. ” Wajah Lani memerah menahan marah.

Latifah sampai terpingkal-pingkal mendengar cerita Lani. "Serial Tayo The Little Bus itu?"

Lani mengangguk. Latifah terus tertawa sampai mengeluarkan air mata. Ini benar-benar lucu. "Berarti dia sering nonton." Ucapnya di sela-sela tawa.

"Ih, Latifah. Kamu kok malah ketawa sih?" Lani cemberut.

"Ini beneran lucu, Lan. Asli lucu."

"Nggak lucu!! Selera humornya hanya sebatas Tayo dan Lani."

"Lucu Lani, lucu ini. Sabana lucu."

"Ndak ado lucu, doh. Garing tu nyo." Lani membalas dengan bahasa Minang juga.

"Kok, bisa lah dia kepikir sama Tayo Little Bus, coba. Aku aja nggak pernah mikir sampai kesitu, lho." Latifah mengusap matanya yang dari tadi berair karena ketawa.

Lani melempar serbet sekali lagi. Mereka tertawa bersama.

@@@

Lani melipat mukenanya, wajahnya terlihat cerah, dia baru saja  selesai menunaikan shalat dhuha. Yah, di sela-sela kesibukannya di kantor dia masih menyempatkan diri untuk shalat dhuha, dan mengawali harinya dengan bacaan dzikir ma’tsurat, semua itu membuat hati Lani menjadi tenang. Nyatalah apa yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an bahwa jika kita mengingat Allah maka hati kita menjadi tenang. Tidak ada tempat yang paling nyaman untuk melarikan diri ketika ada masalah kecuali lari kepada Allah dan mengadukan semuanya kepada-Nya. Ketika hati sedang gundah, lelah, marah dan seketika itu juga ingat Allah maka segalanya akan lenyap. Lani menarik nafas dalam-dalam lalu tersenyum. Tiba-tiba dahinya berkerut, di sebelah ada suara seseorang sedang membaca Al-Qur’an. Suara itu seperti sudah tidak asing lagi di telinganya. Lani mempertajam pendengarannya, tak salah lagi, itu adalah suara Andre. Hummm...ternyata dia...

Lani termangu di meja kerjanya, dari tadi komputer menyala tapi Lani tidak tahu harus mengerjakan apa. Andre belum memberikannya tugas setelah dua hari lalu memarahinya habis-habisan.

Saat itu,

“Apa sih yang kamu buat ini? “ Andre melemparkan kertas ke meja Lani.

Lani terkejut. “Jadi, segini aja kemampuan kamu? Kalau begini terus sih, nggak akan ada yang

mau pakai jasa kamu. “

Lani melongo. Dalam hati dia berkata, wajar dong…kan baru belajar.

“Waktu kuliah kamu serius nggak sih? “

Lanimenggigit bibir bawahnya menahan perih di hati. “ Maaf, Mas. “ Lani mengambil

kertas di hadapannya.

“Cuma bikin rancangan pledoi aja kamu nggak bisa. Sebenarnya kamu serius tidak mau jadi advokat? “ wajah Andre kelihatan sangat sangar di mata Lani. Ketampanannya menguap.

“Akan saya perbaiki lagi, Mas. “ ujar Lani pelan.

Andre mendengus. “ Nggak usah, saya udah bikin sendiri. Kalau kamu perbaiki juga bakalan tetap begitu hasilnya. Saya tidak mau klien saya lari gara-gara kamu. “

Lani menunduk. Andre meninggalkannya dengan wajah yang masih menyiratkan kemarahan.

“Jangan dibentak-bentak gitu dong, Ndre. Kasihan dia. “ terdengar suara Mardin.

“Habisnya aku kesal banget. Masa cuma ngerjain itu aja nggak bisa. “ Andre geleng-geleng kepala.

“Wajarlah…dia kan masih magang. Justru karena belum bisa makanya kamu ajarin. Lagipula kamu kan

nggak bisa dong menyerahkan sepenuhnya sama dia, kan kamu advokatnya, kamu yang megang kasus itu, dia cuma belajar. “

“Tau deh.” Andre menghela nafas.

“Kalau kamu begitu terus, mana betah dia belajar sama kamu, yang ada juga dia bakalan kabur. “

“Kalau dia kabur, bukan aku dong yang rugi. Dia lah. “

Mardin tertawa. “Kamu harus sabar, Bro. Gimana sih pak guru kita ini. “

“Kamu aja deh, Din yang jadi pembimbingnya. Aku nggak kuat. “

“Pak Tobing kan mempercayakna dia sama kamu. Kalau aku perhatikan, dia pintar kok, hanya saja masih perlu banyak latihan.“

Lani mendengar semua pembicaraan itu dengan hati yang pedih, kalau bukan karena dia butuh sekali dengan magang ini, bakalan dia kasih satu jurus buat si Andre yang sombong itu. Lani meleletkan lidahnya kearah Andre, tapi Andre nggak lihat. Hal itu membuat Farah tertawa.

Mungkin Andre jera memberi Lani tugas, jadi dia lebih sering disuruh membaca kasus-kasus yang pernah ditanganinya ataupun yang ditangani pengacara lain. Tak jarang hal itu membuat Lani ngantuk, matanya pegal membaca terus. Bisa-bisa minus matanya bertambah dari setengah menjadi dua setengah. Tapi yah…demi cita-cita apapun rela dia lakukan.

