Terbongkar 'Kah

Cerita ini hanya fiktif belaka. Tempat, karakter, dan semua yang terjadi dalam cerita hanya imajinasi penulis. Penulis tidak bermaksud menjelekkan pihak manapun.

.

.

.

*Tiga Hari Setelah Kejadian*

-Pagi Hari-

Hanya Mbok Sumi yang merasa pernyataan Ahra itu ada yang salah.

"Ahra," panggil Nyonya Tiara dari arah Ruang Makan. "Ada Mia berkunjung ke sini."

Ahra tak berekspresi senang atau apa pun itu. Ia hanya fokus melihat ke arah Tuan Dika tanpa terusik. Mbok Sumi hanya bisa diam tanpa berani bicara.

"Ahra, temanmu datang," seru Tuan Dika.

"Hah? Siapa?"

"Kamu melamun?" Tuan keheranan. "Sana, temui temanmu."

Seolah tersadar, ia langsung beranjak pergi menemui temannya.

"Mbok," tegur Tuan Dika.

Tuan Dika merasa ada yang aneh dengan Bi Sumi. Wanita itu jadi banyak diam daripada sebelumnya.

"Ah, iya, Tuan?" tanya Bi Sumi terkejut.

"Bibi tidak apa-apa?" tanya Tuan Dika memastikan.

"Saya baik-baik saja, Tuan," ucapnya. "Saya permisi dulu," pamitnya lalu beranjak pergi.

Tuan Dika hanya menggangguk. Tak ingin memikirkan lebih, ia langsung pergi dari sana.

 

"Ooh, itu Ahra sudah datang," ujar Nyonya Tiara pada gadis di depannya yang sedang duduk di kursi makan.

Senyuman gadis itu langsung pudar. Ia menatap Ahra yang berjalan menghampiri mereka tidak biasa.

"Hai," sapa Ahra lebih dulu, terdengar canggung.

Gadis itu-Mia-tak merespon. Ia hanya diam melongo, seolah terkejut akan sesuatu.

"Mia?" tegur Nyonya Tiara hati-hati.

"Kau ... siapa?" tanya Mia tanpa sadar.

Bukan hanya Ahra yang terkejut, Nyonya Tiara bahkan menunjukan ekspresi heran. Apa maksudnya? Kenapa bertanya begitu? Bahkan Mia sendiri pun merasa heran. Ia langsung memasang wajah mengejek.

"Kau jadi gemuk, monster apa yang merasukimu?" ujar Mia bercanda, tak lama ia tertawa mengejek.

Nyonya Tiara langsung tertawa. Entah kenapa ia merasa lega akan sesuatu. Bahkan Ahra sampai menghela nafas.

"Aish, ada-ada saja kamu, Mia," seru Nyonya Tiara sambil geleng-geleng.

"Haha, emang apa yang kalian pikirkan? Ahra memang jadi gemuk."

Ahra menghampiri Mia dan duduk di sebelahnya.

"Bukannya bagus dia jadi gemuk," timpal Nyonya Tiara.

"Tidak, Tante, nanti lelaki yang ia sukai malah kabur."

"Benarkah?" tanya Ahra memastikan dengan wajah takut.

"Iya, tentu saja."

"Apa aku harus diet?"

"Hei, tidak usah diet!" larang Nyonya Tiara.

"Haha."

Mia terbahak sampai matanya menyipit. Dalam tawanya, Mia khawatir akan sesuatu. Ia menatap dalam kedua mata Ahra.

'Aku serius, tadi Ahra seperti bukan dia,' batin Mia.

 

Sore hari, di taman komplek, orang-orang mengerubuni polisi yang sedang melakukan penyelidikan. Di taman itu, ditemukan jasad anak kecil yang diperkirakan berusia 12 tahun, meninggal akibat luka sayatan di seluruh tubuh, terutama di bagian lengan. Anak kecil itu bukan anak dari warga sekitar, ia hanya seorang pengamen yang sering berkeliaran di sekitaran komplek.

Tak ada yang tahu apa yang terjadi. Diduga ada pembunuh yang memasuki wilayah komplek. Polisi masih menyelidiki kasus ini. Dicurigai ini ada hubungannya dengan dibunuhnya anjing salah satu warga komplek. Polisi khawatir, akan ada korban lagi. Terutama saat ada warga yang melapor, bahwa putrinya menghilang. Anak pemilik anjing yang dibunuh.

"Ini sangat mengerikan, bagaimana bisa dia melakukan semua itu?" ujar Nyonya Tiara yang berada di antara kerumunan warga.

"Hei, apakah anak yang hilang itu akan bernasib sama?" tanya orang disebelahnya khawatir.

"Aku tidak tahu, tapi berharap itu tak terjadi," harap Nyonya Tiara.

"Ahra, menurutmu siapa pembunuhnya?" tanya Mia tiba-tiba.

"Aku tidak tahu," jawab Ahra seperlunya. "Kenapa kau bertanya begitu padaku?"

"Aku hanya bertanya begitu padamu. Tidak boleh?"

Baik Ahra maupun Mia, mereka berdua tidak percaya satu sama lain. Ahra tak percaya karena ia seolah tak mengenal Mia, dan Mia yang merasa asing pada sosok Ahra yang berdiri di sebelahnya. Padahal mereka berteman sejak kecil. Lalu, kenapa malah ragu?

