HAPPY READING...
Jangan Lupa Like dan Tinggalkan Komentar Yess...
***
Arjun mengendarai mobilnya sedikit lebih kencang dari biasanya. Rasanya ia ingin segera pulang dan membersihkan diri untuk menghilangkan rasa penat setelah seharian bekerja. Apalagi tadi sempat ada Rapat dadakan yang tentu saja menambah kepenatan baginya.
Belum lagi Papi Johan menghubunginya beberapa kali agar Arjun langsung pulang tanpa mampir kemana-mana lebih dulu.
Semua rencana yang sudah Arjun rangkai sejak kemarin gagal semua. Padahal ia sudah berencana pergi ke Klub malam setelah bekerja. Mencari wanita baru karena kemarin ketiga pacarnya meminta putus.
Tentu saja Arjun tidak menyesali hal itu.
Dengan tampang tampan seperti turunan Ayahnya, Arjun mampu mencari wanita lain dengan sangat mudah. Apalagi ia juga anak orang kaya, mana ada wanita yang menolak menjadi kekasihnya? mereka akan rugi nantinya.
"Halo..." sapa Arjun ketika ponselnya kembali berdering. Ini adalah telepon dari Papi Johan yang kesepuluh kalinya.
"Kamu dimana? Rapatnya sudah selesai kan?"
Yang Papinya tanyakan masih tetap sama seperti tadi. Arjun menghela nafasnya kasar,
"Iya Pi... ini lagi di jalan..." jawabnya masih dengan nada yang sopan.
"Baiklah Papi tunggu... akan tidak enak kalau tamu kita menunggu terlalu lama..."
Belum sempat Arjun menjawab, Papi Johan dengan seenaknya sendiri memutus sambungan teleponnya.
Nah... lihatlah, dia seenaknya sendiri tapi memintaku untuk menjadi anak yang sangat baik... cercanya dalam hati.
Arjun menginjak pedal gas lebih dalam untuk mempercepat laju kendaraan tersebut.
Apalagi jalanan malam ini memang berpihak padanya. Tidak ada kemacetan seperti sebelum-sebelumnya.
Hingga tak butuh waktu lama, mobil hitam itu telah memasuki pintu gerbang dan menuju ke Carport berjejer dengan beberapa mobil koleksi Ayahnya.
Begitulah hobi Papi Johan, beliau memang senang mengoleksi mobil-mobil mewah dan beberapa juga mobil antik lainnya.
Totalnya hampir 5 mobil yang berjajar rapi disana, tidak termasuk mobil milik Mami Livia sendiri dan milik Arjun.
Arjun turun dan segera berjalan memasuki rumahnya. Dari ruang tamu saja sudah terdengar pembicaraan seseorang yang mungkin saja berada di ruang makan.
Arjun semakin melangkah ke dalam. Benar saja... saat matanya tepat melihat ruang makan, di kursi itu telah berjajar orang yang sedang duduk dan asyik menikmati makan malam mereka.
Arjun melangkah lebih dekat dengan mereka dan menyapanya,
"Maaf semuanya... saya terlambat," ucapnya menyesal.
Seketika semua orang yang berada di ruang makan itu mengalihkan pandangannya menatap seseorang yang baru saja tiba.
Itu putra Tuan Johan? tampan... batin Ibu Arum terkejut dengan mengamati pria muda nan gagah di depan sana.
Ini putranya Johan? batin Ayah Adam bertanya-tanya.
Sedangkan Akira yang tadi sibuk memilah duri dari ikan yang sedang dimakannya terlambat mengangkat pandangannya.
Saat kepalanya tegak lurus ke depan, tiba-tiba ia tersedak. "Uhuukk..."
Matanya membulat melihat sosok di depan sana yang sangat tidak asing baginya.
Dia?
"Kamu tidak apa-apa nak?" tanya Mami Livia.
"Pelan-pelan makannya..." ucap Ibu memperingati putrinya dan langsung memberi air minum untuk Akira.
"Duduklah Arjun..." pinta Papi Johan.
"Arjun mandi dan berganti baju dulu Pi..." tolak Arjun. Ia belum mandi dan akan merasakan sungkan jika langsung ikut duduk dan makan bersama dengan tamu ayahnya.
"Mandinya nanti saja... makanlah dulu bersama tamu kita..." perintah sang ayah.
Karena Papi Johan sudah berkata demikian, Arjun tak lagi punya alasan untuk meninggalkan tempat itu.
Ia segera duduk di samping ibunya tepat di seberang Akira yang menundukkan pandangannya.
Gawat... apa dia mengenaliku? Aaa... bagaimana ini? semoga saja dia lupa... semoga ia tidak mengenali wajahku... Ya benar, aku memakai riasan malam ini. Tentu saja akan berbeda dari kemarin.