“Lani.” Tiba-tiba saja Andre sudah berdiri dihadapannya.

“Ya, Mas.“ Demi kesopanan, Lani langsung bangkit dari duduknya.

“Ini buat kamu. “ Andre menyodorkan sebuah kotak pada Lani.

Lani heran. “Ini apa Mas? “

“Itu donat. Kamu nggak bisa baca ya? Kan ada tulisannya tuh. “

Lani nyengir. “Tapi, buat apa Mas? “

“Ya buat kamu lah, buat dimakan. Masa buat dipajang. Tadi klien ngasih saya donat itu, tapi saya sedang puasa. Jadi, buat kamu saja. “ Jelasnya dengan wajah setengah menunduk.

“Saya juga lagi puasa, Mas. “ Kata Lani

Alis Andre terangkat. “Oh, ya?“ Diam sejenak. “Ya udah, buat berbuka aja. “

“Makasih ya Mas. Mas nggak mau? “

Andre tersenyum. “Nggak, buat kamu aja.“

Lani tersenyum juga.

Andre mengeluarkan kertas dari tas ransel nya lalu disodorkannya pada Lani.

“Tolong kamu pelajari kasus ini, kamu analisa, lalu coba kamu buat rancangan surat gugatannya. “

Lani menerimanya. “Mas lagi megang kasus ini ya? “

“Nggak, ini cuma contoh aja saya ambil dari internet. “

“Mas kapok ya ngasih kasus yang Mas tangani sama saya? “

“Kamu kan masih belajar, kalau masih belajar, jadi dikasih contoh soal dulu. Kasus ini sudah ada putusannya kok, jadi saya pengen lihat sejauh mana kemampuan kamu. “

Lani manggut-manggut.

“Saya tinggal dulu ya. “ Andre berbalik

Lani mengangguk. Tumben hari ini baik, ngasih donat pula tuh?

"Mas Andre!!" Seru Lani setelah Andre berlalu beberapa langkah.

Andre menoleh. "Ya?"

"Kalau saya Lani si bis kecil, Mas Andre jadi Tayo-nya ya." Ujar Lani.

Andre mengerutkan dahinya. "Maksud kamu?"

Lani tersenyum. "Lani dan Tayo kan bersahabat, Mas. Nggak pernah berantem."

Andre tersenyum simpul. "Humor kamu hanya sebatas Tayo Little Bus, ya."

Bukannya humor kamu, kata Lani dalam hati. Andre membalikkan badannya, dan segera melangkah masuk ke ruangan. Lani mengendikkan bahu.

“Udah damai ya, Mbak.” goda Farah.

“Saya juga heran Fa, kok hari ini dia baik banget. “

“Lagi senang kali Mbak.“

“Mungkin juga.“

"Mbak Lani beneran mau jadi Tayo dan Lani sama Mas Andre? " Goda Farah.

"Harus, Fa. Biar dunia persilatan ini damai. Eneg juga kalau saban hari berantem mulu. Saya takut hilang kesabaran, ntar jadi keluar jurus-jurus karatenya."

Farah tertawa, ia tahu Lani hanya bercanda. Baru sebentar Lani bergabung di kantor itu, tapi Farah sudah akrab dengannya. Ia menyukai Lani yang supel, ramah, baik hati, lucu dan rajin beribadah. Penampilannya juga anggun dengan selalu memakai atasan tunik atau kemeja, rok, kerudung lebar, dan kaos kaki. Farah kagum padanya.

                        @@@

Menjelang maghrib Lani baru tiba dirumah. Latifah sudah duduk manis di meja makan menunggu waktu berbuka tiba, dihadapannya sudah tersedia dua gelas teh es dan dua piring mie goreng.

“Berapa menit lagi Fah? “Tanya Lani dan langsung duduk didepan Latifah.

“Tujuh menit lagi. Tuh, aku udah buatin teh hijau pakai es kesukaan kamu. “

“Aduh…Ifah baik banget deh. Oh, ya aku ada donat, nih. “ Lani mengeluarkan donat pemberian Andre dari dalam tas nya.

“Kamu beli? “

“Nggak, dikasih nih sama Sang Komentator Sejati; Andre Maulana sarjana hukum.“ Lani tertawa kecil.

“Kok tumben dia baik sama kamu? “

“Aku juga heran. Udah gitu nggak ada acara marah-marah, ngomongnya juga pakai kata tolong. “

“Syukur deh kalian bisa damai. Tapi, kok sampai ngasih donat segala? “

“Katanya ini dikasih sama klien nya, kebetulan dia lagi puasa, trus dia kasih ke aku, aku bilang lagi puasa juga katanya buat berbuka aja. “

“Dia puasa senin-kamis juga? “

Lani mengangguk. “Malahan tadi aku dengar dia baca Al-Qur’an di mushalla, kelihatannya habis shalat dhuha juga. “

“MasyaAllah."

"Kenapa? Kamu kagum? Pengen kenalan? Atau mau di-ta'aruf-in sama dia?"

"Ih, apaan sih, Lan."

Adzan maghrib berkumandang. Lani dan Latifah segera berbuka puasa. Alhamdulillah, puasa hari ini kesampaian juga. Waktu berbuka puasa adalah waktu yang paling menggembirakan bagi orang yang berpuasa, bukan semata-mata karena akan bebas makan dan minum, tapi juga merasa bahagia karena puasanya sampai pada maghrib.

