Lani menatap langit-langit kamar, tiba-tiba saja dia sangat rindu pada rumahnya. Sudah hampir tujuh
bulan Lani berada di Jakarta, berarti sudah selama itu pula lah dia meninggalkan kampung halaman. Sungguh tidak terasa, padahal baru kemarin rasanya Lani menginjakkan kaki di ibu kota ini. Lani ingat, di awal-awal dulu Lani sedikit stres dengan suasananya, maklum lah biasa tinggal di kota kecil. Menurut Latifah, dia juga seperti itu pada awalnya, tapi lama-lama jadi terbiasa.
Lani menarik nafas panjang lalu tersenyum sendiri ingat kejadian siang tadi. Ternyata Andre baik juga,
tidak sombong apalagi pelit. Sifatnya memang agak sedikit cuek dan bicaranya suka asal, tapi pada dasarnya dia baik. Sebenarnya ia sangat malu, salah sendiri juga kenapa terlalu jujur. Lani kan bisa saja buat alasan lain, tapi gimana dong, Lani memang sangat jujur. Bukannya kejujuran memang diperlukan untuk menegakkan keadilan. Jujur kan modal seorang penegak hukum.
“Woi! Senyum-senyum sendiri. Kesambet dimana jadi gila begitu.“ Latifah muncul di kamar dengan mangkok di tangannya.
Lani kaget dan langsung duduk. “Ngagetin aja. Apa tuh?“
“Aku buat mie rebus.“
“Ih, malam-malam nyemil, ntar gendut lho.”
“Biarin aja gendut. Lagi pengen. Kamu
mau nggak? “
“Ya mau lah. Aku kan masih ceking, jadi nggak pa-pa nyemil malam-malam. “
“Alah, bilang aja biar aku berhenti makan, trus semua mie nya buat kamu. “
Lani tertawa.
Latifah menyodorkan mangkuk mie ditangannya. Lani menerima sambil tersenyum.
“Kenapa sih, senyum-senyum? “
“Tadi siang, Mas Andre ngasih aku duit tiga ratus ribu. “
“Hah?! Banyak amat. Buat apa? “
Lani pun menceritakan kejadian tadi siang. Latifah pun tertawa mendengarnya. “ Jujur banget sih…”
“Biarin. Ternyata dia nggak pelit seperti dugaanku. “
“Makanya jangan suka menilai seseorang dengan penilaian yang jelek sebelum tahu aslinya gimana. “
HP Lani berbunyi, Lani melihat di layar, Papa-koe, wajah Lani cerah. Segera diangkatnya.
“Assalamu ‘alaikum Papa!!! “
“ Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Duh, Lani, kenapa harus teriak gitu? “
Lani tertawa renyah.
“Anak Papa sehat kan?“
“Alhamdulillah, sehat Pa. Papa sama Mama gimana? “
“Sehat juga. Apa kabar terbaru minggu ini? “
Dengan semangat Lani bercerita tentang perkembangan kasus Bu Niar.
“Kapan sidangnya? “
“Lusa, Pa. “
“Kamu ikut dong ke pengadilan? “
“Kalau Mas Andre ngajak. “
“Mama nanya nih, uang kamu masih ada nggak?“
Lani tertawa. “Mama mana? Lani mau ngomong. “
“Sehat do ho, Inang? “tanya Mama dalam bahasa Batak.
“Sehat. “
“Duit kamu masih ada? “
Ini pertanyaan yang paling sering Mama tanyakan setelah kabar, sama seperti ketika Lani masih kuliah. Sepertinya urusan kantong adalah hal yang sangat mengkhawatirkan bagi ibu-ibu yang anaknya merantau.
“Ada. “
“Masih cukup? “
“Nggak tahu ya, Ma. Dicukupkan
aja deh.”
“Kok dicukupkan aja. “
Lani tertawa lagi.
“Besok Mama transfer ya.”
“Nggak usah banyak-banyak, Ma. “
“Terserah Mama dong mau ngirim berapa. “
“Ah, Mama…”
“Oh, ya Lan. Beneran nih, motor kamu nggak perlu dikirim kesana. “ Kali ini Papa yang bicara.
“Nggak usah lah. Ongkos kirimnya mahal, Pa. “
“Nggak pa-pa. Kalau kamu naik motor kan lebih hemat. Atau kamu beli disana aja ya.”
“Beli disini? Papa nih beli motor kok kayak beli kacang goreng.”