Akira perlahan-lahan mengangkat pandangannya demi untuk memastikan apakah pria di depannya mengenalinya atau tidak.
Tapi baru saja mengangkat pandangannya, Akira kembali menundukkan pandangannya bahkan lebih dalam dari yang tadi.
Gawat... dia ingat! lihatlah ekspresi nya... memicingkan mata seolah sedang mengintai ku... batin Akira bicara.
"Arjun, beliau adalah Om Adam... teman masa kecil Papi dulu... beliau istrinya dan itu salah anak mereka." ucap Papi Johan memperkenalkan tamunya kepada sang anak.
"Arjun om..." sapa Arjun dan tak lupa menjabat tangan Ayah Adam lalu berganti pada Ibu Arum.
Dan siapa sangka kalau Arjun juga mengangkat tangannya untuk menjabat tangan Akira juga.
"Ra..." Ibu Arum menyenggol putrinya karena sejak tadi Arjun telah menggantung tangannya.
"Arjun,"
"Akira" jawab Akira gugup. Apalagi tangannya sempat di remas kuat oleh pria itu.
"Ayo lanjutkan makannya..." ucap Papi Johan mencairkan suasana.
Arjun menatap Akira dengan tatapan sulit untuk diartikan. Bahkan seringai menakutkan juga muncul di bibir tipis pria itu.
Gleekk... Akira menelan ludahnya dengan susah payah. Bahkan nasi yang ia kunyah terasa sulit untuk ditelan.
Huaaa... takdir apa ini? kenapa dia adalah anak Om Johan sih...
Akira menyesal telah menertawai Arjun kala itu.
***
Makan malam telah usai walaupun pada kenyataannya Akira tak lagi berselera melanjutkan makanannya sejak kedatangan Arjun barusan. ***** makannya benar-benar hilang ketika sebuah seringai muncul dari bibir pria itu.
Akira tau kalau senyum menakutkan itu hanya ditujukkan kepadanya saja.
Mungkin nasib Akira benar-benar berakhir hari ini. Bagaimana tidak? Semua orang memintanya berjalan-jalan melihat rumah di temani oleh Arjun.
Akira sudah berusaha menolak hal itu, tapi apa daya. Apalagi hal itu adalah perintah Om Johan dan tentu saja Akira sungkan untuk menolaknya.
Akira berjalan bersebelahan dengan Arjun. Menyusuri jalanan taman yang sedikit remang.
"Ck... lo benar-benar punya nyali besar ya..." ucap Arjun.
Ia tak menyangka kalau gadis yang menertawainya kemarin malah datang sendiri ke rumahnya saat ini. Hal itu sama seperti masuk ke kandangnya dengan suka rela bukan?
"Maksudnya?" tanya Akira seolah hilang ingatan. Walaupun pada kenyataannya jantungnya berdetak tak karuan saat ini.
Akira takut kalau Arjun melakukan hal-hal membahayakan disini. Hanya ada mereka berdua di taman ini, bagaimana kalau Arjun mencekiknya sampai mati?
"Hei Bocah! Lo pura-pura lupa atau memang amnesia?" teriak Arjun kesal.
Bukannya menyesal dan meminta maaf, gadis muda di sampingnya malah seolah-olah tak mengenalinya sama sekali.
Akira hanya diam saja tanpa menjawab sepatah katapun.
Lebih baik diam dan ia akan selamat, begitu pikirnya.
"Lo terlihat masih sangat bocah," ejek Arjun dengan seenaknya sendiri.
Akira seketika mengamati tubuhnya karena tatapan Arjun yang membuatnya tak nyaman.
Tentu saja semua perempuan akan merasa tidak nyaman saat di tatap seperti itu. Tatapan yang seolah sedang menelanjanginya.
"Enak saja bocah!" jawab Akira tak terima dan menyilangkan tangannya di depan dada.
Akira sedikit sirih dengan tatapan Arjun yang mengarah pada potongan dadanya yang memang sedikit rendah ketika menunduk.
"Hahaha..." tawa Arjun lolos begitu saja dengan jawaban Akira barusan.
Memang berapa usianya sampai tidak mau di bilang bocah..? batinnya penasaran.
"Berapa umur Lo?" tanya Arjun.
"Ck... kenapa? Lo penasaran? yang terpenting gue bukan seperti bocah yang Lo kira" bukannya menjawab, Akira malah balik bertanya.
Lagian apa gunanya ia memberitahu umurnya kepada Arjun. Hubungan mereka tidak seakan itu dan tidak perlu sampai memberitahukan usianya.
"Dasar... bocah!" umpat Arjun kesal.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 272 Episodes
Comments
Nindira
Arjun playboy juga ya ternyata
2021-12-31
0
Conny Radiansyah
lanjut
2021-11-17
1
Bzaa
bocah yg bisa bikin bocah😆
2021-11-15
1