@@@

Lani menekuni kertas-kertas ditangannya. Sesekali tangan kanannya memperbaiki letak kaca mata minusnya. Contoh kasus yang Andre berikan tadi siang adalah tentang wanprestasi. Ceritanya sebuah perusahaan swasta mendirikan sebuah pabrik. Untuk keperluan tersebut perusahaan itu memerlukan seperangkat mesin. Perusahaan itu pun membeli mesin-mesin tersebut dari sebuah perusahaan lain. Cara pembelian, penjualan, pembayaran dan penyerahan serta pemasangan mesin dituangkan dalam sebuah

kontrak.

Selanjutnya perusahaan swasta tersebut membuat perjanjian pinjaman atau loan agreement dengan salah satu bank. Bank berdasarkan loan agreement telah memberikan pinjaman/kredit kepada perusahaan swasta tersebut untuk pembayaran 90% dari nilai kontrak pembelian mesin-mesin. Pembayaran hargamesin-mesin oleh perusahaan swasta tersebut selain kredit yang diperoleh dari bank, juga dibayar dengan cara 10% down payment (dibayar tunai). Berdasarkan loan agreement, perusahaan swasta tersebut berkewajiban membayar pinjaman/kredit dimaksud kepada bank dalam 10 kali cicilan yang sama besarnya dibayar setiap setengah tahun secara beruntun sebagaimana dinyatakan dalam repayment schedule disamping beberapa kewajiban lainnya menyangkut bunga dan denda. Ternyata perusahaan tersebut sama sekali belum melakukan kewajiban pembayaran sesuai dengan loan agreement kepada bank, meskipun hutangnya sejak lama jatuh tempo dan telah ditagih berulang kali. Perusahaan tersebut hanya melakukan pembayaran sebagian bunga yang terhutang kepada bank. Lalu pihak bank melayangkan gugatan atas wanprestasi nya perusahaan swasta tersebut.

Lani tersenyum. Ini kasus yang tidak terlalu sulit, pikirnya. Sepertinya Andre sengaja memberikannya kasus-kasus yang mudah agar selanjutnya Lani terbiasa. Lani menyalakan lap-top nya dan mulai menganalisa kasus di tangannya. Kali ini dia bertekad, tidak akan membuat Andre marah-marah lagi. Andre harus tahu, bahwa dia tidak sebodoh yang Andre kira, bahwa dia pasti bisa menjadi seorang advokat yang handal. Lani ingin membuat kedua orang tuanya bangga. Alunan musik Kenny G mengiringi Lani yang sedang bekerja. Di meja belajar seberang Latifah tak kalah seriusnya didepan lap-top.

Lani menggerak-gerakkan tangannya yang mulai pegal, diliriknya Latifah yang memasang tampang serius. Lani mengambil tutup pena, lalu melemparkannya kearah Latifah.

Latifah menjerit. “Aduh, Lani!! Orang lagi serius malah digangguin.“

Lani nyengir. “Jangan terlalu serius dong…ntar cepat tua, malah nggak laku. “

“Pekerjaan ini butuh keseriusan Lan, menyangkut hajat hidup orang

banyak. “

“Alah, lagak lo udah kayak anggota dewan aja. “

“Lho…masih mending kan aku kayak anggota dewan yang mikirin hajat hidup orang banyak, gimana kalau aku niru anggota dewan yang cuma mikirin hajat hidup diri sendiri. “

"Emang ada ya? “ Lani berlagak bodoh.

“Di negara ku sih nggak ada, tapi kayaknya kalau di negara mu ini ada deh Lan.“ Ucap Latifah sarkas.

Lani tergelak. Kalau pembicaraan ini diteruskan bisa nyerempet kemana-mana, karena Latifah pasti akan mengeluarkan semua isi kepalanya bahkan isi perutnya. Bisa-bisa mereka nggak akan tidur semalaman.

“Emang tugas kamu udah selesai? “ Tanya Latifah.

“Hampir. “

“Gugatannya udah? “

“Belum. “

“Kok nyantai? “

“Santai itu perlu dong… “

“Emang batas waktunya kapan? “

“Mas Andre nggak bilang, tuh. “

“Nggak bilang bukan berarti nggak dikasih batas waktu, Lan. “

“Aku kan ngikutin apa kata dia aja, Fah. Kalau dia bilang satu hari, dua hari, satu minggu ya…aku turutin. Kalau dia nggak bilang, ya…aku tunggu dia ngingatin aja. Kalau dia ngamuk, aku bilang aja; ‘Mas kan nggak ngasih batas waktu, tuh. ‘ he…he…” Lani terkekeh.

“Kebanyakan KALAU lo ah…dasar!!! “

Lani tertawa.

“Katanya kamu nurutin apa katanya kan, kalau misalnya dia nyuruh kamu terjun ke laut, mau? “

“Kalau itu sih, aku bakalan bilang, ‘ terjun aja sendiri ‘ atau aku bakalan bilang, ‘Andre ye? Ke laut aje deh…’. Habis perkara. “

“Tapi, katanya kamu nurut sama dia. “

“Nggak semuanya juga kali Fah. “

“Kalau dia ngajak kamu nikah? “

“Mulai ngaco nih…mulai…”

Latifah tertawa. “ Aku jadi penasaran pengen kenal Andre tuh yang nana. “

“Kalau udah kenal mau diapain? “

“Nggak mau diapa-apain, cuma pengen lihat aja. “

“Besok deh, aku suruh dia kirimin fotonya ke whatssapp kamu. Mau? “

“Ih…ngaco. Nggak mau ah. “

“Lho, kenapa? Mana tahu kalian berjodoh. Kalau iya, aku mau kok jadi comblang nya. “

“Lani jelek…aku nggak kenal tapi kok malah dipanas-panasin gini sih?“

“Panas ya? Dikipas dong, percuma ada kipas angin. “

Latifah melemparkan bantalnya pada Lani, Lani tertawa. Sukses dia membuat Latifah salah tingkah.

