My Husband My Enemy
Seorang wanita mengenakan heels berwarna merah menyala sedang berjalan di tengah-tengah padatnya dance floor. Dengan kepala yang tertutup hoodie dan sebuah kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya, ia celingukan kesana kemari seolah tengah mencari keberadaan seseorang.
Tak butuh waktu lama, ia akhirnya bertemu dengan seorang pria di koridor yang cukup sepi. Pria itu sangat mudah dikenali karena ia berperawakan tinggi dengan pakaian serba hitam dan juga sebuah topi dengan warna senada. Sekilas mereka tidak terlihat begitu akrab. Wanita itu hanya menyerahkan sebuah amplop panjang berwarna coklat dan selembar foto.
"Namanya Freya. Lakuin sesuai rencana dan jangan sampai gagal," tegas wanita itu.
Mereka berpisah usai sang pria mengiyakan perintah dari wanita yang tidak diketahui siapa namanya.
Pria tadi kemudian berjalan di sekitaran meja bar. Melalui petunjuk foto itu, ia akhirnya menemukan Freya.
Setelah duduk di sampingnya, pria itu mencoba untuk berbicara dengan Freya. Namun Freya yang sudah mabuk berat tidak menggubris ucapan pria itu. Ia terlihat sudah memejamkan matanya dengan kepala tersungkur di atas meja bar.
"Mas ini siapa, temennya ya?" tanya seorang bartender.
"Iya mas, kenapa?"
"Mending mbaknya di anter pulang, dia udah abis 5 botol, saya rasa dia juga udah nggak bisa jalan sendiri," lanjut bartender itu.
Pria itu menganggukkan kepala lalu bangkit dari kursi untuk membantu memapah Freya.
Namun sebelum tangan pria itu berhasil menyentuh Freya, tiba-tiba datang pria lain yang langsung menepis tangan pria bertopi hitam itu.
"Gue yang akan bawa dia karena gue pacarnya. Lo siapa?" tegas pria dengan setelan jas ala-ala orang kantoran itu.
Pria bertopi langsung ketakutan saat mengetahui jika Freya sudah dijemput oleh pacarnya.
"Sa-ya cuma temennya mas, niatnya tadi mau nganter dia tapi karena mas udah dateng.. Ya udah mas aja yang nganter dia."
Setelah mengutarakan alasan yang klise itu, pria itu langsung menjauh dan meninggalkan mereka berdua tanpa rasa curiga sedikitpun.
Shaquil Alano atau pria yang akrab di panggil Alano itu tersenyum miring saat melihat pria tadi sudah lari ketakutan.
"Al, lo jangan macem-macem ya. Lo nggak kenal sama ni cewek kan, terus ngapain lo ngaku-ngaku jadi pacarnya segala," bisik seorang pria yang berada di samping Alano.
"Lo nggak liat kalau gue baru aja jadi pahlawan buat ni cewek," ucap Alano dengan gaya sombongnya.
Dengan wajah polosnya, Justin hanya melongo menatap Alano yang kini sudah menggendong tubuh Freya.
Seperti cerita dongeng, Alano bak pangeran yang tiba untuk menyelamatkan tuan putrinya. Ia menggendong Freya keluar meninggalkan tempat yang penuh dengan kemaksiatan itu.
Justin yang bingung dengan sikap Alano hanya bisa mengikutinya. Sebenarnya Alano bukan tipe pria yang suka mencampuri urusan orang lain, apalagi dengan orang yang tidak ia kenal. Namun malam ini Justin menjadi saksi atas kemurahan hati Alano.
"Gue nggak ngerti kenapa lo nyelametin cewek ini. Kenal nggak, wajahnya juga pas-pasan, ini bukan tipe lo Al." Justin masih bertanya-tanya tentang alasan Alano membawa Freya.
"Sepertinya ada yang punya niat jahat sama ni cewek," jawab Alano.
"Maksud lo apa sih, nggak usah belibet, ngomong yang jelas."
"Cowok tadi itu orang bayaran yang disuruh buat nyelakain ni cewek. Gue liat sendiri waktu dia nerima uang itu."
"Lo serius?" kaget Justin dengan mata yang sudah melebar. Ternyata ia sudah berburuk sangka dengan sahabatnya.
"Ngapain gue bohong," jawab Alano dengan entengnya.
Alano berniat ingin mengantarkan Freya ke rumahnya, namun setelah memeriksa isi tas Freya, Alano tidak menemukan apapun. Tas itu hanya berisi uang tunai dan juga peralatan make-up. Tidak ada identitas apapun mengenai siapa diri Freya.
