-PRANG-
Tuan Dika jatuh dari lantai 6. Matanya melotot karena tubuhnya syok akibat benturan. Tak lama, pandangannya mulai buram dan matanya perlahan terpejam.
Orang-orang di sekitar langsung berdatangan setelah mendengar suara pecahan kaca. Kaca jendela tempat Ahra dirawat, mengarah langsung ke tempat parkir. Jadi wajar saja banyak orang berlalu lalang di sana.
Ahra tiba-tiba saja berlari ke dekat jendela, ia melihat ke bawah di mana Tuan Dika jatuh. Wajahnya tiba-tiba saja sedih dan pura-pura mengeluarkan air mata. "Ayah!"
Ia berhasil meyakinkan orang-orang yang melihat ke arahnya bahwa ia bukanlah pelakunya. Jadi mereka berfikir kalau pria yang dikelilingi orang-orang itu, sengaja menjatuhkan dirinya karena berusaha bunuh diri.
Ahra tersenyum senang di dalam hati. Kali ini, ia menang lagi.
---
Sore ini tampaknya akan turun hujan. Papah dan mamah lama sekali bicara dengan dokternya. Ternyata begini perasaan pasien rumah sakit yang sedang bosan.
Aku bersandar di tumpukan bantal dengan nyaman. Kakiku seperti mati rasa, kata dokter tulang kakiku patah, tanganku juga. Beruntung aku masih bisa selamat. Juga ada dua selang infusan yang menancap di punggung tanganku.
Ini ... hanya perasaanku saja atau ... memang terjadi sesuatu? Ah, aku belum menghubungi paman. Ck, aku baru ingat, ponselku jatuh di taman itu. Huft, jadi teringat sosok itu. Jika aku memberitahu yang lain apa ada yang akan percaya padaku? Kurasa hanya paman yang percaya, lagipula paman sendiri yang mengalaminya juga.
Ahra ... jika memang kau di alam sana, bagaimana caraku membawamu kembali? Apa benar, hanya dengan gelang pemberian nenek itu Ahra bisa kembali?
Ooh iya, gelangnya!
Aku segera meraih tasku yang diletakan di atas nakas.
"Syukurlah, masih ada di tasku ternyata," ujarku merasa lega.
Aku kembali menyimpan tasku di atas nakas. Lalu mamahku akhirnya datang. Meski beliau jarang di rumah, tapi aku tetap menyayangi nya.
Mamah duduk di kursi di samping ranjangku. "Mia, mamah dan papah sudah melaporkan kasus ini pada polisi. Mamah ingin pelakunya dapat hukuman yang berat."
Kalau saja mamah tahu pelakunya itu Ahra, bagaimana reaksinya, ya?
"Ooh, iya. Tadi Tuan Dika kemari sebelum kau sadarkan diri. Mamah lupa memberi tahumu."
"Paman?"
"Iya, dia bilang dia tahu dari perawat yang kebetulan sedang membicarakanmu."
Jika paman ke sini, itu berarti ... Ahra!
"Mah, aku mau ke tempat Ahra." Aku mencoba bangkit dari sandaranku, tapi rasanya tubuhku sakit semua.
"Apa maksudmu? Keadaanmu belum pulih kan!" Mamah langsung menahan ku untuk bangkit.
"Tapi mah, paman pasti sekarang sedang di ruangan Ahra." Aku khawatir terjadi sesuatu pada paman.
"Memangnya kenapa? Dia putrinya sendiri kan? Apa yang kau khawatirkan?"
"Tapi, mah ...."
"Diam di sini, biar mamah yang ke ruangan Ahra." Mamah langsung pergi keluar.
Apa ini jawaban kenapa aku merasa tak enak sejak tadi?
---
Nyonya Tika bergegas ke ruangan Ahra. Tapi saat sudah sampai di sana, tak ada siapapun. Hanya ada beberapa petugas keamanan yang berkeliaran di sana.
"Apa yang terjadi?" heran Nyonya Tika.
"Harap, jangan melewati garis polisi," ujar salah satu petugas padanya.
"Memang ada apa? Saya hanya mau menemui Ahra," ucap Nyonya Tika mencoba menjelaskan.
"Maaf Nyonya, kami sedang menyelidiki kasus ini. Jadi mohon kerja sama nya." Polisi itu langsung pergi tidak mau mendengar penjelasan apapun.
"Ck!" Nyonya Tika memilih untuk kembali ke ruangan Mia. Ia tak suka perdebatan apapun.
Apa sebaiknya aku tanyakan saja padanya?
Nyonya Tika langsung menghampiri seorang perawat yang kebetulan melintas di depannya.
"Permisi, boleh saya bertanya?"
"Iya Nyonya, ada yang bisa dibantu?"
"Pasien kamar *** ke mana? Kenapa dia tidak ada? Dan kenapa banyak polisi?"