“Kenapa nggak buat kamu aja sih? “

“ Aku? “ Lani menunjuk hidungnya sendiri. “ Nggak ah. Aku dapat pelajaran  berharga, sedapat mungkin

jangan menikah dengan orang yang profesinya sama dengan kita. “

“Emang kenapa? “

“Bakalan sering berantem. Aku udah lihat Papa sama Mama. Mereka berdua kan basic -nya sama-sama orang pendidikan, kebetulan aja Papa lima tahun terakhir dipindahkan ke kantor kecamatan, dulu kan Papa di Dinas Pendidikan malahsebelumnya guru SD. Nah, kalau udah ngomongin masalah sekolah, atau pendidikan sering banget bentrok. Soalnya sama-sama ngerti sih. “

Kening Latifah berkerut. “Bukannya bagus tuh sama-sama ngerti, jadi obrolan kita nyambung."

“Kita kan perlu suasana baru, Fah. Masa sih saban hari ngomongin hukum melulu. Perlu penyegaran dong…”

“Lah, aku kan anak hukum juga ngapain mau kamu jodohin segala sama si Andre itu. “

“Beda lah, kamu kan PNS, kerjaannya juga beda. Kalau aku? Sama banget kan. “

“Berarti bukan latar belakang pendidikannya dong tapi profesi nya. Jadi, maunya kamu apa?"

“Aku mau arsitek aja deh, atau nggak pengusaha gitu. “

“Pengusaha ayam bakar? “

“Kok ayam bakar terus sih yang kamu ejekin ke aku? “

“Habisnya kamu suka banget kan makan ayam."

Lani mencibir. “Nggak mesti kan nikah sama pengusahanya, bisa beli atau bikin sendiri. “

“Biar puas…tiap hari ada. “

Lani melemparkan kembali bantal yang tadi dilemparkan Latifah kepadanya.

“Eh, kriteria calon suami kamu seperti apa sih? “ tanya Lani iseng.

“Yang pastinya dia harus taat pada perintah Allah, nggak merokok dan bisa membuat aku semakin dekat dengan Allah. Kamu sendiri? “

“Cuma empat kok, nggak banyak-banyak; dia harus lebih sholeh dari aku, harus lebih pintar dari aku, lebih tinggi dari aku dan cuma satu yang nggak boleh lebih…dia nggak boleh lebih cakep dari aku. “ jawab Lani asal

Tawa Latifah berderai. “Allahu Akbar! “ didorongnya kepala Lani. Lani tertawa juga.

“Pada dasarnya, aku ingin dia lebih dari aku, karena aku sadar aku punya banyak kelemahan. Jadi,dia harus menutupi kelemahan itu.“

“Trus, kenapa dia nggak boleh lebih cakep dari kamu? Kamu kan jelek, jadi harus diimbangi sama yang cakep dong. “

“Aku nggak mau dia digandrungi banyak orang. Dia cuma buat aku. Ntar kalau dia cakep, gampang banget buat dapetin yang baru. “

Latifah terpingkal-pingkal, Lani memang suka asal.

“Jangan-jangan kamu malah dapat kebalikan dari semua yang kamu inginkan.”

Lani tertawa.

                            @@@

“Ini, Mas. “ Lani menyodorkan tugasnya kepada Andre yang sedang serius membaca berkas perkara ditangannya.

Andre mengangkat wajah sekilas lalu kembali menekuni bacaannya. “Sudah kamu buatkan surat gugatannya?“

“Sudah, Mas. Ini hasilnya. “ Lani sedikit kesal karena Andre seperti tidak menghiraukan dirinya.

“Taruh saja diatas meja.“

Lani menurutinya lalu segera meninggalkan ruangan Andre.

Lani kembali ke mejanya. Lani termangu, mau ngapain ya? Tangannya memain-mainkan pensil. Ingat percakapannya semalam dengan Latifah membuat Lani senyum-senyum sendiri. Latifah sama Andre kira-kira cocok nggak ya? Kalau beneran mereka nikah bakalan black and white dong kayak blackforest. Lani tertawa

kecil, soalnya Latifah kan hitam manis kayak bolu karamel (tega banget sih, nggak sampai kok. He..he..) sedangkan Andre putih kayak susu. Lani tertawa lagi. Tiba-tiba Lani tersentak, ponselnya berdering. Lani tersenyum melihat nama yang tertera di layar; Indah sahabatnya saat kuliah.

“Jangan bilang kamu lagi mengkhayal atau lagi bengong karena nggak ada kerjaan. “ kata Indah.

“Emang aku lagi bengong. Kok tahu sih? “

Terdengar suara tawa Indah. feeling dong…”

Lani tersenyum.

