Cerita ini hanya fiktif belaka. Tempat, karakter, dan semua yang terjadi dalam cerita hanya imajinasi dari penulis. Penulis tidak bermaksud menjelekkan pihak manapun.
.
.
.
*Dua Hari Setelah Kejadian*
-Malam Hari-
Malamnya, Tuan Dika pulang. Ia baru selesai dari Meeting di luar kota. Ia membawakan oleh-oleh untuk istri dan anaknya, sebagai tanda maaf karena telat pulang.
"Nyonya, Tuan sudah pulang," ujar Mbok Sumi sambio menghampiri Nyonya Tiara di Ruang Keluarga.
Nyonya Tiara langsung menoleh, tersenyum senang saat melihat suaminya ada di hadapannya.
"Mas, sudah pulang?"
Nyonya Tiara langsung menghampiri Tuan Dika. Ia sangat merindukan suaminya itu. Mbok Sumi sedikit berjaga jarak dari mereka. Tentu, itu tidak sopan, kan.
"Hhm," gumamnya lalu memeluk Nyonya Tiara erat. "Aku merindukanmu."
"Aku dan Ahra juga merindukanmu," ungkapnya sambil membalas pelukan Nyonya Tiara.
"Ahra pasti senang," ujar Nyonya Tiara masih dalam pelukan suaminya. "Mbok, panggil Ahra, ya," titahnya sambil melihat ke arah Mbok Sumi, masih memeluk suaminya.
"Baik, Nyonya."
Mbok Sumi segera beranjak pergi ke lantai atas, kamarnya Ahra.
Tok ... tok ... tok ...
"Non, Nona Ahra," panggil Mbok Sumi sambil terus mengetuk pintu kamar Ahra. "Non, Tuan Dika sudah pulang."
Tak lama, pintu terbuka perlahan. Ahra tak membuka pintu kamarnya lebar, tak seperti dirinya yang Mbok Sumi tahu. Terlebih Ahra menampilkan wajah datar, pucat, dan dingin pada Mbok Sumi, bukan wajah ceria seperti biasanya.
"Ada apa?"
"Tuan sudah pulang, Non."
"Ooh."
Mbok Sumi merasa heran pada Nonanya, seharusnya Ahra bahagia, 'kan, tapi kenapa ia menunjukkan ekspresi acuh.
"Non, wajah Non, baik-baik saja?" tanya Mbok Sumi khawatir setelah ia sadar ada sesuatu yang salah di wajah Nonanya.
Ahra mengerutkan kening, ia tak mengerti apa yang dimaksud wanita paruh baya di depannya.
"Ada noda darah di kening, Non," jelasnya kemudian sambil menunjuk ke arah kening Ahra.
Ahra langsung meraba keningnya. Sadar akan sesuatu, ada cairan kental yang masih terasa hangat saat jarinya menyentuh kening.
"Ooh, mungkin ini darah orang itu," ujarnya dengan wajah datar.
"Orang itu?"
Mbok Sumi tak mengerti apa yang dikatakan Nonanya. Terlebih, Ahra malah menyeringai. Dibalik sela jarinya, ia menatap Bi Sumi tajam.
"Kau tahu, anak kecil pemilik anjing dari rumah sebelah? Aku baru --"
"Ahra," panggil seseorang dari arah anak tangga.
Perkataan Ahra terpotong dengan suara seseorang. Ia melihat ke sumber suara, dan saat itu juga dunianya seakan berhenti.
"Ahra, apa kau tidak merindukan Ayah? Kenapa tidak segera menyambut Ayah?" seru Tuan Dika, lelaki yang membuat Ahra terdiam kini.
"Sepertinya Ahra terlalu senang, dia sampai kaget begitu," timpal Nyonya Tiara yang berdiri di sebelah Tuan Dika.
Ahra masih terdiam di tempat. Tuan Dika tersenyum, sambil menghampiri Ahra lalu memeluknya.
"Ayah merindukanmu," ungkapnya lalu mencium kepala Ahra.
Ahra balas memeluknya kemudian dengan perasaan gugup. "Aku mencintaimu," gumamnya terdengar aneh.
Hanya Mbok Sumi yang menyadari itu. Tuan Dika dan Nyonya Tiara justru tersenyum bahagia.
Mbok Sumi berusaha bersikap baik-baik saja, meski dari awal ia sudah tahu, Nonanya Ahra itu seseorang yang lain. Bahkan Tuan dan Nyonyanya tak menyadari noda darah di kening putrinya.
"Baiklah, bagaimana jika kita makan di luar?" usul Nyonya Tiara menghampiri mereka.
"Ide yang bagus," seru Tuan Dika yang sudah melepaskan pelukan mereka, meski Ahra masih bertahan memeluknya.
"Ahra, lepaskan pelukanmu. Kau sangat merindukannya, ya?"
Tuan Dika langsung tertawa, lalu mengelus rambut Ahra sayang. Sedangkan, Ahra malah menatap tajam Nyonya Tiara yang tak menyadarinya. Lagi-lagi, hanya Mbok Sumi yang sadar akan hal itu.
---
Mbok Sumi pamit pulang lebih dulu. Ia merasa senang karena Tuan dan Nyonyanya seperti menganggap ia keluarga, meski hanya sebagai seorang pelayan.