Papa tertawa. “Papa yang beliin."
“Nggak usah, Pa. Lani pengen beli motor dengan duit sendiri. “
“Udah, lah. Kali ini terima aja dulu.”
Lani terdiam.
“Sudah lah, kamu terima aja. Besok uangnya ditransfer. Alhamdulillah keuangan Papa lagi sehat, kok."
Lani terharu. Sebanarnya bukan ide yang buruk juga punya motor, jadi kalau mau pergi-pergi nggak bingung lagi seperti kemarin.
“Baiklah, Pa. Terima kasih banyak ya Papa Mama, sayang“
“Iya, Nak. Kamu baik-baik disana, ya. Jaga kesehatan. “
“ InsyaAllah. Papa dan Mama juga, ya."
"Assalamu alaikum."
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."
Lani menghela nafas.
“Kenapa? “
“Papa nyuruh aku beli motor. “
“Beneran. Wah, asyik dong kemana-mana kita bisa naik motor. “
Lani mencibir. “Padahal aku mau nya beli sendiri. “
“Nanggung banget, sekalian aja beli mobil. “
“Rencana sih gitu. Ntar kalau aku udah punya duit sendiri aku mau beli Pajero atau Fortuner. Minimal Rush lah. “
“Ih, selera kamu cowok banget sih? Yang imut-imut kek. Kayak Brio, Jazz, Ayla, Agya“
“Aduh, nggak banget. Terlalu manis. Aku sukanya mobil sporty. “
Latifah menepuk jidat. Lani tertawa.
@@@
Hari ini sidang pertama kasus pembunuhan terhadap Nyonya Amalia dengan tersangka Bu Niar akan digelar. Pagi-pagi sekali Andre sudah meninggalkan kantor dan tak lupa mengingatkan Lani tentang sidang tersebut.
“Kamu nyusul ya, Lan. “
Lani mengangguk.
“Jangan telat, biar kamu bisa lihat dari awal. “
“Iya, Mas.“
Lani sendiri juga tidak ingin ketinggalan sidang perkara itu walau semenit pun. Ia sudah tidak sabar menunggu datangnya hari ini, karena itu ia segera menyelesaikan pekerjaannya. Selain karena tidak ingin melewatkan sedikit pun sidang tersebut, Lani juga tidak ingin melihat wajah gurunya masam karenanya. Lani kan diberi tugas mengamati jalan persidangan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Seperti pengamat saja. Yah, apa kata ‘Pak Guru’ aja deh. Pasal 1, guru selalu benar, kalau guru salah kembali ke pasal 1.
Ketika Lani tiba, ruang sidang Pengadilan Negeri tersebut sudah penuh, untungnya masih ada tempat di barisan kedua. Lani memperhatikan seluruh yang hadir; di barisan pertama tampak Wijaya Danubrata dan keluarga duduk dengan tenang, Lani berusaha menebak pasti wanita setengah abad yang duduk disebelah Wijaya adalah ibu Nyonya Amalia. Wanita itu tampak menyusut air mata dengan tisu ditangannya. Lalu di barisan kedua dan seterusnya sepertinya para pembantu rumah tangga – mungkin teman-teman Bu Niar –terlihat dari penampilan mereka. Lani terharu, begitu besar arti solidaritas bagi mereka, sampai-sampai mereka datang begitu banyak.
Sidang dibuka oleh majelis hakim, lalu Bu Niar duduk di kursi pemeriksaan. Hakim menanyakan identitas Bu Niar sebagai tersangka dan menanyakan apakah Bu Niar dalam keadaan sehat. Kemudian hakim mempersilahkan jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaannya. Di meja sebelah kanan Lani – sebelah kiri majelis hakim – tampak Andre mendengarkan dengan serius, dahinya berkerut dan tangan kanannya menopang dagu. Lani jadi teringat Keanu Reeves dalam sebuah film, saat itu Keanu Reeves berperan sebagai seorang pengacara, aktingnya sangat meyakinkan seolah-olah dia benar-benar pengacara dan bukan seorang aktor. Karena film itu, Lani jadi senang dengan Keanu Reeves. Tapi itu dulu, di masa-maa remaja. Kalau boleh jujur, Keanu Reeves dan Andre beda-beda tipis lah, bisik hati Lani. Perawakan dan
gayanya mirip, hanya saja Keanu Reeves pastinya jauh lebih tinggi. Ups…kok malah mikir yang aneh-aneh sih? Lani istighfar dalam hati, dia pun tersenyum malu. Malu pada Allah dan diri sendiri, disaat-saat seperti ini bisa-bisanya dia memikirkan dua laki-laki. Aduh Lani, jaga pandangan dong. Seperti merasa diperhatikan, Andre melihat kearahnya. Untung saat itu Lani sudah mengalihkan pandangan kearah Bu Niar yang duduk di tengah ruangan.
