Cerita ini hanya fiktif belaka. Tempat, karakter, dan semua yang terjadi dalam cerita hanya imajinasi penulis. Penulis tidak bermaksud menjelekkan pihak manapun.
.
.
.
-Tujuh Hari Setelah Kejadian-
Siang Hari
Mereka tiba di rumah sakit. Mia dan Tuan Dika menunggu di luar ruangan sesuai arahan dokter. Tak lama seorang dokter menghampiri mereka.
"Apa kalian keluarganya?" tanya dokter itu.
"Aku ...." Mia tampak kebingungan harus menjawab apa.
"Kalian harus melakukan registrasi dulu," jelas dokter itu.
"Gadis ini adalah cucunya," ujar Tuan Dika yang membuat Mia terkejut.
"Hah?" Aku bukan cucunya, kenal saja tidak!
"Kalau begitu, silakan registrasi dulu," pinta dokter itu sambil berlalu.
Tapi, jika aku bilang aku bukan keluarga nenek itu, mungkin dia tidak bisa dirawat di sini. Dan ... mereka akan curiga padaku.
"Baik."
Mia menuju tempat registrasi. Entah kenapa ia melakukan itu, menolong wanita asing bagi nya. Sedangkan Tuan Dika, duduk di kursi tunggu.
"Siapa nama pasien?" tanya staf itu.
"Aku ... tidak tahu," jawab Mia jujur. "Maksudku, aku lupa namanya." Mia langsung meralat perkataannya saat melihat ekspresi mereka.
"Kalau begitu, nona bisa menghubungi keluarga lainnya," usul staf yang satu nya.
"Tulis saja, 'nenek Mia'. Namaku Mia."
"Tapi ...."
Mereka menatap bingung ke arah Mia. Yang jadi pasien, wanita tua di dalam kan, bukan gadis ini, batin mereka.
"Baterai ponselku habis, aku tak hapal nomor keluargaku, dan paman itu bukan keluargaku," jelas Mia mencari alasan.
"Tapi--"
"Pakai ini! Bayar biaya rumah sakit nenek dengan ini." Mia mengeluarkan kartu kredit dalam dompetnya. Ia sedikit kesal dengan mereka.
Meski sedikit ragu, mereka akhirnya menyetujui. Mia langsung mengisi daftat registrasi yang diberikan mereka.
Akhirnya operasi bisa dilakukan setelah menunggu cukup lama. Pihak rumah sakit harus memeriksa dulu golongan darah wanita tua itu dan tes alergi, karena Mia tidak tahu sama sekali.
"Nenekmu sedang operasi di dalam?" tanya Tuan Dika yang baru dari kantin rumah sakit. Ia membawa kantong kresek berisi makanan dan se-cup teh hangat.
"Iya, paman," jawab Mia.
Tuan Dika memberikan itu pada Mia, lalu duduk di sebelahnya. "Terima kasih." Mia langsung meminum teh pemberian Tuan Dika dengan perlahan.
"Dokter bilang, kepalanya bocor dan banyak sayatan di tubuh. Mereka curiga nenekmu korban perampokan," ungkap Mia.
"Kau sudah menghubungi polisi?"
"Sepertinya itu percuma," gumam Mia. Ia menatap kosong lantai rumah sakit. Kurasa, pelakunya memang dia ... batin Mia yakin.
"Maksudmu?" tanyanya kebingungan.
"Nenek itu memberitahuku sesuatu yang aneh," ucap Mia sambil menatap Tuan Dika.
"Aneh?" Tuan Dika terlihat bingung dengan perkataan Mia.
"Dia bilang--"
"Mia?"
Belum sempat Mia menjelaskan pada Tuan Dika, seruan seorang wanita dari arah sebelahnya.
"Mamah?" Mia langsung berdiri terkejut. Ia memandang mamahnya takut--takut. Takut kalau pihak rumah sakit sudah menghubungi anggota keluarganya.
"Sedang apa kamu di sini?" tanya wanita itu menghampiri Mia dengan wajah keheranan.
"A--aku ...."
"Selamat malam, Nyonya Tika," sapa Tuan Dika sambil bangun dari duduknya.
"Anda ...?" Nyonya Tika mencoba mengingat-ingat siapa pria di hadapannya.
"Paman Dika ayahnya Ahra, mamah lupa?" Ucapan Mia terdengar seperti mengejek.
"Ooh ... maaf, saya tidak pandai mengingat orang," ucap Nyonya Tika sambil menatap ke arah Tuan Dika, Tuan Dika hanya tersenyum menanggapi.
"Pantas saja selalu lupa padaku," gumam Mia mengeluh.