Nyonya Tiara bersikap begitu, karena ia ingat dengan mendiang Ibunya. Ia hanya tak mau terlalu menganggap Mbok Sumi seorang pelayan.
Nyonya Tiara masuk ke kamarnya. Melihat suaminya sedang berganti pakaian. Ia mendekat perlahan, lalu memeluk Tuan Dika dari belakang.
"Aku merindukanmu," ujarnya sambil membenamkan wajah di punggung suaminya.
Tuan Dika tersenyum, ia berbalik lalu mengangkat wajah Nyonya Tiara.
"Aku juga," balasnya tulus.
Tuan Dika menatap Nyonya Tiara, lalu mengecup keningnya. "Aku sangat merindukanmu."
Nyonya Tiara tersenyum bahagia. "Aku mencintaimu," bisiknya sambil mendekat ke arah Tuan Dika lalu mencium bibirnya perlahan.
Mereka tak sadar, jika dibalik celah pintu kamar mereka, seseorang mengintip dengan matanya yang tajam. Ia kesal melihat adegan itu.
"Aku akan membunuhnya," ujarnya lalu beranjak dari sana.
---
*Tiga Hari Setelah Kejadian*
-Pagi Hari-
Pagi itu, setelah semua selesai sarapan. Nyonya Tiara membereskan meja makan membantu Mbok Sumi.
"Nyonya, boleh saya mengatakan sesuatu?" tanya Bi Sumi gusar.
"Mengatakan apa? Kenapa harus bertanya dulu?"
Nyonya Tiara tentu merasa heran dengan sikap Mbok Sumi yang bersikap tidak biasanya.
"Ini ... menyangkut Nona Ahra," ujarnya dengan wajah yang perlahan memucat.
Dia ragu untuk mengatakan apa yang ada dalam pikirannya, sekaligus khawatir dengan reaksi Nyonya Tiara.
"Ahra? Kenapa dengannya?"
"Nyonya, apa Anda tidak merasa aneh dengan Nona?"
"Aneh? Aneh bagaimana?"
"Saya curiga kalau Nona Ahra--"
"Mah, mau Ahra bantu?"
Mbok Sumi tak melanjutkan perkataannya, wajahnya langsung pucat pasi.
"Aah-- iya, tentu saja. Simpan ini di tempat pencucian piring," pinta Nyonya Tiara sambil menyerahkan tumpukan piring yang kotor.
"Baik, Mah."
Ahra tersenyum manis dengan matanya yang menyipit. Ia beranjak dari sana sambil membawa tumpukan piring yang kotor di tangannya.
"Nyonya, saya ...."
Mbok Sumi tak jadi melanjutkan perkataannya, ia gemetar dengan tatapan Ahra yang tajam menusuk itu saat ia tak sengaja melirik pada sosok Ahra di sana.
"Kenapa, Mbok?"
"Saya izin ke belakang sebentar," pamit Mbok Sumi bohong.
Ia segera beranjak dari sana, menghindari tatapan Anda yang menusuk.
"Apa yang dimaksud Mbok Sumi?" gumam Nyonya Tiara tak mengerti.
Mbok Sumi setengah berlari menuju kamar mandi, ia tergesa-gesa dengan tubuh yang gemetar. Ia benar-benar takut sekarang.
Ia bersandar pada tembok samping kamar mandi, perlahan jatuh terduduk.
"Non Ahra?"
Ia terkejut karena sosok yang ia hindari kini ada di hadapannya. Pikirannya kalut, tidak tahu harus bagaimana.
"Apa yang kau coba katakan padanya?" tanyanya sarkas. "Memang, dia akan percaya padamu?" lanjutnya meremehkan.
Ahra berjongkok di hadapan Mbok Sumi. Ia memajukan wajahnya ke arah Mbok Sumi.
"Jangan ikut campur," bisiknya menakutkan, "atau, aku akan membunuh anakmu," lanjutnya dengan seringai di wajah.
"Ahra, apa yang sedang kalian lakukan?"
Seruan itu membuat keduanya sama-sama terkejut. Mbok Sumi yabg merasa sedikit lega, dan Ahra yang ketakutan.
"Ah, a--aku ...." Ahra gelagapan.
"Kami ... sedang bermain tebak kata," jawabnya bohong. "benar 'kan Mbok?"
"I--iya, kami sedang bermain tebak kata."
Mbok Sumi terpaksa berbohong, ia ketakutan dengan seringai dan tatapan tajam sosok di depannya.
"Hm? Coba tanya Ayah, Ayah hebat dalam menebak," ujar Tuan Dika percaya diri.
"Benarkah, Tuan?" tanya Ahra dengan mata berbinar senang dan senyum manis.
"Tuan? Hahaha ... kau lucu sekali, Ahra."
Tuan Dika tak mengerti maksud dari perkataan Ahra. Ia mengira anaknya itu sedang bercanda.
.
.
.
Terima kasih sudah membaca
Jangan lupa tinggalkan jejak
Rate, like, coment, vote, and tap love
Sampai jumpa!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
like
2021-03-09
0
Rain
Itu hantunya ngeselin
2021-02-04
0
Rika Rostika
mkin seruu
2021-01-15
0