Ayo Bermain

Cerita ini hanya fiktif belaka. Tempat, karakter, dan semua yang terjadi dalam cerita hanya imajinasi dari penulis. Penulis tidak bermaksud menjelekkan pihak manapun.

.

.

.

*Setelah Kejadian*

-Malam Hari-

Saat tengah malam, gadis itu duduk di depan cermin rias dengan cahaya remang dari lilin. Menyisir rambutnya perlahan sambil menyeringai pada bayangannya yang terpantul.

"Ayo, bermain," gumamnya entah pada siapa.

Ia tersenyum menyeringai. Matanya tetap tearah pada bayangan cermin di hadapannya seolah itu adalah orang lain. "Tangkap aku, jika kau bisa."

Ia kembali menyeringai dengan matanya yang sinis. Rambut panjangnya kembali ia sisir perlahan.

---

*Satu Hari Setelah Kejadian*

-Pagi Hari-

Pagi itu, Nyonya Tiara menyiapkan sarapan di meja makan. Meski memiliki pelayan di rumahnya, ia tetap merasa bertanggung jawab dalam hal itu.

Merasa ada yang kurang, ia mencari-cari sosok itu sekitaran dapur dan ruang makan.

"Mbok, Ahra mana? Kenapa belum ke sini?" tanyanya kemudian.

"Mungkin, masih di kamarnya, Nyonya," jawab Mbok Sumi.

"Kalau begitu, panggil dia, ya."

"Baik, Nyonya."

Mbok Sumi beranjak ke lantai atas menuju kamar Ahra. Ia segera mengetuk pintu kamar yang langsung menghadap ke arah anak tangga.

"Non," panggilnya dengan sedikit keras. "Non, Nyonya sudah menunggu di ruang makan," lanjutnya memberi tahu.

Lama tak ada respon, akhirnya pintu kamar terbuka. Ahra muncul di balik pintu, ia tersenyum.

"Non, ayo sarapan. Nyonya sudah menunggu."

Ahra semakin tersenyum. Entah kenapa ia melakukan itu, tapi sebelumnya ia tak pernah begitu.

"Ayo kita bermain," ajaknya melenceng yang membuat Mbok Sumi bingung.

"Main apa, Non?" tanyanya keheranan.

"Temukan aku."

Seketika aura di sekitaran mereka berdua berubah menjadi aneh.

Mbok Sumi berusaha tak menyadarinya. Ia selalu meyakinkan dirinya bahwa sosok yang di depannya memanglah Nona-nya. Tapi ....

"Non--" Saat ia menatap tepat di kedua mata Ahra. Tatapan itu, senyuman it-- bukan, bukan senyuman, dia menyeringai. Tingkah laku gadis di depannya itu, membuatnya tak yakin, bahwa sosok itu Ahra.

"Mbok, kenapa Ahra belum turun?" tanya seseorang dari arah belakang Mbok Sumi sambil menaiki tangga.

Kehadiran Nyonya Tiara mengubah suasana. Ahra kelihatan kesal dengan kehadirannya, sedangkan Mbok Sumi, pura-pura tak melihat itu dan berusaha baik-baik saja.

Mbok Sumi menoleh ke arah Nyonya Tiara. "Nona Ahra sebentar lagi akan ke sana, Nyonya."

Nyonya Tiara merasa ada sesuatu yang salah yang sedang terjadi. Tapi, seolah tak ingin memikirkan, ia mengabaikan hal itu.

"Kalau begitu, cepat turun."

Nyonya Tiara berbalik kembali menuju ruang makan. Mbok Sumi kembali menatap Ahra.

"Non, ayo turun," ajak Mbok Sumi berusaha bersikap seperti biasa.

Mbok Sumi berbalik menyusul Nyonya Tiara, ia pura-pura seolah tak terjadi apa-apa. Perlahan, ia mendengar langkah seseorang mengikutinya dari belakang.

---

-Malam Hari-

Guk! Guk! Guk!

Gonggongan anjing terus saja terdengar malam itu. Suasana yang sepi membuatnya terdengar jelas sampai ke beberapa rumah.

Ahra mengintip dari balik tirai yang terbuka. Ia tersenyum menyeringai saat tahu anjing itu terlihat menggonggong ke arahnya.

"Sepertinya, kau ingin bermain denganku," gumamnya sambil menatap anjing itu di balik jendela.

Ia berbalik menuju pintu kamarnya. Tanpa takut ketahuan, ia keluar dari kamarnya, menyusuri rumah yang kini gelap tanpa cahaya. Nyonya sudah tidur di kamarnya, ia tidak tahu jika putri satu-satunya keluar malam-malam dengan tenangnya.

Gonggongan anjing itu semakin keras saat Ahra sudah ada di tempatnya. Kalung rantai yang mengikat leher anjing itu membuat ia tercekik saat akan menghampiri Ahra.

"Kau ... terlalu berisik, anjing."

Guk! Guk! Guk!

"Baiklah, aku akan membuatmu tenang."

Ahra perlahan mendekat lalu berjongkok tepat di hadapan anjing itu. Tanpa takut tergigit, tangannya menjulur mencekik anjing itu. Anjing itu menggeliat menimbulkan suara yang berisik sambil menendang-nendang kakinya sembarang. Ahra terus saja mencengkeram leher anjing itu semakin kencang. Tak lama, anjing itu berhenti bergerak, dan seringai menakutkan muncul di wajah Ahra.

"Selamat tinggal."

Ahra tersenyum menyeringai. Dia menyeret jasad anjing itu keluar gerbang. Lalu melemparnya ke tempat sampah.

