Keluarga

*Tujuh Hari Setelah Kejadian*

-Sore Hari-

Mia masih menatap ke arah Tuan Dika yang menatapnya ragu. Ia berusaha meyakinkan Tuan Dika lewat matanya.

-DRRRTT ... DRRRTT ....-

Tak lama suara panggilan masuk terdengar. Mia mengambil ponselnya yang bergetar di dalam tas dan melihat siapa yang meneleponnya, 'Tante Tiara'.

"Tunggu sebentar, ya paman," ucap Mia meminta izin.

Mia langsung menerima panggilan masuk cepat-cepat setelah Tuan Dika mengiyakan. Mia segera menjauh dari Tuan Dika, takutnya itu adalah hal pribadi.

"Halo."

[Halo Mia, kamu di mana?]

"Aku ... sedang di jalan, tante"

[Ooh, sudah di daerah rumahmu kah?]

"Tidak juga."

[Kalau begitu, boleh tante minta tolong?]

"Tolong apa tante?"

[Saat kau sudah di rumah, beritahu mamahmu, dompetnya ketinggalan di sini]

"Dompet mamah?"

[Iya, tadi mamahmu ke sini menjenguk Ahra, tidak sengaja dompetnya ketinggalan]

'Kenapa ini? Tiba-tiba saja perasaanku jadi tidak enak,' batin Mia merasa gelisah.

[Mia? Kau masih di sana?]

"Ah, iya tante"

[Mia, tolong ya, beri tahu mamahmu]

"Baik, tante"

[Terima kasih, tante tutup teleponnya]

Mia menutup teleponnya. Pikirannya langsung ke mana-mana. Ia takut terjadi sesuatu pada mamahnya. Takut Ahra akan menyakiti mamahnya.

Ia perlahan berjalan menghampiri Tuan Dika lalu kembali duduk di sebelahnya.

"Kau ... baik-baik saja?" tanya Tuan Dika khawatir.

"Iya, paman," jawab Mia menutupi dengan tersenyum yang terlihat dipaksakan.

Tuan Dika tak bertanya lebih. Ia tahu pasti ada hal penting dan rahasia sampai Mia berani menutupi.

"Sudah sore, ayo pulang. Paman antar kamu sampai rumah," ajaknya sambil beranjak pergi.

"Tapi ...." Mia sedikit ragu dengan keputusan Tuan Dika. Hatinya seolah berkata, ia harus menemani nenek itu.

"Mia, kau masih di sini?"

Nyonya Tika berjalan menghampiri mereka. Ia tampak kesal akan sesuatu.

"Yah ... temanku belum sadar," jawab Mia.

"Kau akan menunggunya di sini?" tanyanya tak habis pikir. "Ayo pulang," ajak Nyonya Tika penuh penekanan.

"Iya, baik." Mia langsung diam tak bisa membalas.

"Tuan ... saya pamit dulu, maaf jika Mia merepotkanmu," ujar Nyonya Tika terdengar seperti ada maksud tertentu.

"Tidak, tidak sama sekali."

Nyonya Tika mencoba tersenyum ramah, lalu ia beranjak dari sana.

"Paman, aku pergi," pamit Mia lalu segera mengikuti mamahnya.

"Iya, hati-hati."

Mereka berdua langsung beranjak pergi. Tuan Dika merasa kalau mamahnya Mia, tipe orang yang egois.

"Tuan." Tuan Dika menoleh ke arah sumber suara.

Tuan Dika masih memandang ke arah punggung Mia yang semakin menjauh. Ia sepertinya terpaksa harus percaya pada Mia, sahabat Ahra.

"Tuan ...."

Ia menoleh ke sumber suara, dia dokter yang tadi. "Iya?"

"Maaf, di mana Nona Mia?" tanya perawat itu sopan. Sepertinya dokter ini yang menangani wanita itu, pikir Tuan Dika.

"Dia sudah pulang," jawabnya.

"Ooh, begitu. Saya hanya ingin memberi tahu, pasien sudah melewati masa kritisnya. Kita tunggu saja sampai beliau siuman," jelasnya.

"Baik, terima kasih," ucap Tuan Dika sambil menundukkan kepala sedikit.

"Saya permisi," pamit dokter itu.

-DRRRT ... DRRRT ... DRRRT-

Tuan Dika segera mengangkat telepon tanpa melihat nama penelepon.

"Halo"

[Mas, di mana?]

Jadi, Tiara yang meneleponku ....

"Sedang di jalan"

[Mas, bisa ke sini? Ahra merindukanmu]

"Aku sedang menuju kantor, ada rapat yang harus kuhadiri"

[Ooh, begitu ya. Kalau begitu, maaf sudah mengganggu]

"Maaf Tiara, aku berbohong padamu," ucap Tuan Dika sedikit ada rasa bersalah.

"Sekarang aku harus menginap di mana ...." Tuan Dika langsung membuka aplikasi sewa hotel untuk tempat menginapnya sementara. Tentunya ia tak harus memikirkan soal pakaian kan.

 ---

"Mah, tadi mamah jenguk Ahra di rumah sakit?" tanya Mia memastikan.

"Iya, sebelum mamah ke sini."

"Apa ... Ahra melakukan sesuatu?" Mia bertanya dengan hati-hati, agar mamahnya tidak curiga.

"Maksudmu?"

"Jika bisa, mamah jangan bertemu dengannya lagi."

