Seorang wanita sedang menyesap sebatang tembakau sambil menonton tayangan televisi yang memberitakan Shaquil Alano dan juga Freya.
Ia tersenyum miring seolah-olah menunjukkan bahwa kemenangan akan berpihak kepadanya.
Tak lama ponsel wanita dengan lipstik merah merona itu berdering.
"Rencana kita tidak sepenuhnya gagal. Ini justru peluang besar untuk segera menyingkirkan gadis itu tanpa harus menghabisinya," ucap wanita itu entah kepada siapa.
Wanita itu bangkit berdiri usai menurunkan ponselnya. Ia berjalan keluar rumah sambil menenteng tas dengan merek ternama, dan lagi-lagi tas itu juga berwarna merah. Sepertinya wanita itu sangat menyukai warna merah hingga semua aksesoris dan atribut yang ia dipakai hampir semuanya berwarna merah.
***
Mau tak mau Freya harus kembali ke rumah. Ia tidak bisa terus-menerus menghindar dari masalah apalagi untuk saat ini ia sangat membutuhkan bantuan dari papanya.
Setibanya di rumah, Freya sempat melihat sebuah mobil yang melintas di depan rumahnya. Sekilas Freya nampak mengenali mobil itu, namun ia tidak punya waktu untuk mengingatnya.
Freya bergegas masuk usai penjaga rumahnya membukakan pintu.
"Papa di rumah kan pak?" tanya Freya pada satpam rumahnya.
"Emmm.. Ada non, tapi…"
"Tapi kenapa, papa sakit? Papa sakit apa pak?" Freya seketika cemas saat pikirannya mulai berkelana.
"Bukan non, tapi.. Tuan sedang kedatangan tamu," jawab satpam itu setengah ragu.
Freya menyerngit sambil terus berjalan. Ucapan satpam itu spontan membuat ia bertanya-tanya tentang siapa yang sedang menemui papanya.
"Jangan-jangan.. Wartawan!!!" Kedua bola mata Freya membulat sempurna sambil berlari ke arah pintu rumahnya.
Usai menerobos pintu, Freya langsung mencari-cari keberadaan papanya. Namun langkah Freya tiba-tiba terhenti saat ia melihat seorang wanita tengah memeluk papanya.
Freya mematung dengan mulut yang terkatup rapat.
"Freya?" panggil papanya setelah melihat kedatangan putrinya.
Freya masih tak berkutik meskipun papanya sudah mengurai pelukannya dengan wanita itu.
"Freya... Akhirnya tante bisa ketemu kamu. Ternyata kamu jauh lebih cantik dari fotonya."
Wanita itu mendekat dan ingin memeluk Freya, namun Freya menolak pelukan wanita itu dengan mengangkat kedua tangannya di dada.
"Citra kamu bisa tunggu disini sebentar, aku perlu bicara dengan putriku," ucap Hartono.
Wanita bernama Citra itu mengangguk sambil melebarkan senyum manisnya.
Sesampainya di ruang tengah Freya langsung menanyakan tentang wanita itu kepada papanya.
"Dia siapa pa?"
Papa Hartono terdiam sejenak sebelum ia menghela napas dan mulai membuka suara.
"Dia Tante Citra, temen papa waktu kuliah. Dia kesini karena-"
"Karena papa dan wanita itu pacaran, benar begitu pa?" tanya Freya sambil berusaha menahan sesak di hatinya.
"Tante Citra terus mencemaskan kamu. Dia sudah melihat berita di televisi tentang-"
"Jawab Freya pa. Siapa wanita itu?"
"Yang sopan Freya! Dia namanya Tante Citra."
Mata Freya mulai berkaca-kaca. Bentakan dari papanya seolah menegaskan bahwa firasatnya benar, ada sesuatu antara papanya dengan wanita itu.
"Papa ngajak kesini bukan untuk membahas Tante Citra tapi kamu. Apa kamu tau apa yang sudah kamu lakukan. Apa kamu tau gimana terkejutnya papa waktu liat kamu keluar dari hotel. Apa uang papa kurang cukup untuk membiayai kebutuhan kamu. Apa selama ini kamu pernah kekurangan hingga kamu harus menjual diri seperti itu," ucap Papa Hartono dengan nada tinggi.
Air mata Freya terus mengalir tak tertahan. Mendengar tuduhan papanya, hati Freya rasanya seperti dicabik-cabik. Runtuh sudah kekuatan Freya setelah papanya sendiri mencemooh dirinya dengan lantang. Hati Freya hancur, ia sudah kehilangan sosok papa yang amat ia banggakan.
"Papa keterlaluan," ucap Freya disela-sela isak tangisnya.
