POV DION
Haiz, sudah dua jam aku menunggu Viena. Ada apa denganku ini? Aku rela menunggu Viena demi bersamanya agak lama dengannya. Sampai kapan dia meeting? Apa sudah selesai? Tapi dari tadi aku disini dan mengamati pintu lift, belum terlihat Viena. Akhirnya aku mengantuk dan memutuskan untuk terjaga sebentar sampai suara itu memanggilku.
"Dion, Dion.." aku yakin itu Viena. Aku sengaja untuk tidak langsung membuka mata. Aku mau tahu, apa yang akan Viena lakukan ketika melihatku tertidur untuk menunggunya.
"Dion, sedang apa kau disini?" Tanya Viena. Apa dia tau kalau aku sedang berpura pura tidur. Harum tubuhnya sangat inginku langsung memeluknya.
"Dion, kalau kau tidak membuka matamu, maka aku akan meninggalkanmu disini bersama para satpam," ancamnya dan akhirnya aku membuka mata.
"Aku baru saja tertidur, kenapa kau lama sekali?" Aku membuka mata dan Viena ada tepat di atas kepalaku. Wajahnya sungguh sayu tapi anggun, sangat cantik.
"Aku tidak menyuruhmu untuk menungguku, kenapa kau disini?" Viena duduk di atas kepalaku.
"Aku mau makan malam bersamamu, kau tidak akan menolak kan?" Aku ikut duduk disampingnya. Sekarang, Viena sudah mengenakan cardigan ungu muda sangat padu padan dengan dress dan warna kulitnya. Tidak sengaja, aku langsung meraih tangannya. Dia sedikit tersentak tapi terdiam.
"Dion.." panggilnya lirih. Aku berdehem singkat.
"Kau ini kenapa? Kau tidak boleh seperti ini, ada pacarmu yang menunggumu," tanyanya hendak melepaskan pegangan tanganku tapi ku tahan.
"Aku hanya merindukan mu, Viena, apa tidak boleh? Kau kan..." Jelasku tapi terpotong.
"Cukup Dion, ayo kita makan malam!" Viena memaksa melepaskan tangan ku dan berlalu. Aku mengikutinya.
"Dimana kita makan, yank?" Aku menyusulnya sambil merangkul pundaknya.
"Dion, ku mohon jangan panggil aku dengan sebutan untuk pacarmu," Viena terhenti dan memandangku.
"Itu panggilan hanya untuk mu, tenang saja," aku tersenyum dan kembali membuatnya berjalan.
"Lepaskan rangkulanmu Dion, kita akan makan diapartemenku, kau mau atau tidak?" Viena hendak melepaskan rangkulanku tapi kutahan. Apa? Dia mengajakku ke apartemennya? Dengan begini aku bisa tahu apartemennya. Aku mengangguk pasti.
Kami sudah tiba di apartemen Viena. Apartemen yang tidak terlalu besar tapi sangat bersih dengan aksen warna putih dan pink muda. Viena langsung merapikan sapatunya dan juga sepatuku, aku sempat tersentak. Viena makin mandiri dan dewasa.
"Tunggulah dulu disini, aku ganti baju sebentar," Viena mempersilahkan ku duduk di ruang makan. Aku mengambil ponselku untuk mengecek kabar dari Leon. Ada satu pesan dari Leon.
-LEON-
Marcel sudah keluar dari pusat rehabilitas dan menjadi direktur resmi di perusahaan entertaiment yang sudah dibentuk pamanmu satu tahun yang lalu. Banyak artis yang mengikuti management ini, pak. Sebaiknya, Ibu Viena berhati hati dalam menentukan artis yang digunakan.
Sedangkan Pevi masih dalam pekerjaan bersama bos besarnya di kantornya. Aku melihat ada seorang pria yang sepertinya anak dari Bos besarnya itu.
-DION-
Terimakasih atas informasimu, Leon.
Aku menyimpan ponselku dan tesentak, melihat Viena keluar hanya menggunakan tanktop putih dan celana pendek rumahan.
"Mengapa kau menggunakan pakaian seperti ini?" Tiba tiba aku merasa tidak terima. Aku merasa Viena masih milikku. Aku tidak rela berbagi tubuh indah itu dengan siapapun. Apa karna setelah mendengar berita mengenai Marcel yang sudah keluar dari pusat rehabilitas dan sepertinya punya tujuan untuk balas dendam.
"Kau ini kenapa? Aku biasa menggunakan ini, lagian ini di apatermenku." Viena menatap pakaiannya yang merasa tidak ada masalah.
"Ohiya, maav aku terlarut," aku mengusap wajahku.
"Sepertinya aku lapar, Viena, kau mau memasak apa?" Aku mencoba menetralkan diri lagi tanpa mengalihkan pandanganku pada lekuk tubuh Viena.
"Tunggu sebentar, aku akan membuatnya," lanjut Viena menuju kitchen set yang berada di depan meja makan.
"Bagaimana kabar mamamu, Dion?" Tanya Viena memulai percakapan sambil memasak.
"Dia menanyaimu terus, kapan kau bisa bertemu dengannya?" Balasku sendu. Dia menatapku tersenyum.
"Nanti kuatur waktuku. Beliau sehat?" Tanggap Viena.
"Sebenarnya 4 tahun yang lalu dia terkena struk ringan dan sekarang dia masih harus menggunakan kursi roda," jelasku. Viena langsung menghentikan menyiapkan bahan bahan masaknya dan menatapku tajam.
"Akan kulihat jadwalku besok dan aku akan menemuinya, mengapa kau tidak menjaganya dengan baik?" Kesal Viena dan melanjutkan kegiatan memasaknya. Aku menghampirinya. Kupeluk pinggang Viena dari belakang dan mendekapnya. Viena tersentak dan menghentikan lagi kegiatan memasaknya dan memandangku.
"Sebentar saja Viena, aku juga tidak mengerti perasaanku ini," Viena hendak melepaskan dekapanku tapi terhenti. Dia menyenderkan kepalanya dipundakku.
"Dion, kau sudah berdua, jangan sakiti dia, kumohon, lepaskan!" Sergah Viena lembut. Aku merasa Viena masih sangat menyayangiku dan merindukan pelukanku.
"Empat tahun yang lalu, setelah mama mengetahui aku meninggalkanmu, dia terkejut dan mengalami struk ringan," jelasku tentang mama dan masih memeluk Viena.
"Katakan padanya besok aku akan menemuinya, dan tolong lepaskan dekapanmu, aku tidak mau terjerumus dan menjadi orang ketiga, aku mohon!" Viena menatapku lirih dan mengelus tanganku. Ternyata dia masih lembut seperti dulu. Dia tau bagaimana membuatku tenang. Akhirnya aku melepaskan pelukanku dan kembali duduk di meja makan.
.........
Next part 10
Semakin seru dan akan membuka permasalahan sedikit demi sedikit
Plis like dan komen 😄
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 301 Episodes
Comments
Lala Al Fadholi
udah jd cewek premium kok sikapnya malah jd murahan
2022-12-09
1
Arin
hemm kok Vienna Kya gtu sich,lupain si Dion dia udh pnya yg lain...sy gak rela klo Vienna blkan lagi sama dion sdngkn Dion msih ada yg lain.klo Dion msih sndri ya gak mslh
2022-05-19
0
Een Bunda Al-fatih
ada apa sebenarnya diantara mereka.makin penasaran aja setelah melihat reaksi viona sejauh ini.kalau Dion mah alamiahnya laki2 melihat perempuan perfect.gedeg banget sama dion aku😡😡😡
2022-05-10
0