“Gimana magang kamu? Asyik nggak? “

“Asyik banget. “

“Orang-orang disana baik-baik, kan?“

“Ya…gitu deh. Tapi aku dapat pembimbing yang sok cool, rada nyebelin dan komentator sejati. “

“Bapak-bapak ya? “

“Disini emang advokatnya hampir semua kaum Adam, cuma satu yang perempuan.“

“Trus? “

“Baru ketemu aja dia udah bikin aku kesal. “ Lani pun bercerita tentang Andre, keluar lah semua uneg-uneg

yang ada di hatinya.

Terdengar suara seseorang mendehem. Lani tidak menghiraukan, paling-paling salah seorang pegawai yang lagi bermasalah dengan tenggorokan, pikir Lani. Dia tetap saja ngomongin Andre. Deheman itu semakin keras. Lani merasa sedikit terganggu, akhirnya ia menoleh ke asal suara itu. Lani terperanjat saat melihat siapa yang mendehem tadi, ternyata Andre. Orang yang sedang ia omongin dengan Indah.

“Eh, Ndah. Udah dulu ya. Orangnya ada nih. Sebentar lagi aku pasti bakal dimarahi. “

Andre melotot, sementara Lani cengar-cengir. Farah yang mejanya dekat dengan meja Lani terpingkal-pingkal melihat kejadian tersebut.

“Ada tugas lagi, Mas? “ tanya Lani

“Udah selesai ngegosipnya? “

Lani tersenyum, dia merutuki dirinya sendiri dalam hati. Stupid!

“Bukannya kalau meng-ghibah sama seperti kita memakan bangkai saudara sendiri? “ Tanya Andre kalem.

Lani istighfar dalam hati. “ Tapi, Mas. Saya nggak bermaksud begitu, saya cuma mau cerita aja. “ tukas Lani pelan.

“Ghibah memang nggak pernah kita sadari. Saya sih nggak masalah kamu ceritain ke orang-orang, toh

mereka nggak kenal saya. Jadi, reputasi saya sebagai seorang advokat nggak akan hancur. Yang hancur itu kamu, pahala kamu terkikis sedikit demi sedikit. “

Lani semakin merutuki diri sendiri. Digigitnya bibir bawahnya keras-keras. Baru kali ini Lani merasa begitu berdosanya terhadap seseorang. Ucapan Andre barusan memang benar. Lani merasakan dadanya sesak. Muslimah macam apa dia ini?

“Saya minta maaf, Mas. “

Andre menghela nafas. "Oh, ya. Tugas kamu sudah saya periksa. Bagus.“ komentarnya.

“Terima kasih, Mas.“

“ Jam sepuluh nanti kamu ikut saya ke kantor polisi, kita ketemu klien. Kasus pembunuhan. “ kata Andre.

Kantor polisi? Wajah Lani berubah cerah, dia memang sangat ingin melihat langsung seorang advokat berbicara dengan kliennya.

“Kamu bisa naik taksi. “

“Baik, Mas. Dan…terima kasih sudah mengingatkan saya. “

“Sesama muslim seharusnya memang saling mengingatkan. Apalagi kita Tayo dan Lani, kan?" kata Andre sambil tersenyum samar, tapi Lani bisa menangkap senyum itu. Wajah Lani memerah.

Andre meninggalkannya. Lani menghela nafas. Sungguh, dadanya sangat sesak. Dia merasa sangat berdosa sekaligus merasa bersalah pada Andre.

                                        @@@

Lani menatap wanita yang duduk dihadapannya lekat. Usianya sekitar 60 tahun, memakai seragam tahanan polisi, rambutnya kusut, wajahnya bersimbah air mata. Wanita itu terisak-isak.

“Ibu Niar, kenalkan saya Andre, pengacara yang akan mendampingi Ibu dalam kasus yang ibu hadapi. Dan ini Lani, asisten saya. “ Andre memperkenalkan diri.

Lani senang, karena Andre memperkenalkannya sebagai asisten.

“Ibu tidak usah takut pada saya. Insya Allah saya akan membantu Ibu dalam kasus ini. Jadi, saya harap kita bisa bekerja sama. “ Andre tersenyum ramah.

Lani membuka laptop Andre, bersiap untuk mengetik hal-hal yang akan Andre bicarakan dengan Ibu Niar.

“Saya kesini ingin menanyakan beberapa hal pada Ibu. “ Andre menatap Ibu Niar lembut. “ Bisa ibu ceritakan dengan jelas kejadian saat itu? “

Ibu Niar mengusap air matanya. “ Saya bukan pembunuh. “ ujarnya pelan.

Alis Lani terangkat. Kalau bukan dia pembunuhnya kenapa ditangkap? Lani melirik Andre yang duduk disampingnya, lelaki itu tampak fokus pada Ibu Niar.

“Saat itu saya hendak berwudhu, mau shalat Subuh. Saya terkejut mendengar ada suara erangan di dapur, saya menyalakan lampu. “ Ibu Niar kembali terisak. “Saya terkejut melihat Nyonya terkapar bersimbah darah dengan pisau tertancap di ulu hatinya. Saya panik. Lalu Tuan datang, kami membawanya ke rumah sakit. Setelah itu polisi menangkap saya. “ tangis Ibu Niar semakin kencang.

“Polisi menemukan sidik jari di pisau itu. “

“ Ya tentu saja. Saat melihat Nyonya mengerang kesakitan saya mencabut pisau itu. Saya tidak menyangka tuduhan malah akan jatuh kepada saya.“

“Tapi, hanya ada sidik jari Ibu. “

“Tapi saya tidak membunuh Nyonya!! “ teriak Ibu Niar.