 

Nyonya Tiara, Ahra, dan Mia memutuskan pergi dari sana. Dari awal mereka berencana jalan bersama, namun karena ada kerumunan orang yang menarik perhatian Nyonya Tiara, mereka menghampiri kerumunan itu.

"Tante, menurut Tante, pembunuh itu masih ada di sekitaran komplek?" tanya Mia meminta pendapat.

"Tante juga tidak tahu," jawab Nyonya Tiara. Ia menghela nafas dalam. "Tapi, Tante harap dia segera ditangkap," harapnya kemudian.

"Hhm."

Ahra tak berniat menanggapi percakapan mereka. Ia sibuk dengan pikirannya sendiri. Mereka berhenti di toko buku pinggir jalan, dan segera masuk ke sana melihat-lihat isi toko.

Seorang wanita tua -kasir- menghampiri Mia yang berdiri di depan rak yang tak jauh dari wanita tua itu.

"Dia saudarimu?" seru orang di sampingnya bertanya.

Mia menoleh, dan sedikit terkejut dengan kehadiran wanita tua itu. "Siapa?" Ia melihat ke arah yang ditunjuk wanita tua itu. "Ahra?" tanyanya memastikan. "Bukan, dia teman saya," jelasnya setelah tahu siapa yang dimaksud.

"Nenek pikir, dia saudarimu." Wanita tua itu berucap dengan nada misterius, seolah ada maksud tertentu dari perkataannya.

Mia hanya tersenyum menanggapi.

"Hati-hati lah, Nak," ucap Nenek itu tiba-tiba.

"Maksud Nenek?" Mia tak mengerti apa maksud yang dibicarakan oleh Nenek itu.

"Lihat gadis itu di antara kedua kaki," lanjutnya yang semakin membuat Mia bingung.

Nenek itu malah beranjak pergi kembali ke tempatnya semula, duduk di kasir. Saat Mia menoleh ke arah tempat di mana Ahra berdiri tadi, ternyata Ahra sedang melihat ke arahnya. Entah kenapa, Mia merasa ada yang aneh.

Sejak pulang dari toko buku, Ahra diam tak membuka suara. Ia lebih sibuk dengan pikirannya sendiri. Bahkan, saat Mia mengatakan akan sering ke rumah untuk mengunjunginya, tak ada respon sedikitpun dari Ahra.

-Malam Hari-

Malamnya, Ahra terdiam cukup lama di kursi rias. Keringat dingin membasahi keningnya. Tatapannya tajam, ia menggigit bibirnya keras. Tak peduli, darah perlahan keluar dari sana.

Ia memandang ke luar jendela, nafasnya memburu. Hujan mulai turun dengan deras disertai petir. Saat ia menoleh dan melihat pantulan dirinya di cermin, bayangannya seolah menyeringai senang.

"Apa yang kau lihat?" geramnya. "Ini semua salahmu!" teriaknya sambil melemparkan botol parfume ke arah cermin.

PRANG

Pecahan kaca berserakan ke mana-mana. Ia tak peduli meski kulit wajahnya tergores. Seolah tak merasakan perih, ia membiarkan itu.

"Ahra, ada apa?"

Seruan dari arah luar kamar menyadarkan nya. Ia berusaha bersikap tenang, beranjak ke arah pintu lalu membukanya.

"Ahra, kau baik-baik saja 'kan?" tanya Nyonya Tiara khawatir.

"Aku tidak apa-apa," jawabnya tenang.

"Ahra, kau yakin?" Tuan Dika menelisik keadaan anaknya. "Wajahmu ...."

Ahra langsung menyentuh wajahnya. "Eu, ini ...."

"Kenapa dengan wajahmu, Ahra?" Nyonya Tiara tersentak, saat Ahra menepis tangannya karena ia berusaha melihat wajah anaknya.

"Tidak apa-apa."

"Tidak apa-apa bagaimana?"

"Kalian tak perlu khawatir, tak ada yang terjadi di sini."

Ahra langsung menutup pintu kamarnya. Ia tak peduli meski ketukan dari luar kamarnya terus berlanjut. Ia berdiri membelakangi pintu.

"Ahra, buka pintunya!"

"Ahra!"

Tuan Dika dan Nyonya Tiara terus saja menggedor pintu tanpa henti.

"Baiklah, kami beri waktu untuk kamu menenangkan diri," seru Tuan Dika kemudian, seolah pasrah. "Beristirahatlah." Tak ada seruan lagi dari luar.

Ia menghela nafas sekejap. "Aku akan segera melenyapkannya," gumamnya.

.

.

.

Terima kasih sudah membaca

Jangan lupa tinggalkan jejak

Rate, like, coment, vote, and tap love

Sampai jumpa!

Terpopuler

Comments

Rika Rostika

Rika Rostika

semangat author, lanjut...

2021-01-15

0

✨Princess Of Light✨

✨Princess Of Light✨

Hih serem!

Semangat Thor! Salam dari tiga hantu ganteng 👻 alias Three handsome ghosts

2020-07-29

0

intan

intan

lanjuttt

2020-07-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!