---

*Dua Hari Setelah Kejadian*

-Siang Hari-

Siang itu, cuaca sangat panas. Meski berdiam diri rumah, hawanya tetap terasa. AC, dan pendingin ruangan lainnya dinyalakan bersamaan agar tak kepanasan. Begitu juga Nyonya Tiara, yang menyuruh Mbok Sumi menyalakan semua AC untuk mendinginkan rumah. Tak peduli dengan biaya listrik yang mahal.

"Mbok, jangan lupa buang sampah."

"Baik, Nyonya."

Memang hanya ada Mbok Sumi seorang yang masih bekerja di rumah itu. Saat yang lain sedang pulang kampung, ia tetap setia di rumah itu untuk melayani Nyonya Tiara. Ya, itu karena kampung halamannya memang di situ.

Mbok Sumi beranjak ke depan gerbang sambil membawa kresek sampah di kedua tangannya.

"Ada apa, ya, Bu? Kok pada rame?" tanya Mbok Sumi pada orang yang tak jauh di dekatnya.

Ia heran, tumben sekali ibu-ibu komplek berkumpul.

"Ooh, itu, anjingnya mati."

"Kok bisa?"

"Nggak tahu juga saya."

Mbok Sumi memperhatikan orang-orang yang berkumpul di sekitaran rumah di sebelah Nyonya Tiara.

"Aneh ya, anjing mati saja pada rame."

"Ya, kan, itu anjing suka ngasih tahu orang-orang kalau ada apa-apa."

"Hhm, iya juga sih."

"Bu, saya masuk dulu."

Mbok Sumi pamit masuk ke dalam setelah ia membuang kresek sampah di tempatnya.

"Mbok, di depan pada rame, ya?" tanya Nyonya Tiara penasaran.

Ia menjadi penasaran, apa yang membuat orang-orang rela panas-panasan di luar daripada berteduh di dalam rumah.

"Iya, Nyonya."

"Ada apa memang? Kok pada ngumpul di rumah sebelah?"

"Katanya anjing tetangga sebelah mati, Nyonya."

"Kok bisa?"

"Saya kurang tahu, Nyonya."

Tak terlalu memikirkan, Nyonya Tiara kembali membaca majalah di tangannya.

---

-Siang Hari-Taman Komplek-

"Satu ... dua ... tiga ... kau kalah!" teriaknya pada anak perempuan kecil di hadapannya.

"Kak ... sakit ...." lirih anak itu.

"Karena kau kalah, kau harus menerima hukumannya."

"Tapi, Kak ...."

"Ssstt, anak baik tak boleh mengeluh."

Ahra tersenyum manis, seolah apa yang dilakukannya sesuatu yang biasa. Ia kembali melanjutkan goresan di tangan anak itu dengan silet yang dipegangnya. Ia tak peduli meski darah di tangan anak perempuan kecil itu terus saja keluar.

"Sekarang, ayo main lagi."

"Tidak, Kak. Tanganku sakit."

"Kau berani menolaknya? Ingat, kau harus tetap main sampai kau mati sekalipun."

Ahra menarik tangan anak perempuan kecil itu agar tak kabur. Mencengkeramnya kuat tak peduli, kini tangannya terkena darah anak perempuan kecil itu.

"Tidak, Kak, aku tidak mau."

"Berisik!"

Sekali tebasan ia arahkan pada leher anak perempuan kecil itu. Darah segar mengalir mengotori rerumputan taman. Ahra menyeringai melihat anak perempuan kecil itu tergeletak tak lagi bergerak.

Ia berbalik meninggalkannya. Lagipula tak ada yang akan mencarinya, anak perempuan kecil itu hanya seorang pengemis yang tak sengaja Ahra temui di taman. Ah, anak perempuan kecil itu yang menghampirinya duluan, meminta uang untuk membeli sesuap nasi.

Ahra menghentikan langkahnya. Rumah yang ia masuki kemarin, kini ramai dengan orang-orang yang berkumpul. Kembali menyeringai karena mengingat sesuatu. Tak lama, Ahra memilih masuk ke rumahnya.

-Sore Hari-

Sorenya, cuaca tak sepanas tadi siang. Nyonya Tiara mengajak Ahra berjalan-jalan ke Mall untuk menghilangkan bosan. Tapi, baru pertama kalinya Ahra menolak ajakan Nyonya.

"Tumben kau menolaknya, biasanya kau semangat."

Ahra hanya tersenyum.

"Kalau begitu, kau ingin apa?"

Ahra kembali tersenyum. "Ayo, bermain."

"Main? Main apa?"

"Tangkap aku."

"Hm? Maksudmu petak umpet?"

Ahra menggeleng. "Bukan, tangkap aku."

Ahra kembali berucap begitu. Jelas Nyonya tak mengerti apa yang dimaksud Ahra.

"Maksudmu apa?"

Saat Ahra akan menjelaskan permainan yang ia maksud, Mbok Sumi tiba-tiba datang dengan ketiga es krim cup di tangannya.

"Ayo, kita makan es krim," ajak Mbok Sumi sambil meletakan dua es krim lainnya di atas meja lalu duduk di sebelah Nyonya Tiara.

"Woah, es krim. Ahra, bukankah kau suka?"

Nyonya Tiara langsung mengambil eskrim itu dan segera menyantapnya. Sedangkan Ahra tersenyum paksa. Ia kesal karena tak jadi bermain.

Ahra tak mengambil es krim itu di meja. Ia malah menatap tajam Mbok Sumi. Menurutnya wanita paruh baya itu pengganggu.

.

.

.

Terima kasih sudah membaca

Jangan lupa tinggalkan jejak

Rate, like, coment, vote, and tap love

Sampai jumpa!

Terpopuler

Comments

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

ide ceritanya bagus

2021-03-09

0

Rain

Rain

Dasar Ahra 😑😑

2021-02-03

0

Dani

Dani

Waduh, hantu

2021-02-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!