Freya langsung berlari meninggalkan papanya dengan perasaan yang tidak bisa lagi diungkapkan dengan kata-kata. Hancur, rapuh, mati rasa, semua kata itu bahkan tidak bisa menggambarkan perasaannya saat ini. Rasa sakitnya lebih dari itu.
Melihat wanita itu, Freya sempat berhenti sejenak. Namun Freya kembali berlari saat suara papanya semakin dekat.
Satpam rumah Freya nampak terkejut saat melihat Freya berlari keluar dengan diiringi isak tangis.
"Non.. Non Freya kenapa?" tanya satpam itu setelah Freya keluar dari pintu gerbang.
Freya tidak menoleh sedikitpun, ia terus berlari mengikuti kemana langkah kakinya akan membawanya pergi.
Freya kehilangan segalanya dalam sekejap. Freya bahkan kehilangan kepercayaan papanya. Satu-satu keluarga yang tersisa setelah kepergian almarhum mamanya tiga bulan yang lalu.
"Kenapa harus secepet ini papa lupain mama. Apa Freya udah nggak ada artinya lagi buat papa."
"Freya kecewa sama papa. Freya benci sama papa."
Tak perduli dengan tatapan orang yang melihatnya, Freya tetap mengayunkan langkahnya sambil beberapa kali menghapus jejak air matanya.
Tanpa Freya sadari setelah berlari cukup lama di jalanan, tempat yang akhirnya menjadi pemberhentiannya adalah makam mamanya. Dengan napas tersengal-sengal Freya mendekati makam mamanya. Ia meluapkan tangisnya di pusaran makam almarhum mamanya.
"Ma, Freya sekarang sendiri. Papa udah nggak sayang lagi sama Freya ma. Papa lebih memilih wanita itu daripada Freya. Apa mama juga rela kalau papa menikah lagi?"
"Bodoh," ucap Freya dengan senyum getirnya. "Jika benar mereka nanti akan menikah, Freya nggak akan restuin mereka ma. Freya akan mempertahan posisi mama di hati papa. Mama tenang aja ya, Freya akan jagain papa untuk mama."
Freya meraba lehernya dimana biasanya ia selalu memegang liontin kalungnya setiap kali ia teringat dengan mamanya. Namun kali Freya tidak menemukan liontin itu. Freya yang mulai panik sudah meraba-raba hingga ke tengkuk leher, tapi kalung itu rupanya sudah terlepas dari lehernya.
"Kalungku.. Dimana kalungku?"
***
"Gadis itu belum datang ke kantor sejak kejadian malam kemarin," lapor Antoni setelah ia masuk ke kantor tempat Freya bekerja.
"Ashh sial! Gadis-gadis itu benar-benar merepotkan," umpat Alano.
"Tapi bos tadi saya sempat mendengar pembicaraan karyawan lain jika Freya sudah di pecat dari kantor."
"Jangan sebut nama dia. Bagus lah kalau dia di pecat, setidaknya bukan cuma aku yang tersiksa."
Antoni mengangguk dan mulai menjalankan mobilnya. Sejujurnya Antoni mulai kepikiran tentang Freya. Bagaimana mungkin Freya yang terlahir sebagai satu-satunya keturunan Hartono Wijaya memilih untuk bekerja sebagai karyawan biasa. Bagi Antoni ini tidak masuk akal. Freya bisa saja meminta jabatan apapun pada papanya bahkan untuk mendirikan perusahan sendiri pun, Hartono mampu untuk mewujudkannya.
"Kenapa kamu malah ngelamun, ayo jalan," tegur Alano yang langsung membuyarkan lamunan Antoni.
"I..iya bos."
"Ngomong-ngomong sekarang kita mau kemana bos?" tanya Antoni.
"Pulang, kemana lagi. Emang kamu tahu kita harus nyari gadis itu kemana?"
"Saya rasa gadis itu akan datang dengan sendirinya tanpa kita harus mencarinya," ucap Antoni tiba-tiba usai melirik sebuah tas yang ada di samping tempat duduknya.
"Maksud kamu?"
Antoni mengambil tas itu dan menunjukkannya kepada Alano.
"Ini bos, gadis itu meninggalkan tasnya di hotel."
"Jadi menurut kamu dia akan datang menemuiku hanya untuk mengambil tas ini?" Alano terkekeh pelan. "Jangan ngaco kamu, isi tas ini nggak ada apa-apanya. Lagian itu paling tas murahan."
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Vanilatin
makasih likenya udah like back yaaa
2025-01-03
2
Ufuk Timur
Citra kira-kira pencitraan ga yah😆😆😆
2022-01-26
0
Nur Lizza
kasihan friya
2021-10-10
0