Meski Freya sudah memarkirkan mobilnya, napas Mesha masih memburu dengan kedua tangan yang berada di dadanya. Ia hanya bisa mengedipkan matanya tanpa berani bersuara atau sekedar menggerakkan kepalanya. Sungguh jantungnya terasa sudah copot dari tempatnya setelah melalui adegan menegangkan yang hampir saja merenggut nyawanya.
"Gue masih hidup kan? Ini nggak mimpi kan?" tanya Mesha.
Freya masih memejamkan matanya sambil menyandarkan kepalanya di punggung tempat duduknya. Sebenarnya Freya sendiri juga tak kalah syok, ia bahkan tak percaya jika ia sudah berkendara dengan kecepatan 100 km per jam. Membayangkan saja Freya rasanya tidak sanggup, tapi barusan ia justru melakukannya.
Setelah Freya membuka matanya, tatapannya langsung tertuju pada gedung berlantai 5 yang ada di sampingnya. Itu adalah kantor Alano, tujuannya datang ke tempat ini tidak lain adalah untuk memberi Alano pelajaran atas tindakan bodohnya.
Tanpa menghiraukan Mesha, Freya langsung turun dan berjalan ke gedung itu. Karena Freya sudah terlalu kesal, ia sampai menghiraukan sapaan karyawan yang berpapasan dengannya. Tak ada senyum ramah, tak ada ucapan lembut, yang ada hanyalah wajah datar dengan tatapan menghunus ke depan.
Semua orang langsung menunduk takut setelah tahu jika Freya datang dengan membawa kemarahan. Bahkan saat Freya memasuki lift, beberapa orang yang juga hendak naik lift memilih untuk menunggu lift berikutnya daripada harus berada dalam satu lift dengan Freya.
Tentu mereka bertanya-tanya dengan sikap Freya. Freya dan Alano baru saja menikah tapi belum apa-apa Alano sudah membuat heboh dengan ucapan sembrono-nya.
Begitu membuka pintu ruangan Alano, Freya sudah disambut dengan suara lantang papa mertuanya, Reno. Rupanya pria itu sedang memarahi Alano atas ulah yang sudah dia buat. Freya memutuskan untuk menunggu papanya, ia juga ingin tahu bagaimana sikap papa mertuanya dalam menghadapi Alano.
"Kamu itu seorang pimpinan, kamu itu orang yang sangat disegani tapi kenapa kamu selalu menghancurkan reputasimu sendiri dengan tindakan konyol yang sama sekali tidak ada untungnya. Kamu pernah nggak mikir sampai sejauh itu," seru Reno dengan nada tinggi. "Percuma kamu menempati kursi itu jika kamu saja belum bisa berpikir dewasa. Apa perlu papa nyuruh orang untuk ngajarin kamu."
Alano hanya menyimak semua ucapan papanya.
"Ini peringatan terakhir papa, jika kamu masih membuat ulah maka papa terpaksa akan menggeser posisi kamu," tegas Reno sambil membalikkan badannya.
Melihat Reno berjalan ke arah pintu, Freya cepat-cepat menyingkir dari ruangan Alano dan bersembunyi di balik tembok.
Setelah Reno pergi dan situasi sudah aman, kini giliran Freya yang masuk ke ruangan Alano.
Ceklek,
Freya langsung menghampiri Alano, dan tanpa basa-basi ia mengutarakan segala unek-uneknya.
"Apa sih yang sebenarnya ada di pikiran lo. Lo pikir dengan sikap lo yang kaya gini, lo bisa nyombongin diri lo dan bisa berbuat sesuka hati lo. Bisa nggak sekali aja lo mikirin perasaan orang-orang disekitar lo yang udah bersusah payah buat jaga naik baik lo. Gue-"
"Lo nggak tau apa-apa jadi nggak perlu nasehatin gue," potong Alano.
"Gue emang baru kenal sama lo, tapi gue cukup paham tentang siapa diri lo."
Tak ada lagi yang bisa Freya ucapkan, ia memilih untuk pergi dari hadapan Alano. Meski kemarahannya belum sepenuhnya reda, setidaknya Freya sudah meluapkan emosi yang menyesakkan dadanya.
Freya tidak mengharapkan apa-apa dari Alano, cukup dia bisa merenungkan kata-katanya dan menyadari kesalahannya, itu akan jauh lebih penting untuk hidup Alano sendiri.