Lani mendekati wanita itu, berusaha menenangkannya. “ Ibu, yang sabar ya. “ ujarnya. Entah mengapa Lani merasa begitu iba pada wanita itu. Sebersit rasa percaya hinggap di hati kecil Lani, dia yakin wanita itu tidak mungkin membunuh. Lani mengusap-usap pundak Ibu Niar, tak disangka wanita itu malah memeluknya.

“Tolong saya Pak Pengacara, saya tidak mau dipenjara. Saya tidak membunuh. “

Andre berusaha tersenyum. “ Saya akan coba Ibu, kalau memang Ibu tidak bersalah dan Ibu jujur kepada saya, saya akan berusaha semampu saya. “

Lani merasakan matanya memanas. Ia teringat mamanya.

“Pada malam hari sebelum kejadian itu, apa yang ibu lakukan? “ Tanya Andre sambil memberi isyarat agar Lani kembali duduk dan mengetik apa yang akan dibicarakannya. Lani menurut.

“Seperti biasa, setelah Den Bagas selesai makan malam, saya mencuci piring dan membereskan dapur. Lalu saya menemani Den Bagas belajar. “

“Bagas itu anaknya Nyonya Amalia? “

Ibu Niar mengangguk. “ Den Bagas umurnya 6 tahun, masih kelas satu SD. “

“Tuan Wijaya dan Nyonya Amalia kemana? “

“Mereka memang biasa pulang larut malam. “ Ibu Niar menyusut air matanya dengan tisu yang diberikan Lani." Jam sepuluh Nyonya pulang, saya disuruh tidur. Katanya biar Nyonya saja yang nanti membukakan pintu untuk Tuan. Saya pun tidur. Itulah terakhir kali saya melihat Nyonya. “

“Jadi Ibu tidak melihat Tuan Wijaya pulang? “

Ibu Niar menggeleng.

“Apa Tuan Wijaya dan istrinya sering bertengkar? “

Ibu Niar menggeleng. “ Mereka sangat akur. “

Andre menghela nafas.

“Oh, ya berapa orang yang tinggal dirumah Tuan Wijaya? “

“ Cuma berempat; Tuan, Nyonya, Den Bagas dan saya. Tukang kebun dan sopir tidak tidur disana mereka pulang kerumahnya. “

Andre manggut-manggut. Lani menatap pengacara muda itu, dia sangat berwibawa kalau sedang berbicara dengan klien. Ups, kok malah merhatiin Andresih?

“Baiklah Bu Niar, untuk hari ini cukup. Beberapa hari lagi saya akan datang lagi. Ibu yang tabah ya, serahkan semuanya pada Allah. Jangan takut kalau memang merasa tidak bersalah. “

Ibu Niar mengangguk.

“Jangan tinggalin shalat ya Bu. “

“Saya tidak punya mukena disini. Tidak ada yang datang menjenguk saya dan membawakan mukena “ ujarnya lirih. “ Saya minta ke bapak-bapak polisi katanya tidak ada. “

Hati Lani terenyuh mendengar ucapan Ibu Niar, segera dikeluarkannya mukena yang selalu dibawa kemana-mana dari dalam tasnya.

“Ini buat Ibu.“ Disodorkannya mukena itu pada Ibu Niar.

Ibu Niar menerimanya dengan linangan air mata. “ Terima kasih, ya, Mbak. “

Lani merengkuh Ibu Niar kedalam pelukannya. Ibu Niar memeluknya erat sambil sesenggukan. Andre memperhatikan mereka dengan tatapan penuh haru. Ternyata Lani mudah tersentuh hatinya, pikir Andre.

                                                @@@

Hujan turun sangat deras saat mereka keluar dari kantor polisi. Lani melirik Andre yang berdiri tidak terlalu jauh darinya. Andre menatap lurus ke depan, memandangi genangan air di halaman kantor. Tangan kanannya memegang tas dan tangan kirinya memegang jas, Andre seperti sedang memikirkan sesuatu.  Lani gelisah, dari tadi ia sudah pesan taksi online, tapi belum ada yang menerima permintaannya sementara waktu sudah menjelang Zhuhur, belum lagi perutnya  keroncongan minta diisi.

“Kamu sudah pesan taksi onlinenya? “ Tanya Andre

Lani menoleh."Sudah, Mas. Tapi belum ada yang menerima pesanan saya."

“Ini jam sibuk, jam makan siang, mungkin banyak yang pesan. “ gumam Andre.

Lani mengangguk.

"Taksi biasa juga tidak ada yang lewat." Kata Andre lagi. “Kamu ikut naik mobil saya saja. “ kata Andre dengan suara berat.

Lani tahu, Andre sangat berat hati memberinya tumpangan. Saat pergi tadi pagi saja mereka sendiri-sendiri. Lani sendiri pun tidak ingin berduaan saja di mobil dengan orang yang bukan muhrim-nya.

“Nggak usah, Mas. Mas duluan aja. “

“Saya ngerti, tapi ini darurat. “

Lani mengangkat wajah.

“Tolong pegangin, saya ambil mobil dulu. “ Andre menyerahkan tas dan jas nya pada Lani, Lani menerimanya kemudian Andre berlari-lari kecil menuju parkiran. Lani menyesal tidak menghiraukan saran Latifah untuk membawa payung. Beberapa menit kemudian Andre muncul dengan mobilnya.