"Gila ya ni cewek, bisa-bisanya pergi tanpa identitas. Udah di tolongin, nyusahin lagi. Tau gini nggak usah gue tolongin tadi ?" gerutu Alano kesal.
Sementara Justin justru tertawa riang begitu tahu temannya sedang kebingungan gara-gara sikap sok pahlawannya.
"Bawa aja ke apartemen lo, gampang kan?" sahut Justin.
"Itu namanya gue bunuh diri. Lo kan tau CCTV di apartemen itu yang ngatur oma, gue nggak bisa otak-atik camera itu."
"Ya udah bawa aja ke hotel," ujar Justin dengan entengnya.
Alano mendorong bahu Justin, membuat dada pria itu terbentur stir mobil.
"Napa lo jadi marah sama gue, gue kan cuma ngasih saran."
"Saran lo nggak masuk akal."
"Otak lo yang nggak masuk akal. Lo tinggal pesenin dia kamar habis itu lo tinggal pergi, gampang kan. Emang dasar otak mesum lo ya, negatif mulu pikirannya."
Alano terdiam, ucapan Justin membuatnya gelagapan hingga tidak bisa menemukan kata-kata untuk membantahnya.
Sesuai apa yang dikatakan Justin, Alano akhirnya membawa Freya ke sebuah hotel yang tak jauh dari club itu.
"Lo deh yang bawa dia masuk," ucap Alano begitu mereka sudah tiba di depan hotel.
"Kok gue, yang tadi niat mau nolong siapa, elo kan?" sahut Justin.
Alano hanya bisa berdecak kesal ketika Justin berkali-kali mematahkan argumennya. Tidak ada cara lain selain ia sendiri yang membawa Freya masuk karena memang dari awal Alano sendiri yang ingin menolongnya.
"Haishh.. Ini yang pertama dan terakhir, nggak mau lagi gue nolongin orang," gerutu Alano sambil menggendong Freya.
Tiba-tiba saja saat Justin ingin menyusul Alano berjalan ke dalam, ponselnya berbunyi. Awalnya ia menyerngit bingung karena tidak biasanya mamanya menelpon di jam segini. Namun setelah mengangkatnya, Justin langsung meninggalkan hotel dengan terburu-buru.
Sementara di lobby hotel, Alano menunggu Justin dengan perasaan yang sudah berkecamuk. Ia berusaha menghubungi Justin berkali-kali namun tidak ada satupun panggilannya yang diangkat. Hingga akhirnya ia keluar untuk mencari Justin, tapi mobil Justin tidak ada di depan hotel.
Belum cukup dengan ditinggal Justin tanpa kabar. Kini malah ada seorang yang membuntuti Alano. Alano sendiri yakin jika ia sedang dibuntuti oleh wartawan.
Dengan tergesa-gesa Alano langsung menggendong Freya menuju ke kamar yang sudah ia pesan. Sekarang ia sudah tidak bisa kemana-mana lagi. Ia bahkan tidak bisa keluar dari hotel karena wartawan sudah mencurigainya, apalagi Justin juga sudah pergi tanpa kabar.
"Sial! Mana gue cuma pesen satu kamar, nggak mungkin kalau gue keluar lagi. Itu sama aja gue bunuh diri."
Alano hanya bisa merutuki kebodohannya setelah terjebak di kamar hotel bersama Freya.
Freya pun juga tak luput dari luapan emosi seorang Alano. Ia menjadikan Freya sebagai sumber masalah atas kesialannya malam ini.
"Semua ini gara-gara lo. Kalau gue nggak ketemu elo, gue akan berakhir disini. Lo hutang besar sama gue," sungut Alano dengan tatapan penuh kemarahan.
Alano bahkan mengguncang-guncang bahu Freya agar wanita itu bangun. Namun cara itu tidak berpengaruh untuk Freya yang sudah tertidur dengan pulas.
"Lo harus dengerin gue baik-baik. Gue nggak mau tau lo harus bisa ngluarin gue dari sini. Nasib gue udah diujung tanduk. Ck!"
Alano yang frustasi akhirnya melepas bahu Freya dengan kasar. Namun usai mengangkat tangannya, Freya justru menarik punggung Alano hingga pria itu jatuh diatas tubuh Freya.
Deg.
Mata Alano seketika membulat dengan dada yang sudah bergerak naik turun dengan tempo yang semakin cepat.
...BERSAMBUNG......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Ufuk Timur
Mulai membaca dari awal🥰
2022-01-26
0
aji serizawa
mampir
2022-01-14
0
เลือดสีน้ำเงิน
jejak dukungan 👍🏻
2021-11-09
0