Viena memarkirkan mobil di depan gerbang rumah Rika. Terlihat Rika di pekarangan taman kecil dirumahnya sedang duduk di kursi roda menikmati secangkir teh. Viena menarik napas dan tersenyum. Dia sangat merindukan orang tua itu. Selama dia berhubungan dengan Dion, wanita tua itu sungguh memperhatikannya. Dia selalu mengajak Viena untuk memasak dan makan bersama dirumah Dion dulu. Tak jarang dia juga selalu menyuruh Viena untuk menginap jika ada acara keluarga. Rika sangat menyukai Viena, berbeda dengan Jeremy (ayah Dion) yang selalu dingin dengan Viena. Pasalnya Viena tidak dari keluarga kaya dan terpandang. Berbeda dengan keluarga Dion. Tidak ada yang tidak tahu Kakek Dion seorang pengusaha sukses dan cucunya mewarisinya. Viena menghela napas, dia harus bertemu lagi dengan keluarga Dion. Tapi tidak ada alasan untu Viena membenci atau menjauhi Rika, karna wanita tua itu sangat baik seperti ibu kandungnya. Theres (ibu kandung Viena) selalu berpesan untuk selalu menghargai seorang ibu. Viena membawa bingkisan untuk Rika dan menghampirinya.
"Tante Rika, selamat pagi," sapaku berdiri disamping tante Rika. Dia menoleh memandangi wajah Viena sesaat.
"Viena.." tante Rika langsung memeluk Viena sangat erat.
"Kau kemana saja? Dion sudah sampai mau mati mencarimu, aku pun terlarut dalam kesedihan karna tidak bisa melihatmu lagi," tante Rika mulai tersedu.
"Iya tante, maafkan aku, aku harus melupakan anakmu," mereka berdua saling bertatapan. Mereka seperti ibu yang kehilangan anaknya lama sekali.
"Maafkan keluargaku, Viena. Ini semua diluar kendaliku." Dan Viena mulai meneteskan air mata. Dia melihat kondisi wanita paruh baya itu.
"Kau semakin cantik dan dewasa. Bagaimana keadaan keluargamu sekarang?" Lanjut tante Rika. Viena hanya mengangguk dan matanya mulai berkaca kaca parau.
"Kau kenapa Viena? Aku baik baik saja," tante Rika hendak menenangkan.
"Maafkan aku atas kondisimu, tan, aku akan berusaha terus mengunjungimu agar kau bisa kembali berjalan," kata Viena sesenggukan. Dia mulai menangis.
"Aku baik baik saja, nak, duduklah, akan kubuatkan teh mu," Viena duduk disamping tante Rika. Mereka berbincang bincang dan Viena menceritakan kemana dia pergi dan apa yang dia lakukan. Begitu juga dengan Rika yang menceritakan bagaimana terapi struk ringannya. Mereka juga saling tertawa dan menangis lagi mengingat kegiatan mereka dulu.
Disudut pintu masuk, Dion menyaksikan semuanya. Dia terharu, dia hendak mengulang kembali. Andai saja dia tidak terbuai dengan kebaikan dan kelembutan Pevi, pasti dia bisa membahagiakan ibunya. Dan, dia tidak bisa membohongi perasaannya kalau dirinya juga masih memiliki perasaan pada Viena. Dia kembali ke mobilnya. Tidak mau merusak suasanya bahagia ibunya bertemu dengan Viena.
.......
Dua hari kemudian, Dion sedang memeriksa laporan akhir bulan dan menandatangi berkas yang membutuhkan persetujuannya sebelum dia harus terbang ke Honolulu malam ini bersama Viena. Pintu ruangannya terbuka. Pevi menemuinya.
"Jangan terlalu sibuk, mengapa sampai siang ini tidak menghubungiku? Kau tidak merindukanku?" Sapa Pevi terseyum sambil membawa makan siang Dion. Dion menoleh dan meninggalkan pekerjaanya menghampiri Pevi. Dia memeluk Pevi sangat erat.
"Aku merindukanmu, sayang," kata Dion lirih.
"Kau bisa membuatku sesak napas, sayang, aku juga merindukanmu," sambung Pevi mengelus elus punggung pria gagah itu.
"Apa yang kau bawa? Aku sangat lapar," Dion melepaskan pelukannya.
"Di depan apartemenku ada toko mie ayam baru buka. Aku sudah mencobanya dan sangat lezat, jadi aku membelikanmu satu porsi." Pevi memberikan bungkusan mie ayam yang dikemas rapi ke Dion. Seketika Dion terdiam, dia mengingat makan malam terakhirnya bersama Viena. Pevi tidak bisa masak, berbeda dengan Viena yang berusaha untuk memasak makanannya sendiri ketimbang beli.
