Lani menghempaskan tubuhnya keatas tempat tidur. Hatinya masih sakit mengingat kejadian tadi siang. Ia tidak menyangka Andre tega berkata kasar padanya. Lani menarik nafas, mencoba mengusir rasa sakit hatinya. Selama ini dia sudah mencoba untuk meyakinkan diri kalau sebenarnya Andre itu baik, tapi hari ini keyakinan itu menguap. Tapi, ya sudah lah..nobody is perfect, bisiknya.
Lani bangkit, dia harus mandi agar otaknya lebih segar. Namun, diurungkan niatnya saat mendengar suara isakan tangis seseorang –tadi Lani terlalu kesal sampai-sampai tidak menyadari bahwa ada sesosok tubuh yang berbaring di tempat tidur dengan posisi tengkurap, Lani mendekati asal suara itu.
“Kamu kenapa Fah? “ Lani duduk di tepi tempat tidur.
Tangis Latifah tambah kencang.
“Fah, kenapa? Kamu cerita
dong sama aku. “ bujuk Lani.
Latifah membalikkan tubuhnya, lalu duduk menghadap Lani. Matanya sembab, pipinya basah digenangi air
mata. Lani heran, tumben Latifah nangis sampai segitu hebatnya. Ada apa ya?
“Ilham menghentikan proses ta’aruf. “
“Kenapa? Kan tinggal selangkah lagi. “
“Ibunya berubah pikiran lagi. “
“Maksudnya tidak setuju lagi? Lho, bukannya kemarin-kemarin sudah setuju? “
“Iya, tapi…setelah prosesnyasejauh ini, ibunya berubah lagi. “
Proses ta’aruf Latifah dan Ilham adalah proses yang paling panjang yang pernah Lani tahu, hampir lima
bulan. Itu semua karena Ilham masih perlu membujuk kedua orangtuanya – terutama ibunya – untuk menerima Latifah. Pasalnya, ibu Ilham tidak mau mempunyai menantu yang bukan orang Sunda, kebetulan Latifah memang bukan orang Sunda tapi orang Minang. Latifah sendiri sudah pernah menyatakan mundur, tapi Ilham tetap bersikeras untuk tetap melanjutkan prosesnya. Setelah empat bulan, barulah Ilham mengantongi izin dari ibunya. Latifah diperkenalkan kepada mereka dan semua berjalan lancar. Ilham pun diperkenalkan kepada kedua orangtuanya di Padang meskipun hanya lewat video call. Minggu depan rencananya Ilham dan keluarganya akan ke Padang untuk melamar gadis itu secara resmi . Latifah sendiri sudah mempersiapkan diri untuk kebutuhan
pernikahannya. Dan sekarang, Ilham malah menyatakan mundur.
“Alasan ibunya apa sih? “
“Masih tetap sama. Dan yang parahnya lagi, beliau akan menjodohkan Ilham dengan anak saudara jauhnya yang
kebetulan dokter juga. “ ujar Latifah sambil mengusap air matanya. “ Aku malu Lan, malu sama keluargaku. Aku nggak tahu mesti bilang apa sama ayah dan ibu. “
Lani merangkul bahu Latifah. Latifah sesenggukan dalam pelukan Lani.
“Ilham bilang, dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kalau dia tetap maju, hubungannya dengan ibunya bisa-bisa tidak akan baik selamanya. “
Latifah ingat sekali ekspresi wajah Ilham tadi siang; sedih, malu dan segan bercampur jadi satu.
“Maaf, saya tidak bisa lagi melanjutkan proses ini. “ ujar Ilham dengan suara bergetar. “ Saya tidak kuasa melawan kehendak ibu. Kamu bisa lihat selama ini saya mencoba bertahan, tapi sekarang…saya benar-benar kewalahan.“
“Tidak apa-apa. Saya paham. Itu artinya bukan jodoh. Untuk apa dilanjutkan kalau akhirnya akan membawa perpecahan di keluarga. “ Latifah mencoba menahan gejolak di dadanya. Sedapat mungkin dia menahan agar air matanya tidak tumpah.
