Tindakan

Ahra mencengkeram kuat kursi roda nya. Urat wajahnya tampak jelas keluar. Bahkan giginya gemertak dengan keras.

"Jadi ... kau memang bukan Ahra," seru seseorang dari arah sebelahnya.

Ahra langsung menoleh ke sumber suara. "Hm, satu lagi gadis pengganggu," sinis Ahra pada Mia. Mia hanya menatap lirih ke arah Ahra.

"Kemarin mamahmu ke sini. Kau tahu apa yang wanita itu katakan? Dia terlihat tak senang melihat mamahmu, kurasa karena kejadian itu," ejeknya dengan seringai di wajah. "Tapi, kemarin aku yang menyuruhnya untuk meneleponmu, dia sangat menuruti kemauanku," gumam Ahra membanggakan diri.

Ahra hanya tersenyum mengejek melihat perubahan mimik wajah Mia. Sepertinya dia memang mainan yang menarik.

"Jangan terlalu percaya diri. Kemauan Ahra yang selalu dituruti bukan kamu," sentaknya tak terima.

"Ooh, ya?" Ahra langsung tertawa mengejek. "Lalu ... bagaimana jika aku membuat Ahra kalian tinggal di sana selamanya."

Itu benar, seharusnya aku melakukan itu sejak dulu.

Mia mengehela napas dalam. Menahan amarah yang hampir keluar. "Sebenarnya kau siapa? Apa maumu?"

Hmp! "Sebenarnya kau sudah menyadarinya kan? Tapi ... kau selalu menolak kenyataan, itulah alasannya temanmu masih di sana."

"Kau--"

"Kau tidak akan bisa melakukannya. Aku akan membunuh kalian sebelum bulan purnama," ujarnya penuh penekanan. "Kau pikir aku tidak tahu rencana kalian?" Ahra itu langsung tersenyum menyeringai dengan matanya yang memandang dengan sorot mengerikan.

"Ka--kau ... bagaimana ...."

Ahra semakin puas kala melihat wajah ketakutan Mia. Apalagi saat tubuhnya gemetar sambil mundur perlahan, lalu berbalik pergi meninggalkannya dengan terburu-buru.

Ini menarik!

Ahra yang tak ingin kehilangan kesempatan, ia langsung berdiri. Ia langsung mengarahkan tangannya pada Mia yang semakin jauh. Menggerakkan tangannya ke samping sampai membuat Mia terhempas menabrak pohon.

-UHUK ... UHUK ....-

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi," kecamnya yang melihat Mia berusaha bangkit untuk pergi.

Lalu ia mengarahkan tangannya pada Mia dan menggerakkan tangannya ke atas diikuti dengan tubuh Mia yang melayang di udara.

"A--apa yang kau lakukan?"

Ahra menggerakkan jarinya seolah sedang mencengkeram dan itu berefek pada Mia yang merasa seperti dicekik.

"K--kau ...."

Ahra menggerakkan tangannya ke samping dan Mia langsung terhempas ke samping dan menabrak kaca rumah sakit sampai pecah. Senyum Ahra langsung hilang saat melihat apa yang dilakukan orang-orang di sekitar Mia.

"Cih, harusnya aku banting dia ke bawah!" geram Ahra terdengar menyesal.

Ia kesal karena sepertinya Mia selamat. Bahkan orang-orang di sana malah menolongnya.

"S****an!" geram Ahra. Ia masih melihat ke arah Mia yang ditolong orang-orang.

"Tunggu saja nanti. Aku tidak akan melepaskan mu."

Ahra langsung berbalik badan bermaksud kembali ke kursi rodanya. Ternyata ada orang yang berdiri tak jauh darinya sembari melihat ke arahnya, ia perawat yang selalu menjaga Ahra. Sepertinya ia melihat kejadian sejak tadi.

Ahra menyeringai sambil menatap sinis. "Apa yang kau lihat?"

"A--aku ... aku tidak--" ucapnya tergagap.

Perawat itu mundur perlahan. Ia merasa terancam dengan tatapan Ahra. Terlebih saat Ahra berjalan menghampirinya.

"A--aku ... tidak melihat apapun. Sungguh!"

"Kalau begitu ... aku kabulkan," ujar Ahra yang tiba-tiba saja sudah berada di depan wajah perawat itu.

"Aaargh!"

Ahra mencongkel kedua mata perawat itu dengan jari tangan kanannya. Ia tak peduli dengan darah yang mengalir di jarinya, ia malah tersenyum puas.

Perawat itu menutup kedua matanya dengan telapak tangan. Ia jatuh terduduk di hadapan Ahra yang menatapnya puas. Sakit, sangat! Ia terus berteriak bahkan menangis meraung.

"Selamat, kau benar-benar tak akan melihat apapun."

