POV AUTHOR
Viena tak sadarkan diri tersungkur ke rumput. Tekanan darahnya turun dan anemianya kambuh. Dion hendak meraihnya tali disergah Egnor. Egnor menggendongnya tanpa memperdulikan Dion.
"Lexa!" Egnor memanggil Lexa memberi kode untuk mengikutinya.
"Kemana dia membawa Viena?" Dion bertanya singkat.
"Hotel," Lexa menjawabnya dan ikut berlalu bersama Egnor yang menggendong Viena. Lexa sangat tau, Viena tidak suka suntikan. Dia tidak suka infusan, paska dia harus menerima obat penenang melalui suntikan. Kalau sampai dia tahu, dia akan mengamuk bahkan berbuat nekat melepas infusan yang terpasang.
Mobil berhenti di depan hotel, Egnor membawanya ke kamar hotel dan memesan Lexa merawatnya.
"Jaga dia, Lexa. Berikan obatnya, aku akan melihat kondisi mom ku, karna dad menghubungiku. Aku harap, jangan pertemukan dia dengan Dion!" Pesan Egnor melangkah keluar. Lexa langsung mengambil minyak penenang agar Viena bangun.
"Miss, bangunlah, miss," panggil Lexa lirih. Dia mengusap ngusap dahi, tangan, dan kaki Viena. Tak berapa lama Viena sadar.
"Apa yang terjadi, Lex?" Tanya Viena pelan. Dia masih memejam matanya dan perlahan membuka matanya.
"Kau pingsan setelah Kak Egnor berkelahi dengan Dion," jelas Lexa masih mengelus tangan Viena.
"Apa?! Kak Egnor bertemu dengan Dion? Apa Dion baik baik saja?" Viena panik. Dia sangat tau emosi kakaknya dan bagaimana dulu Egnor begitu kesal dengan kondisi Viena. Dia ingin mendatangi Dion tapi tertahan oleh Viena dan ibunya. Egnor sampai mau menghancurkan barang barang di ruang tamu karna ditahan oleh ibunya.
"Kau keburu pingsan sebelum Kak Egnor mau menghabisi Dion, miss," Viena sedikit tenang dan menghembuskan napasnya.
POV DION
Ada apa denganku? Mengapa aku semudah itu memutuskan hubungan dengan Viena? Kenapa aku tidak mempertahankannya? Dia sudah menderita. Aku sudah menghancurkan hidup dan perasaannya. Dan, aku juga menghancurkan hidup ibuku. Mengapa ada hubungan yang sudah sangat baik berubah menjadi penderitaan? Penyesalanku juga tak tertandingi. Tapi dia hanyalah wanita, dan aku tahu bagaimana keadaannya selama bersamaku. Dia wanita yang terbilang tidak kuat, tapi aku dengan tega meninggalkannya. Ku pegang dahiku dan menggelengkan kepala.
Cuaca diluar tidak terlalu panas, tapi aku merasa penat. Apa yang harus kuperbuat. Aku sudah berjanji pada Pevi tidak akan meninggalkannya. Tapi aku juga orang harus bertanggung jawab atas luka yang Viena derita. Aku tidak mau terlalu banyak orang yang tersakiti. Aku pikir ketika Viena menyetujui aku meninggalkannya dan dia tidak pernah menghubungiku, dia akan baik baik saja, tapi nyatanya dia sampai mengalami gangguan kejiwaan.
Leon memarkirkan mobil di depan lobby, aku meminta diturunkan disitu. Ketika hendak turun dari mobil, pintu mobil masih terkunci, aku memandang Leon di depan.
"Sabar dulu bos jika kau tidak ingin berkelahi lagi dengan iparmu," sanggah Leon. Benar, ada Egnor yang keluar dari lobby hotel. Wajahnya sangat masam dan sedih.
Dahulu, kami berdua sangat akrab, karna kami memiliki hobby yang sama. Dia yang selalu memberikan ijin pada Viena, jika Viena ku ajak menginap di rumahku. Kami selalu bermain game ponsel bersama, tak heran Viena sering cemberut melihat keseruan kami, karna dia tidak diperdulikan. Kenangan yang sangat indah. Namun, aku merusaknya dengan hal bodoh yang tak kupikirkan ke depannya.
"Sudah bos, silahkan masuk hotel," Leon sudah membuka kunci mobil. Aku segera keluar dan menuju kamar hotel Viena. Aku mengetuk pintu kamar dan Lexa yang membukannya.
"Bisa aku bertemu dengan Viena?" Tanyaku pelan.
"Silahkan, pak, tapi jika aku mengetuk pintu dengan menggebu, tolong anda cepat membukanya dan pergi, aku akan menunggu kak Egnor di lobby bawah," pesan Lexa. Aku menganggukan kepalaku.
Viena sedang menyantap makan siangnya dengan sangat tidak nafsu.
"Sini kusuapi," aku langsung duduk di kasurnya dan menyuapinya. Dia tersenyum sendu.
"Maafkan kakakku, Dion, dia tidak tahu akan kerjasama ini," Viena memulai pembicaraan. Aku tersentak, aku pikir dia akan memarahiku.
"Itulah yang seharusnya dilakukan kakak laki laki Viena. Aku memang pria brengsek. Aku sudah tidak tau lagi cara meminta maaf padamu." Aku tidak berani memandang wajahnya yang sangat menderita.
"Kau tidak usah mendengarkan kakakku, kau kan tahu, dia suka bergurau, aku tidak apa apa selama kau meninggalkanku, percayalan," Viena mencoba tersenyum tapi dia memang tidak bisa membohongiku. Air matanya menetes. Dengan sigap aku langsung memeluknya.
"Aku tidak akan mengganggumu lagi, aku akan menjauhimu, aku tidak mau menyakitimu lagi, mulai saat ini, setelah aku merawatmu sampai kita kembali ke Legacy, kita hanya sebatas rekan kerja, kau bisa berbahagia tanpaku." Akhirnya aku mengatakannya. Semakin dia bersamaku, semakin hatiku tak menentu dan menyakiti banyak pihak. Aku memang masih mencintainya, tapi dia sudah menderita karna ku. Aku tidak mau makin membuatnya tersakiti.
Dan berdekatan dengan Viena lagi adalah suatu kesalahan yang kubuat untu Pevi. Jadi aku harus bisa memilih walau rasanya berat dan perih. Dan, lagi lagi aku menitikan air mata. Air mata yang akan selalu untuk Viena. Untuk pengorbanan dan ketulusan yang diberikannya untukku. Aku menunggu untuk menitikan air mataku untuk Pevi yang tak kunjung tiba. Aku harap, Pevi adalah yang terakhir.
....
Next part 16
Benarkah Dion sanggup jauh dari Viena?
Plis like dan komen
Terimakasih sudah membaca
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 301 Episodes
Comments
Z@in@ ^ €£ QULUB
good
2021-05-21
1
Rike Yukeni
saya hanya bisa menangis thor,yahh vienaku😪
2021-02-22
1
Karsinah
dion egois ya
2021-01-19
2