"Pasien kamar *** sudah dipindahkan, Nyonya. Karena tadi siang ada suatu kejadian."
"Kejadian apa?"
"Ayah dari pasien melompat ke bawah dari ruangan pasien sendiri."
"Maksudnya?"
"Maaf Nyonya, saya tidak terlalu tahu kejadiannya."
Perawat itu langsung pergi meninggalkan Nyonya Tika yang kebingungan. Ia tidak mau menyimpulkan hal buruk apapun.
"Tunggu, lalu di mana Tuan Dika sekarang?"
Tuan Dika? Sepertinya nama ayah pasien itu, batin perawat itu menebak.
Setelah diberi tahu di mana keberadaan Tuan Dika, Nyonya Tika langsung berlari menuju ke sana.
---
Nyonya Tiara berjalan lunglai dengan tubuh gemetar. Meski ragu, ia teruskan langkahnya ke ruang jenazah. Ia menghampiri Ahra yang berdiri di samping brangkar di pojok ruangan sambil menangis.
"Mah ...." Ahra menatap Nyonya Tiara dengan mata merahnya karena terlalu lama menangis.
"A--apa yang terjadi, Ahra?" tanya Nyonya Tiara gemetar.
"Ayah ... dia ...." Ahra langsung menutup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis sesenggukan.
Nyonya Tiara menutup mulutnya tak percaya, lalu menangis. Ia tak bisa menahan beban tubuhnya lagi, langsung jatuh terduduk karena kakinya lemas.
"I--ni ... tidak mungkin ...." isaknya sambil sesenggukan. "Mas ...."
Kedua perawat yang ada di sana hanya bisa diam tanpa bisa melakukan apa-apa. Mereka bingung harus bersikap bagaimana. Apalagi kejadiannya tepat di rumah sakit itu, tempat mereka bekerja. Jadi, lebih baik diam kan, daripada salah dalam bicara, itu yang mereka pikirkan.
Tidak ada yang tahu, dibalik kedua tangannya yang menutupi wajahnya, Ahra tersenyum menyeringai. Jika aku tak bisa milikimu, maka siapapun tidak boleh, batinnya licik.
Tubuhnya bergetar bukan karena menangis, tapi karena menahan tawa. Ia hampir tak bisa menahan untuk tidak tertawa. Apalagi saat ia mengintip dari celah jarinya, Nyonya Tiara sedang meraung sambil terduduk di lantai.
"Ah, aku sudah tak tahan," gumamnya.
Ahra perlahan berjalan melewati Nyonya Tiara dan segera pergi keluar. Saat diluar ia menyeringai puas, dan memilih pergi ke kamar mandi.
Nyonya Tika yang kebetulan berpapasan dengannya di lorong rumah sakit, langsung menatapnya heran dan merasa aneh.
"Apa tadi dia baru saja tersenyum?" heran Nyonya Tika dengan wajah bingungnya.
Setelah sampai di kamar mandi, Ahra langsung masuk ke bilik terakhir dan tiba-tiba saja ia langsung tertawa menyeramkan.
"Apa-apaan mereka itu! Mereka benar-benar membuatku tertawa. HAHAHA ...." Ahra tertawa dengan keras. "Hah ... itulah akibatnya jika berani macam-macam denganku. Kau lihat itu, bagaimana ayahmu mati." Ahra bergumam seolah sedang berbicara dengan orang lain.
Hah, sepertinya ini akan menarik. Aku akan menghancurkan mereka, setelah itu pergi. Untukmu ... tinggallah di sana sebentar lagi.
Setelah puas ia tertawa di dalam bilik, ia segera keluar dari sana dan memutuskan kembali ke tempat Nyonya Tika. Namun, saat ia di luar pintu kamar mandi, ia bertemu dengan seorang wanita yang tampak familiar menurutnya, Nyonya Tika.
Ahra tersenyum menantang, "Kau mendengarnya?"
Nyonya Tika langsung merasa ia berbeda dengan Ahra yang pernah ditemuinya. "Ahra? Kau baik-baik saja?" tanya Nyonya Tika khawatir.
Tentu ia bersikap begitu, karena tahu Ahra itu teman Mia.
"Kau mengenalku?" tanya Ahra memastikan.
"Tentu saja, kau kan temannya Mia," jawab Nyonya Tika.
Namun, setelah Ahra mendengar itu, ia malah tersenyum senang. "Kau mamahnya Mia?"
Nyonya Tika merasa pertanyaan itu aneh. Bukankah mereka pernah bertemu sebelumnya, meski bisa dihitung dengan jari, tapi tiga kali pertemuan dapat mengingat wajah seseorang kan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Kenza al_el
jahat bnr sih ih masa tuan dika metong 😭
2020-07-22
0
Ul
serem
2020-07-07
0
BUTIRAN DEBU
sebener y yg d dlm tubuh arha siapa thur
2020-07-02
0