Tanpa disadari Mia, Nyonya Tika mendengar itu, termasuk Tuan Dika yang berdiri di sampingnya.
"Hm? Kau bilang apa, Mia?" Nyonya Tika mencoba memastikan jika yang didengarnya itu salah.
"Tidak, aku tidak bilang apa-apa." Mia terdiam dalam lamunannya.
"Jadi, ada apa? Kenapa kamu di sini?" tanya Nyonya Tika sekali lagi.
"Siapa yang menghubungi mamah?" tanya Mia sedikit khawatir.
Bukannya menjawab, Mia malah menimpali Nyonya Tika dengan pertanyaan lain.
"Apa maksudmu? Mamah ke sini karena ada perlu. Karyawan mamah mengalami kecelakaan, mamah tidak mau dia menuntut mamah apalagi perusahaan untuk meminta rugi," jelasnya yang membuat Mia tak habis pikir, tapi ia sedikit lega karena mamahnya tidak tahu apa yang dilakukan Mia sebenarnya.
"Ooh, kupikir--"
"Jawab pertanyaan mamah, Mia," tuntut Nyonya Tika mulai geram.
Mia hanya diam. Ia bingung mau mengatakan apa pada mamahnya, ia merasa serba salah. Tuan Dika menatap Mia penuh selidik, ia merasa ada yang aneh dengan Mia.
"Nona Mia, operasinya berhasil. Kita tunggu saja perkembangannya, berdoa saja semoga bisa melewati masa kritis," ujar dokter itu yang kini berdiri di sebelah Mia dan berhasil membuat Mia menjadi gelisah.
Mia menoleh ke dokter itu. Mia lega mendengarnya, wajahnya nampak senang. "Baik dok, terima kasih."
"Saya permisi," pamit dokter itu sambil berlalu.
"Operasi? Siapa yang dioperasi?" tanyanya dengan kening berkerut.
Mia terlihat semakin gelisah. "Temanku, dia temanku," jawab Mia gelagapan.
DRRRTT ... DRRRTT ....
"Ais," decak Nyonya Tika setelah melihat siapa nama pengguna yang meneleponnya. "Mamah pergi dulu, kita bicarakan ini di rumah." Nyonya Tika langsung pergi melewati Mia, dan tanpa pamit pada Tuan Dika yang sebenarnya tidak terlalu peduli.
"Memang sejak kapan mamah ada di rumah," sebal Mia sambil terus menatap punggung Nyonya Tika yang semakin menjauh.
Mereka berdua duduk kembali. "Mia, sebenarnya siapa wanita itu? Dia bukan nenekmu?" tanyanya memastikan.
"Dia pemilik toko buku itu. Waktu itu, saat kami jalan-jalan kami mampir ke toko buku. Dia yang memberitahuku hal yang aneh." Mia menghela napas sejenak. "Dia bilang, Ahra tidak ada di alam ini," lanjutnya.
"Apa maksudmu?"
"Wanita itu, aku melihatnya. Dia yang menyeret Ahra ke alamnya dan mengambil alih tubuhnya." jelasnya. "Paman, percaya padaku, kan?" Mia sedikit khawatir kalau ia akan dianggap pembohong.
"Ini sulit dipercaya, jadi dia benar-benar bukan Ahra," gumamnya tak percaya.
"Paman juga melihatnya? Di antara kedua kaki?" Jadi itu sebabnya paman menyebut 'setan' pada Ahra, batinnya.
"Dia yang menunjukkannya," jawab Tuan Dika.
"Menunjukan?"
"Dia bilang, dia akan membunuh Ahra jika aku pergi." Tuan Dika langsung emosi kala mengingat kejadian itu.
"Dan dia benci jika aku ikut campur," timpal Mia.
Mereka berdua saling menatap. Mereka sama-sama khawatir dan takut. "Paman, nenek itu tahu caranya. Dia tahu cara membawa Ahra kembali," ungkap Mia.
"Bagaimana?"
"Minggu depan, saat bulan purnama," jelas Mia. "Tapi, sebelum itu kita harus memakaikan gelang ini padanya." Mia menunjukan gelang pemberian nenek itu pada Tuan Dika.
Tuan Dika menatap Mia sedikit ragu. Ia tak bisa percaya semua itu dengan mudah. Tapi, apa yang ia lihat saat itu, membuatnya mau tak mau harus percaya.
.
.
.
*Te**rima kasih sudah membaca
Jangan lupa tinggalkan jejak
Rate, like, coment, vote, and tap love
Sampai jumpa*!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Rika Rostika
mudah"n nenek it bsa d selamatkn
2021-01-15
0
¥¥ Devdan ¥¥
👍👍👍
2020-06-29
0
.
next
2020-06-26
0