“Saudari Imaniar, apa saudari mengerti dengan isi surat dakwaan yang dibacakan oleh saudara penuntut umum tersebut? “ tanya hakim ketua kepada Bu Niar.
“Mengerti Pak Hakim. “
Lani menghela nafas berat, penuntut umum menuntut tersangka dengan pidana 20 tahun penjara atas tuduhan pembunuhan berencana sesuai dengan pasal 340 KUHP. Terdengar kasak kusuk di bangku pengunjung. Lani yakin, tentunya Andre sudah mempersiapkan pembelaannya. Seandainya majelis hakim mengabulkan tuntutan tersebut, Lani tidak bisa membayangkan Bu Niar harus mendekam di penjara selama dua puluh tahun, padahal umur Bu Niar sendiri sudah lebih dari separuh abad.
“Baiklah, sidang akan dilanjutkan minggu depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. “ Lalu hakim
ketua menutup sidang.
@@@
Lani menyongsong Andre yang akan keluar ruangan. Andre tersenyum kecut kepadanya.
“Ada apa? “
Kok ada apa? Pertanyaan yang menyebalkan. Bukankah Andre yang menyuruhnya datang, memperhatikan jalannya persidangan dan mencatat hal-hal yang dianggap perlu.
“Tolong dong kamu bawain laptop saya. Saya capek banget nih. “ Andre menyodorkan tas berisi laptop kepada
Lani.
Wajah Lani berubah masam. Kenapa jadi diperlakukan seperti pembantu sih. Andre berjalan didepan, Lani
mengekor dari belakang. Ketika Andre akan masuk kedalam mobil, Lani menyodorkan buku kecilnya pada Andre.
Dahi Andre berkerut. “ Apa ini? “
“Lho, kan Mas Andre yang meminta saya mencatat hal-hal yang dianggap perlu. “
“Itu buat kamu sendiri, bukan buat saya. Saya kan punya catatan sendiri. Belum tentu juga catatan kamu lebih lengkap daripada saya.“
Gadis itu melongo. Sejurus kemudian Lani tersadar. Rasanya ingin sekali menonjok wajah Andre yang sombong itu.
“Oh, gitu ya. Kalau begitu, terima kasih banyak sudah memberikan saya pelajaran berharga hari ini. “ kata
Lani ketus.
“Yah, seharusnya kamu memang berterima kasih kepada saya, karena saya kamu bisa belajar langsung. “ ujar
Andre sambil menahan senyum.
Dalam hati Lani berkata, tanpa anda saya juga bisa melihat sidang kalau saya mau.
“Oke, Lani. Saya pulang dulu. Terima kasih sudah membawakan laptop saya. “ Andre masuk kedalam
mobilnya.
Lani mencibir, dia tidak menyadari kalau sepasang mata Andre masih menangkap cibiran itu. Andre
tersenyum penuh kemenangan. Mobil Andre berlalu dari hadapannya meninggalkan kesal yang menggunung di hati Lani. Kenapa laki-laki itu selalu menyebalkan? Disaat hatinya sudah mulai berdamai, Andre malah bersikap angkuh padanya.
"Mirip Keanu Reeves apaan? Mirip crepes, iya. Tunggu ya, kulumat-***** kau besok kayak crepes. Bila perlu kuremuk-remuk kau sampai hancur." Lani menggumam sendiri sambil mengepalkan tinju ke arah mobil Andre.
Dari spion mobilnya Andre bisa melihat apa yang Lani lakukan. Andre tertawa sendiri. Entah kenapa, rasanya senang kalau membuat gadis itu kesal.
@@@
Catatan :
Sehat do ho, Inang? = Kamu sehat, Nak?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Serenarara
Boh...alak ita do.../Smirk/
2025-02-26
0
Serenarara
Jiaah crepes...mukanya rata dong. /Smirk/
2025-02-26
0
almira.gumaisha
😂😂😂
2025-03-03
0