"Kenapa? Kau itu aneh, Mia. Mamah cuek pada temanmu itu, kamu marah. Sekarang mamah sudah berbuat baik padanya, kamu malah melarang mamah. Mau kamu apa, Mia?" protesnya tak terima.

"Bukan itu maksudku, mah," sangkal Mia merasa bersalah.

"Sudahlah lupakan, mamah tidak mau membahasnya," tolak Nyonya Tika tegas.

Mia langsung diam menurut. Ia tak mau mamahnya marah atau merasa kesal padanya.

"Tante Tiara tadi meneleponku. Katanya dompet mamah ketinggalan," ucap Mia memberitahu.

Mereka berdua sudah berada di mobil dalam perjalan pulang ke rumah. Nyonya Tika fokus menyetir, ke arah depan jalanan.

"Ya, tadi mamah sudah diberitahu."

Hening ... memang tak akan ada percakapan apapun di antara mereka. Jika bukan karena perlu atau minta tolong, pasti mereka selalu diam. Sifat Nyonya Tika terlalu serius, bahkan berdampak pada keluarga.

"Papahmu nanti malam datang."

Nyonya Tika tetap fokus menyetir. Mia hanya diam tak menanggapi, ia lebih mwmilih menyalakan radio untuk menghilangkan kesunyian. Inilah alasan kenapa ia lebih suka dengan keluarga Ahra.

'Siapapun tak boleh ada yang merusak keluarga keduaku, paman, tante, dan Ahra. Tunggu aku, Ahra.'

 -Malam Hari-

Malamnya Mia bersiap untuk tidur. Ia kembali memikirkan apa yang dikatakan nenek itu padanya.

"Aku harusnya bertanya, kenapa harus pada saat bulan purnama? Memang ada apa dengan bulan purnama? Apa itu kelemahannya? Lalu apa gunanya gelang itu?" gumamnya pada diri sendiri.

Mia berpikir sambil tidur telentang dengan kedua tangan yang disilangkan sebagai bantalan. Ia terus saja berpikir dan menerka-nerka, "Apa alasan nenek itu menyuruhku menemuinya kembali saat bulan purnama? Terlebih kenapa nenek itu mau membantuku. Bisakah aku mempercayainya?"

Hah ... ini terlalu rumit untuk kupikirkan. Kenapa kejadian seperti ini harus terjadi? Terlebih, terjadi kepada Ahra. Sahabatku sendiri, sahabat yang sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri.

Aku merindukan pembicaraan yang tak masuk di akal itu. Ahra ....

Mia perlahan memejamkan matanya dan tak lama ia tertidur dan datang ke alam mimpi.

*Saat Mia membuka matanya, ia tiba-tiba saja ada di dalam hutan. Ia melihat sekelilingnya penuh dengan pohon pinus. Gelap, hanya cahaya lampu yang meneranginya.

Jantungnya berdebar kencang, keringat dingin mengalir dari pelipisnya. Mia takut, sangat takut. Ia memutuskan untuk berjalan ke depan.

Ia tak menemukan apapun atau siapapun di sana, kecuali banyaknya pohon pinus yang menjulang tinggi seolah mengelilinginya dan merasa seperti terintimidasi.

"Maaah," seru Mia dengan suara bergetar sambil terus berjalan ke depan, semakin memasuki hutan.

Mia tidak tahu kenapa dirinya malah berjalan semakin jauh ke dalam, padahal perasaannya tidak enak. Tak lama, ia mendengar seruan seseorang.

"Miaaa, tolong aku ...."

Suara itu ... Ahra?

Mia langsung mencari-cari di mana sumber suara itu. "Ahra, kau kah itu?" Mia terus saja mencari, melihat ke sekeliling dengan gelisah.

"Mia ...."

"Ahra ...." panggilnya sambil terus mencari.

Namun, tiba-tiba saja ia ingat sesuatu. Ahra berada di tempat yang berbeda dengannya. Ia langsung menutup mulutnya. "Ini ... ini tidak mungkin," lirih Mia hampir menangis.

"Mia ...."

"Mia ...."

Seruan itu terus saja terdengar olehnya. "Tidak! Kau bukan Ahra!" teriak Mia sambil menutup kedua telinganya.*

 

"Tidaaak!" Mia terbangun dari tidurnya.

Ia langsung beranjak duduk, sambil menyeka keringat di keningnya. Napasnya naik-turun, dadanya terasa sesak. Ia bersyukur, karena tadi itu hanya mimpi.

"Ahra ...." lirihnya. Air matanya perlahan keluar, ia sangat merindukan sahabatnya.

Untungnya orangtuanya tidak terbangun karena teriakan Mia. Ia memutuskan kembali tidur, saat melihat jam di atas nakas menunjukkan masih tengah malam. Meski sulit dilakukan, tapi ia memaksa dirinya untuk tidur, dalam tangis.

'Ahra, aku merindukanmu ....' gumamnya dalam hati sebelum kembali ke alam mimpi.

.

.

.

Terima kasih sudah membaca

Jangan lupa tinggalkan jejak

Rate, like, coment, vote, and tap love

Sampai jumpa!

Terpopuler

Comments

¥¥ Devdan ¥¥

¥¥ Devdan ¥¥

👍👍👍👍👍👍👍

2020-07-02

0

.

.

semangat

2020-06-30

0

Ul

Ul

Yuhuu

2020-06-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!