Dengan langkah tergesa-gesa Freya memasuki hotel tempat ia menginap sebelumnya. Sebenarnya Freya tidak ingin kembali datang ke tempat itu. Tapi ia tidak punya pilihan selain mencari tasnya disana.
"Mbak masih inget saya kan, saya yang semalem menginap disini dan kebetulan tas saya masih ketinggalan di dalam. Apa saya bisa mencarinya kesana?"
"Maaf mbak tapi kita tidak bisa membiarkan siapapun masuk ke dalam kecuali anda sudah booking tempat sebelumnya," jawab resepsionis itu.
"Tapi isi tas itu sangat berharga mbak, atau mungkin ada karyawan yang menemukannya?"
"Saya rasa tidak mbak karena setiap ada barang pengunjung yang ketinggalan pasti selalu diinfokan pada saya."
"Mbak yakin?"
Resepsionis itu mengangguk dengan senyum ramahnya.
Freya berjalan dengan lemas sambil memikirkan dimana tasnya berada.
"Apa mungkin pria itu yang udah bawa tasku. Iya.. Pasti dia."
Freya berlari dan langsung masuk ke sebuah taksi yang baru saja terparkir di depan hotel. Melalui beberapa info yang ia dengar dari Mesha, Freya mulai berselancar di situs pencarian dengan mengetikkan nama 'Alano CEO perusahaan periklanan dan penerbitan'
Hanya dengan mengetikkan beberapa kata kunci itu, di bawah kolom pencarian langsung bermunculan beberapa situs web dari berita online. Kebanyakan berita itu mengunggah tentang kejadian di hotel. Dan itu langsung membuat Freya seperti tengah diawasi oleh seluruh makhluk di belahan bumi ini.
Ketika Freya menatap kaca spion, rupanya sopir taksi itu juga sedang menatap kearahnya. Sepertinya sopir itu juga tahu jika dirinya adalah orang yang kini tengah naik daun gara-gara berita hoax itu.
Freya benar-benar tersiksa dengan keadaannya sekarang. Ia tidak bisa bergerak bebas, kemana pun ia pergi selalu saja ada beberapa pasang mata yang mengawasinya. Belum lagi jika mereka saling berbisik membicarakan dirinya. Semua itu membuat kepala Freya ingin pecah.
"Ini ongkosnya pak," ucap Freya setelah ia turun dari taksi.
"Semoga kamu beruntung ya mbak."
Freya menyerngit bingung, tidak tahu apa maksud dari ucapan sopir taksi itu.
Freya menghela napas sambil menatap bangunan tinggi yang ada di depannya.
"Jadi ini kantor dia. Lumayan," komennya sambil berjalan masuk ke gedung itu.
Secara kebetulan saat Freya ingin menanyakan ruangan Alano tiba-tiba saja Pak Reno melihat Freya.
Pria yang baru saja ingin keluar itu sempat terdiam sejenak sebelum bertanya pada sopir pribadinya yang berdiri di belakangnya.
"Gas, bukankah gadis itu yang muncul bersama Alano di berita?"
"Benar pak, itu gadis yang bapak cari," jawab sang sopir.
Pak Reno membawa Freya ke ruangannya usai memperkenalkan diri. Dilihat dari sikap dan cara berpakaian Freya, Pak Reno sangat yakin jika Freya tidak seperti gadis yang ia bayangkan.
"Silahkan duduk, nama kamu tadi siapa.. Om lupa."
"Freya om," jawab Freya dengan sedikit canggung.
"Kamu sudah bekerja atau masih kuliah?"
"Saya masih kuliah om tapi kebetulan saya juga bekerja."
Pak Reno tersenyum ketika mendengar jawaban Freya karena jawaban itu sesuai dengan apa yang ia pikirkan.
"Rupanya kamu gadis yang mandiri. Di jaman sekarang sangat susah mencari gadis seperti kamu."
Freya tak tahu harus menjawab apa, ia bingung apakah yang diucapkan Pak Reno itu termasuk suatu pujian atau justru sebuah ejekan. Dan Freya hanya bisa membalasnya dengan senyuman canggung.
Ceklek,
Pintu ruangan itu terbuka dan menampakkan wajah pria yang sedang Freya cari.
"Elo?!" ucap keduanya secara bersamaan.