Mereka sama-sama diam, larut dalam pikiran masing-masing. Andre konsentrasi menyetir sementara Lani asyik memandang keluar jendela, hujan bertambah deras.

“Mas Andre”

“Lani.”

Mereka tertawa kecil.

“Ya udah kamu duluan. “ kata Andre

“Mas Andre aja.“

“Kamu aja.“ ujar Andre tanpa menoleh.

Lani menarik nafas. “ Tentang Ibu Niar tadi, Mas yakin nggak kalau bukan dia pembunuhnya? “ Tanya Lani.

Andre menoleh sekilas. “ Kalau kamu? “ Andre balik bertanya.

“Ditanya kok malah balik nanya. “

“Boleh dong..” canda Andre.

“Kalau saya percaya. “

“Kenapa? Apa karena tadi Bu Niar nangis-nangis? “

“Nggak juga. “

“Jadi, karena apa? Kamu kan baru kenal. Kamu aja baru tahu kasus nya. “

“Ya…percaya aja. Naluri saya bilang begitu. “

“Sebagai advokat kamu jangan cepat percaya sama orang, semua harus berdasarkan bukti. Saya tahu kamu kasihan sama beliau. “

“Jadi, Mas Andre nggak percaya. “

Andre tertawa. “Saya kan nggak ngomong begitu. “

Lani manyun.

“Ketika saya menyatakan setuju untuk membela, berarti sekian persen sebelumnya saya sudah yakin yang akan saya bela tidak bersalah atau berada di pihak yang lemah. Saya sudah yakin kalau orang tersebut pantas saya bela.”

“Jadi, intinya Mas percaya kan sama Ibu Niar. “

Andre tersenyum. “ Kalau saya tidak percaya tentunya saya tidak akan bersedia untuk membelanya. “

“Tapi kan, semua orang berhak mendapatkan seorang penasihat hukum sekalipun dia bersalah.“

“Tentu saja. Tapi, seorang advokat berhak menentukan siapa yang ingin dia bela. Saya tidak akan mempertahankan seseorang agar dinyatakan tidak bersalah padahal sudah jelas-jelas dia bersalah. Saya bekerja semata-mata bukan karena uang, tapi karena dorongan nurani. “

Lani manggut-manggut.

“Kamu pasti lapar. “ kata Andre. “Di tas saya ada roti, kamu ambil aja. “

“Oh, nggak usah. Mas. Ntar aja di kantin kantor. “

“Nggak usah malu-malu. Dari wajah kamu kelihatan kok kalau kamu lapar. “ Andre tersenyum.

Lani tersipu.

“Udah…nggak usah sungkan. “

Lani menurut, ia mengambil tas Andre di jok belakang lalu mengeluarkan dua buah roti dari dalamnya.

“Kamu nggak nanya kenapa saya suka bawa roti? “

Lani tidak menyahut.

“Kebiasaan sejak kuliah. “ jawab Andre tanpa ditanya. “ Saya sering nggak sarapan dari rumah, sok sibuk sih…” Andre tertawa. “ Makanya selalu sedia roti dan air minum. Air minumnya ada di laci dashboard. “

“Saya ada kok, Mas. “ Lani mengunyah rotinya perlahan. “ Mas nggak makan?”

“Saya kan lagi nyetir, ntar aja. “

“Mas tahu dari siapa kasus ini? “

“Yang namanya advokat atau pengacara itu harus banyak tahu, kalau nggak, nggak bakalan laku. “ Andre tertawa lagi. “ Kebetulan Kasat Reskrim diPolres tadi sepupu saya, dia yang cerita bahwa ada kasus seperti ini dan nanya apakah saya bersedia menjadi penasihat hukumnya. Demi kemanusiaan, saya bersedia meski tidak dibayar. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.“

“Oo.” Lani kembali sibuk dengan makanannya. Kali ini satu poin darinya untuk Andre.

“Mas dulunya kuliah dimana? “

“UI. Saya wisuda tahun 2013, begitu tamat langsung ambil pendidikan advokat.  “

“Tahun 2013 saya baru masuk kuliah. “ kata Lani. “Oh, ya Mas tadi

mau nanya apa? “

“Yang mana? Dari tadi saya udah banyak nanya kan? “

Wajah Lani memerah. “ Tadi, waktu kita barengan mau ngomong. “

Andre berpikir sejenak. “Oh, itu… Saya malah jadi lupa. “

Lani geleng-geleng kepala.

“Kayaknya saya mau bilang itu, hmmm…kamu kelihatannya keras, tapi gampang tersentuh juga ya. “

Dahi Lani berkerut. “ Maksudnya? “

“Saya terharu melihat sikap kamu sama Bu Niar. “

Lani menghela nafas. “ Saya ingat Mama. Saya juga kasihan dan berpikir, kemana ya anak-anaknya kenapa membiarkan ibu mereka menjadi pembantu di kota. “

“Mungkin saja hidup mereka juga susah. “

“Tapi, tidak harus membiarkan ibu yang sudah tua bekerja keras begitu kan? “

“Setiap orang punya alasan tersendiri kan dalam menentukan kehidupannya. Seperti kamu. “

Lani tersenyum, itu kata-katanya di hari pertama bertemu Andre.

“Ngomong-ngomong nggak ngerasa sayang nih mukenanya dikasih sama Bu Niar? “

“Nggak lah. Bukannya kita harus bermanfaat bagi orang lain? Barusan Mas ngomong begitu. “

Andre tergelak. “Kamu suka membalikkan kata-kata ya. “

“Mas juga begitu. “ balas Lani.