“Mbak nggak nyangka akan seperti ini. “ Ujar Mbak Atikah sang ‘mak comblang’.
“Yah…mau gimana lagi. Kita serahkan saja semuanya pada Allah. Kalian berdua tidak berjodoh. Semoga masing-masingnya nanti akan mendapatkan yang lebih baik. “ kata ustadz Haris, suami Mbak Atikah.
“Tentang keluarga Latifah, biar saya yang berbicara dengan mereka. “ kata Ilham
“Oh, tidak usah. Biar saya saja, saya yakin mereka akan maklum. “
Latifah mengusap air matanya lagi. “ Seharusnya aku memang mundur dari awal ya Lan. Kenapa juga aku harus
mengikuti kemauan Ilham untuk tetap bertahan. Padahal itu sudah suatu pertanda untuk tidak dilanjutkan. “
“Yah…sesuatu yang dipaksakan memang tidak baik. “
“Mungkin saja Allah ingin memberi peringatan kepada kami berdua tentang kesucian niat. Apakah masih murni
semata-mata karena Allah atau jangan-jangan sudah tercampur dengan hal-hal lain.“
“Bisa saja Fah. Semua ada hikmahnya. Insya Allah kamu akan dapat yang lebih baik. “
Latifah tersenyum.
“Gagal jadi bu dokter nggak pa-pa dong. Kan bisa jadi ibu dewan. “
“Lani…..!!! apa-apaan sih? “ Latifah mencubit perut Lani.
Lani mengaduh. “ Sakit tau! “
“Biarin. Habisnya rese’ sih. “
Mereka tertawa.
@ @ @
Semburat merah jingga mulai mengintip di ufuk timur. Cahayanya telah memberikan warna kepada penduduk bumi. Lani menatap sang raja siang yang masih malu-malu itu. Sunrise di ibu kota tak seindah dikampung halaman Lani. Di kampungnya, ia masih bisa mendengar kicauan burung di pagi hari. Tapi, disini, di kota ini yang ada malah deru kendaraan. Udaranya juga tidak sesegar udara di kampung. Tapi, suasana pagi adalah suasana yang paling
menyenangkan buat Lani – tidak peduli apakah udaranya masih segar atau tidak –karena setiap pagi Lani seperti merasa baru dihidupkan kembali dan di lemparkan ke dunia baru yang penuh harapan. Lani bersyukur Allah masih berkenan memberikannya pinjaman nyawa sehingga ia bisa memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik. Rasa kesyukuran itu selalu diwujudkannya dengan zikir dan semangat baru.
Hari ini hari Minggu, hari libur. Hari dimana Lani bisa full time dirumah. Biasanya waktu di hari Minggu akan dihabiskan Lani untuk mengerjakan pekerjaan rumah; mencuci, menyetrika dan membersihkan rumah. Setelah itu biasanya Lani menghabiskan waktu dengan membaca atau sekedar chatting dengan teman-teman kuliahnya dulu. Sore nya dia tidak lupa untuk menghadiri pengajian pekanan.
“Lan, kita ke Mall yuk? “ ajak Latifah yang baru saja selesai menjemur pakaian.
“Ke Mall? Ngapain? “
“Ya belanja lah. Masa’ iya mau berenang. “
Lani cengengesan.
“Sebenarnya aku mau lihat-lihat buku. Di Mall kan ada toko buku, Lani. “
“Iya aku tahu.“
“Makanya. Mall yang dekat-dekat sini aja. “
“Yang jauh juga nggak pa-pa. Sesekali kita jalan-jalan. Aku juga bosan, nih. “ Lani sebenarnya ingin
bercerita tentang peristiwa menabrak pohon dengan mobil Andre, tapi nggak ada gunanya juga, apalagi Latifah masih dalam suasana sedih.
“Kalau gitu, jadi dong ya? “
“Siip…”
Mereka berdua mengitari mall. Tujuan utamanya sih ke toko buku. Lani juga sudah bosan membaca ulang buku-bukunya yang ada, jadi ia ingin membeli buku baru. Hari ini Latifah lebih banyak tersenyum karena Lani tak henti-hentinya membuat lelucon.