Perawat itu masih berteriak kesakitan dengan histeris. Darah terus saja keluar dari kedua matanya.

"Sepertinya aku terlalu berlebihan."

"K--kau ... kau--"

Ahra menatap perawat itu dengan pandangan bosan. Ia tak mau berurusan dengan perawat itu lagi. Ia memutuskan untuk kembali ke kamar inapnya, meninggalkan perawat itu meracau sendirian. Tak lupa ia menaiki kursi rodanya agar orang-orang tak menaruh curiga.

---

Ahra diam di atas ranjangnya. Ia hampir kebosanan karena menunggu mamahnya, ah bukan ... tapi mamah tubuh ini.

Ia mendengar suara pintu dibuka. Ia pikir itu wanita yang ia sebut pengganggu, ternyata yang datang adalah pria yang ia rindukan.

"Kau datang?" Ahra tampak senang melihat kedatangan Tuan Dika.

"Apa yang kau lakukan pada Mia?" sentak Tuan Dika tak mempedulikan ucapan Ahra tadi.

"Apa maksudmu?"

"Jangan berpura-pura, aku tahu ini perbuatanmu."

"Aku tidak tahu apa-apa!" Ahra memalingkan wajahnya dari pandangan Tuan Dika.

"Ponsel Mia tergeletak di taman." Ia menunjukkan ponsel bercasing bunga-bunga dalam genggamannya.

"Lalu, apa hubungannya denganku."

"Kau sudah melakukan apa pada Mia?"

"Kau ke sini hanya untuk menuduhku?" tanyanya jengkel.

"Aku tidak peduli kau tahu rencana kami atau tidak, tapi yang pasti kau akan kembali ke alammu."

Napas Ahra memburu. Ia sudah tidak tahan dengan sikap Tuan Dika padanya. Ia menatap remeh pada Tuan Dika. "Kau bercanda? Itu tidak akan mudah," ungkapnya seolah mengejek. Ia malah menyeringai licik.

"Dasar Setan!" Tuan Dika kembali mencekik Ahra dengan nafsu untuk membunuh.

Ahra berusaha melepaskan diri dengan kedua tangannya. Ia merasa kesulitan bernapas karena dicekik.

"Kalau sampai terjadi sesuatu pada Mia, aku akan menghancurkan mu!"

Ahra menatap marah pada Tuan Dika, ia langsung mendorong Tuan Dika sampai terpental ke belakang dan tersungkur di lantai.

"Jangan membuatku marah, Makhluk Rendahan!"

Ahra menatap Tuan Dika dengan matanya yang berubah merah, nafasnya terdengar berat, dan auranya terasa menyeramkan.

Tuan Dika terbatuk karena dadanya sakit dan ia berusaha bangkit berdiri. Setidaknya ia dekat dengan pintu ruang inap itu, jadi ia bisa melarikan diri.

"Jangan berfikir untuk melarikan diri," sinisnya lalu Ahra menggerakkan tangannya di hadapan Tuan Dika.

Tuan Dika melayang di udara. "Apa yang kau lakukan?"

"Setidaknya aku tidak mencekikmu." Aura menggerakkan tangannya ke samping. " Selamat tinggal, kau sudah membuatku muak." Tuan Dika terhempas ke samping menuju kaca rumah sakit yang mengarah ke luar.

-PRANG-

Tuan Dika jatuh dari lantai 6. Matanya melotot karena tubuhnya syok akibat benturan. Tak lama, pandangannya mulai buram dan matanya perlahan terpejam.

Orang-orang di sekitar langsung berdatangan setelah mendengar suara pecahan kaca. Kaca jendela tempat Ahra dirawat, mengarah langsung ke tempat parkir. Jadi wajar saja banyak orang berlalu lalang di sana.

Ahra tiba-tiba saja berlari ke dekat jendela, ia melihat ke bawah di mana Tuan Dika jatuh. Wajahnya tiba-tiba saja sedih dan pura-pura mengeluarkan air mata. "Ayah!"

Ia berhasil meyakinkan orang-orang yang melihat ke arahnya bahwa ia bukanlah pelakunya. Jadi mereka berfikir kalau pria yang dikelilingi orang-orang itu, sengaja menjatuhkan dirinya karena berusaha bunuh diri.

Ahra tersenyum senang di dalam hati. Kali ini, ia menang lagi.

Terpopuler

Comments

Waty Andini

Waty Andini

ga cape tu,,,,cerita di ulama ulang Mulu yg baca bosaaaaannnnn

2020-10-07

2

Ema Putri

Ema Putri

jadi binggung membaca nya n byk yg tinta yg terbuang krn cerita nya d ulang2

2020-08-31

3

Ema Putri

Ema Putri

kenapa cerita nya d ulang3 thor

2020-08-31

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!