Andre tertawa renyah. “Yah, satu sama lah. Ternyata kamu penganut teori pembalasan. “

“Masalah mukena, saya kan bisa beli lagi. Sedangkan Bu Niar kapan mau beli, hidupnya terkungkung gitu. “

Andre tersenyum.

@@@

catatan :

sabana lucu : beneran lucu

ndak ado lucu doh, garing tu nyoh : nggak lucu, itu garing.

Terpopuler

Comments

almira.gumaisha

almira.gumaisha

aku langsung ngebayangin om pengacara itu org nya gentle banget gak sih?😍😍

2025-03-03

0

Abu Yub

Abu Yub

sip deh ceritanya /Pray/

2025-03-27

0

Viname

Viname

ciee..sudah mulai akur ni yaa..😁

2021-09-14

0

lihat semua
Episodes
1 Merantau
2 Kalau Jalan, Pakai Mata Dong
3 Donat Untuk Lani, Mukena Untuk Bu Niar
4 Sate Padang
5 Geletar Aneh di Hati Lani
6 Bukan Keanu Reeves, Tapi Andre Crepes.
7 Damai
8 Kebenaran Pasti Akan Menang
9 Akhirnya...
10 Bebas
11 Istri Dari Hongkong?
12 Tak Sengaja Bertemu
13 Haruskah Menikah Sekarang?
14 Melangkah Menuju Hari Baru
15 Andre Maulana Razif
16 Biodata
17 Nazhor
18 Lamaran
19 Hari Pernikahan
20 Jatuh Cinta Padamu
21 Masakan Pertama
22 I Love You, Honey.
23 Rival
24 Tersinggung
25 Kemenangan Kasus Pertama
26 Berita Bahagia
27 Ngidam
28 Memori Masa Lalu
29 Kirana
30 Tentang Kamu; Maylani
31 Pariban
32 Cepat Sembuh, Sayang
33 Saifullah Akbar Maulana
34 Saat Ujian Mulai Datang
35 Foto-foto Itu
36 Balada Lipstik Merah Menyala
37 Pecah Perang
38 Bila Kau Tak Disampingku
39 Selalu Cinta walau Kau Tak Disampingku
40 Gagal Move On
41 Hampa Tanpamu
42 Jangan Ada Kata Berpisah
43 Hidup Harus Terus Berjalan
44 Pe-Ja-Bat
45 Gara-Gara Warisan
46 Kasih Ibu Sepanjang Jalan, Kasih Anak Sepajang Galah
47 Mengalah Untuk Menang
48 Memuliakan Tamu
49 Konsultan Pernikahan
50 Kamu Berhak Bahagia
51 Cinta Tak Akan Menyakiti
52 Misi Berhasil
53 Angkat Aku Jadi Manajermu
54 Ngidam?
55 Ternyata Oh Ternyata
56 Terjebak
57 Bertahan dalam Luka
58 Mauliate Hasian
59 Kepergian Arinda
60 Bila Waktu Tlah Memanggil
61 Kedatangan Keluarga Satria
62 Jagalah Cinta Ini
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Merantau
2
Kalau Jalan, Pakai Mata Dong
3
Donat Untuk Lani, Mukena Untuk Bu Niar
4
Sate Padang
5
Geletar Aneh di Hati Lani
6
Bukan Keanu Reeves, Tapi Andre Crepes.
7
Damai
8
Kebenaran Pasti Akan Menang
9
Akhirnya...
10
Bebas
11
Istri Dari Hongkong?
12
Tak Sengaja Bertemu
13
Haruskah Menikah Sekarang?
14
Melangkah Menuju Hari Baru
15
Andre Maulana Razif
16
Biodata
17
Nazhor
18
Lamaran
19
Hari Pernikahan
20
Jatuh Cinta Padamu
21
Masakan Pertama
22
I Love You, Honey.
23
Rival
24
Tersinggung
25
Kemenangan Kasus Pertama
26
Berita Bahagia
27
Ngidam
28
Memori Masa Lalu
29
Kirana
30
Tentang Kamu; Maylani
31
Pariban
32
Cepat Sembuh, Sayang
33
Saifullah Akbar Maulana
34
Saat Ujian Mulai Datang
35
Foto-foto Itu
36
Balada Lipstik Merah Menyala
37
Pecah Perang
38
Bila Kau Tak Disampingku
39
Selalu Cinta walau Kau Tak Disampingku
40
Gagal Move On
41
Hampa Tanpamu
42
Jangan Ada Kata Berpisah
43
Hidup Harus Terus Berjalan
44
Pe-Ja-Bat
45
Gara-Gara Warisan
46
Kasih Ibu Sepanjang Jalan, Kasih Anak Sepajang Galah
47
Mengalah Untuk Menang
48
Memuliakan Tamu
49
Konsultan Pernikahan
50
Kamu Berhak Bahagia
51
Cinta Tak Akan Menyakiti
52
Misi Berhasil
53
Angkat Aku Jadi Manajermu
54
Ngidam?
55
Ternyata Oh Ternyata
56
Terjebak
57
Bertahan dalam Luka
58
Mauliate Hasian
59
Kepergian Arinda
60
Bila Waktu Tlah Memanggil
61
Kedatangan Keluarga Satria
62
Jagalah Cinta Ini

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!