Di toko buku.
“Kamu mau cari buku apa Lan? “
“Novel.“ jawab Lani mantap.
“Novel melulu. Yang lain dong."
“Yang lain mau beli apa? “
“Banyak kan yang bisa dibeli. “
“Hari ini prioritasnya novel. Aku lagi suntuk, jadi pengen bacaan yang ringan-ringan aja. Halah…kamu juga pencinta novel kan? “
Latifah tersenyum.
Lani menuju rak buku-buku fiksi dan mulai memilih-milih novel yang berjejer. Setelah mendapatkan buku yang di inginkan, Lani memasukkannya ke kantong belanjaan dan berpindah ke rakbuku-buku hukum. Saat sedang asyik memilih-milih buku, ia tidak sengaja bertabrakan dengan sesosok tubuh yang tinggi menjulang. Dan…saat mengetahui siapa yang ia tabrak, Lani kaget bukan main.
“Pak Andre? “
Andre menatapnya dengan tatapan dingin.
“Maaf, Pak. Nggak sengaja. “
“Kamu memang selalu ceroboh." Andre berlalu.
Lani mencibir. “Bikin mood rusak aja. “ gumamnya.
Latifah menghampiri Lani. “Kok malah bengong disini? “
“Barusan aku nabrak Andre Maulana, SH. Advokat terkenal tapi juga terkenal sombong.“
“Andre? Hah?! Andre, advokat yang kerja di tempat kamu magang itu? “
Lani mengangguk.
“Mana orangnya? “
Lani menunjuk laki-laki tinggi, putih – yang mengenakan kaus oblong putih, celana jins, dan
sepatu kets– yang berdiri tidak terlalu jauh dari mereka. Jadi begini gaya tuan pengacara kalau diluar kantor, biasa banget. Habisnya Lani biasa melihat Andre dengan kemeja, dasi, jas dan sepatu pantofel.
“Oh…” Latifah manggut-manggut.
“Makan yuk…kamu udah selesai kan belanja bukunya? “
“Udah. Yuk…”
Setelah membayar buku yang mereka beli di kasir, Latifah dan Lani menuju food court yang ada di lantai empat Mall itu.
Lani memesan mie ayam dan ice lemon tea kesukaannya, sedangkan Latifah memesan bakso dan es jeruk. Sambil makan mereka berbincang tentang buku
yang baru saja dibeli oleh Lani.
“Eh, Mas Andre mu itu tinggal dimana sih? Kok bisa ketemu disini? “
Lani angkat bahu. “Mana aku tahu. “
“Nggak pernah nanya? “
“Buat apa? Nggak penting banget. “
“Biasanya kan kamu suka iseng. “
“Enak aja iseng. Sama cowok? Nggak lah, ya. Apalagi sama manusia sombong kayak dia itu. ”
Latifah menyikut lengan Lani, berusaha menggoda sahabatnya itu.
"Wajahnya keliatan baik."
"Don't judge book by its cover. Dia itu mah covernya doang yang bagus, isinya bobrok." Lani mendengus.
"Astagfirullah, kok segitunya, say. Kenapa? Kamu berantem lagi sama dia?"
Lani menarik nafas. Lalu mengalir lah cerita tentang kejadian kemarin. Latifah menyimak dengan seksama, dari raut wajah Lani saat bercerita, ia menarik kesimpulan, sahabatnya itu sangat kecewa dengan Andre.
"Sabar ya, Lan. Semoga kedepannya komunikasi kalian lebih baik lagi."
"Capek, Fah ngadepin dia. Banget. Disaat aku udah berdamai dengan hati dan berusaha meyakinkan kalau dia adalah orang baik, tapi selalu aja bikin aku sedih dan marah. Nggak ngerti lah, sama dia itu."
Latifah menghela nafas.
@ @ @
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Anni Zakiyani
lama2 taaruf ni mereka
2021-09-10
1