"Oh, aku pikir kau yang memasak," Dion tersenyum masam.
"Kau ini, aku kan tidak bisa memasak, lagipula itu sangat menyita waktuku, sayang," Pevi mengelus ngelus wajah mulus Dion.
"Sudah, makanlah dulu, sudah telat makan siang," Pevi beranjak duduk ke sofa membuka makanan untuk Dion.
POV DION
Aku mulai memakan mie ayam yang dibawa Pevi. Rasanya tidak seenak buatan Viena. Tapi, aku tetap memakannya dengan senang hati. Kupandangi wajah Pevi yang sedang memandangiku juga. Wajahnya agak sedikit pucat dan sendu.
"Kau sedang tidak enak badan?" Tanyaku sambil mengelus pipinya.
"Dion, ada yang mau aku tanyakan," katanya lirih.
"Ada apa sayang?" Aku menghentikan makanku dan menatapnya lembut.
"Apa kau akan meninggalkanku jika aku banyak kesibukan diluar sana tanpa mu?" Tanyanya khawatir.
"Apa kau masih menyayangiku?" Tanyaku balik agar aku bisa menjawabnya.
"Tidak ada pria sebaikmu, jadi rasa sayangku tidak akan berkurang sedikitpun," jawabnya pasti dan mengelus wajahku. Tangannya begitu lembut, sama seperti Viena. Ada apa denganku? Sekarang aku sedang bersama Pevi dan dia seperti sedang khawatir.
"Kalau kau selalu menyayangiku, apapun yang terjadi, aku tidak akan meninggalkanmu," kukecup kening Pevi dan dia mendekapku erat. Sekitar beberapa jam kami bersama. Dia menceritakan pekerjaannya yang sangat membuat dia bangga dan puas. Aku ikut bahagia atas keberhasilannya. Bos besar yang sangat dia hormati memberikan perhatian lebih seperti ibu kandungnya, mengingat ibu Pevi sudah lama meninggal. Ayahnya berada di kota Oriental.
"Berapa hari kau berada di Honolulu, sayang?" Tanya Pevi mengambil jas hitamku. Jam terbangku sekitar dua jam lagi, Leon sudah mengingatkanku.
"Sekitar tiga sampai lima hari saja, aku akan selalu memberimu kabar," jawabku tersenyum. Dia membantuku mengenakan jas ku.
"Apa CEO iklanmu ikut? Kudengar dia wanita yang cantik, kau jangan macam macam ya?" Lanjutnya masam. Dia cemburu padaku. Pevi memang selalu memberitahu jika perasaannya sedang khawatir atau tidak. Aku mengarahkan tubuhku menatapnya pasti.
"Tenang saja, kau yang paling cantik dalam hari hari ku," jelas ku membuat dia tersenyum. Pevi tidak tahu masa laluku. Aku tidak berniat menceritakannya. Aku takut dia merasa aku mencari pengganti Viena. Yang dia tahu, aku hanya sekali berpacaran, dan ini yang kedua bersamanya. Aku berharap, Pevi adalah pelabuhan terakhirku.
...
Next part 12
Benarkah Dion hanya menyukai Pevi?
Bagaimana hari hari nya bersama Viena di Honolulu?
Plis like dan komen 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 301 Episodes
Comments
Een Bunda Al-fatih
bener2 yah Dion ini.tipe laki2 bermuka dua.jangan dijadikan suami para wanita yg Budiman.viona buanglah sampah pada tempatnya.jangan terlalu larut dalam masa lalu.sikapnya sudah menunjukkan bahwa dia bukan laki2 yg patut kamu perjuangkan dan kamu nantikan.hatimu terlalu berharga buat dia yg tidak memiliki hati.masa lalu jadikanlah pelajaran agar tidak mengulangi kesalahan yg sama apalagi dengan orang yg sama.astaghfirullah baca ini malem2 serasa dongkol sampe ke dasar hati sampe suami geleng2 kepala liat aku.emosi jiwaku muncul kepermukaan.mana Dion mana dioonnnn.pen tak tonjok tuh muka😡😡😡
2022-05-10
1
ro so
di sini Dion itu pliplan bener bngt dia yg nyakiti Virna eee dia yg dgn mudah nya dpt pengantin vieba
2022-04-12
0
Ami Nuridawati
waduch...tidak punya pendirian nich s Dion
2021-12-03
0