***
Setelah kejadian itu, Freya tidak pernah lagi keluar dari rumah. Ia menghabiskan seluruh hari-harinya dengan ditemani sebuah laptop. Entah ia menonton drakor atau bermain game, sepanjang hari Freya hanya akan memandangi benda tipis berukuran persegi panjang itu.
Karena Freya sama sekali tidak mau menyentuh pekerjaan rumah tangga, Alano akhirnya mempekerjakan seorang asisten rumah tangga dengan berbagai persyaratan yang harus dipatuhi. Dan salah satu syarat terpenting adalah, orang itu harus menutup mulutnya rapat-rapat atas apa yang ia lihat di rumah itu. Bagaimanapun sandiwara itu harus tetap terkubur sampai akhir.
Siang ini Alano tiba-tiba pulang lebih awal. Dengan pakaian yang masih rapi dan sepatu kantor yang masih melekat di kakinya, ia menghampiri kamar Freya lalu mengetuknya.
Tok.. Tok.. Tok..
"Bibi ngapain sih ngetuk kamarku, bukannya aku udah bilang kalau aku nggak mau makan," gumam Freya karena ia berpikir jika yang datang adalah pembantunya.
Freya akhirnya turun dari ranjang karena suara ketukan itu tak kunjung berhenti.
"Ngapa-in…" Freya terkejut karena yang muncul ternyata Alano.
Alano langsung menyodorkan selembar undangan pada Freya.
"Ini apa?" tanya Freya sambil mengambil undangan itu.
"Nanti malem lo harus temenin gue karena ini perintah dari papa," ucap Alano dengan ekspresi datarnya.
Freya sedang membaca undangan itu, dan saat ia ingin menanyakan sesuatu pada Alano rupanya pria itu sudah menghilang dari hadapannya.
"Ishhh!! Belum juga jawab udah pergi," gerutu Freya.
Freya baru saja menutup pintu dan hendak menekan tombol play dalam laptopnya. Namun tiba-tiba ada seseorang yang kembali mengetuk pintu kamarnya.
"Apalagi sih!" ucap Freya sambil menghentak-hentakkan kakinya.
Begitu melihat wajah orang yang sama, Freya langsung menghela napas sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Mau ngapain lagi," sinis Freya.
"Cuma mau ngingetin kalau lo harus dandan yang cantik dan pakai baju yang elegan karena gue nggak mau lo bikin malu gue."
"Apa?" tukas Freya sambil tersenyum getir. "Tadinya gue juga mikir begitu, tapi setelah liat lo dan mendengar ocehan sombong lo, gue jadi berubah pikiran. Gue justru pengen bikin lo malu." Freya menekankan kalimat terakhir seolah sengaja ingin menantang Alano.
Dan sebelum Alano membalas perkataannya, Freya lebih dulu menutup pintu meninggalkan Alano dengan kemarahannya.
Jelas saja, Alano langsung memasang wajah marah dengan rahang yang sudah mengeras. Tapi ia memiliki kata-kata ampun untuk menakut-nakuti Freya.
"Kalau lo emang mau jadi pusat perhatian terserah lo, toh yang nanti kena marah bokap juga lo bukan gue."
Mendengar itu tentu membuat Freya makin kesal. Ia sudah mengepalkan tangannya seakan ingin meninju Alano.
Meski sejujurnya Freya tidak mau mengikuti keinginan Alano, namun ia juga tidak bisa bertindak tanpa memikirkan resikonya.
Freya berjalan membuka lemari bajunya. Lalu memilih beberapa gaun yang menurutnya cocok untuk ia kenakan. Namun setelah mencobanya dan mempertimbangkan kembali ucapan Alano, Freya merasa jika baju-baju belum bisa dibilang elegan.
Karena Freya tidak bisa keluar hanya untuk membeli gaun. Ia akhirnya memutuskan untuk berbelanja di toko online.
Saking asiknya memilih, Freya langsung memesan beberapa gaun tanpa mempertimbangkan harganya. Sejauh ini ia sudah memesan 30 gaun dengan harga yang sangat fantastik. Bahkan totalnya hampir mencapai 100 juta.
Setelah puas berbelanja, Freya melempar ponselnya. Dan dengan senyum merekah ia kemudian menjatuhkan tubuhnya di ranjang sambil menatap langit-langit kamarnya.
"Gue akan tunjukin seberapa elegannya gue sampai lo terkejut bahkan nggak bisa ngomong apa-apa lagi," kata Freya dengan wajah cerianya.
...BERSAMBUNG.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Nur Lizza
mantap freya tunjukkn klu kamu bisa
2021-10-12
0