"Ucapan saya benar kan bos, gadis itu datang dengan sendirinya," bisik Antoni di telinga Alano.
"Ohh gue tau, lo pasti sengaja kan jebak gue biar lo bisa masuk ke kantor ini. Hebat juga lo," tuduh Alano dengan gaya belagunya.
"Alano diam. Papa belum nyuruh kamu untuk bicara."
"Ck, ini motifnya udah jelas pa. Dia sengaja nyebarin gosip murahan itu, tujuannya udah pasti uang."
Freya langsung berdiri. "Elo jangan asal ngomong ya. Gue nggak butuh uang elo, asal lo tau gue kesini cuma mau ambil tas gue yang ada di elo. Sekarang mana tas gue."
Alano tersenyum miring. "Elo jadiin tas buntut itu sebagai alasan. Sama sekali nggak masuk akal."
"Elo-"
"Sudah, berhenti," potong Pak Reno. "Papa minta kamu datang kesini bukan untuk berantem, tapi untuk mencari solusi atas masalah kalian."
"Masalah apa sih pa. Semua udah jelas kalau Al sama gadis ini nggak ada apa-apa, dan kita juga nggak ngapa-ngapain."
"Benar begitu Freya? Kamu jujur saja sama om, apa anak om sudah mengancam kamu?"
"Pa…?" seru Alano karena merasa keberatan dengan pertanyaan yang papanya lontarkan pada Freya.
"Kamu diam Alano," tegas Pak Reno dengan tatapan sengit.
"Waktu itu saya mabuk dan saya-"
"Sudah jangan diteruskan. Entah kalian sudah melakukan sesuatu atau tidak tetap saja kalian sudah tertangkap basah menginap di hotel bersama. Jadi papa rasa keputusan papa ini sudah benar."
"Keputusan apa pa?" tanya Alano dengan tidak sabaran.
"Untuk menikahkan kalian."
"APA?!!!" seru Alano dan Freya dengan nada tinggi.
"Nggak, ini nggak mungkin. Papa pasti salah ngomong."
"Om, Freya nggak mungkin nikah sama cowok kaya dia om."
"Ini jalan satu-satunya untuk membersihkan nama kalian dan juga keluarga kita. Freya tolong kamu sampaikan ke orang tua kamu kalau minggu depan om dan Alano akan datang untuk melamar kamu."
"Pa…?"
"Tidak ada kata penolakan."
Setelah mengucapkan kata penegasan itu, Pak Reno langsung keluar dari ruangannya.
Sementara Freya dan Alano masih syok mendengar keputusan dari Pak Reno.
Semua ini terasa seperti mimpi. Kejadian demi kejadian terus menerpa Freya seakan ini seperti sebuah kutukan yang harus ia terima.
Dengan tatapan kosong Freya melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruangan Pak Reno, namun dengan sigap Alano menahan tangan Freya lalu menariknya dengan sangat erat.
"Elo apa-apaan, lepasin tangan gue," teriak Freya.
"Gue bilang lepasin, lo budex ya," bentak Freya.
Alano tak bergeming sedikit pun. Ia terus menarik tangan Freya hingga akhirnya mereka masuk ke ruangan Alano.
Alano melepaskan tangan Freya setelah menutup pintu dengan sangat kasar.
"Cepat katakan berapa uang yang lo butuhkan. Seratus juta, satu milliar atau seratus milliar sekalipun gue kasih, asal lo bisa pergi jauh dari hidup gue."
"Lo pikir semua orang cuma mikirin tentang uang. Apa elo bisa ngebeli apapun dengan uang termasuk harga diri dan perasaan seseorang. Gue nggak ngerti ya kenapa gue bisa ketemu sama orang sepicik elo."
"Apa lo bilang, picik?"
Alano tersenyum, namun sedetik kemudian ia melotot dengan tatapan tajam. Matanya menunjukkan kilatan amarah yang siap meledak kapan saja, namun Freya tetap teguh dan ia tidak akan kembali menarik kata-katanya hanya karena tatapan Alano.
"Lo masih belum sadar kalau lo itu orang yang picik."
Sekali lagi Freya menekankan kata 'picik' dengan seringainya.
...BERSAMBUNG......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
ANAA K
Semangat yah thor. Jangan lupa mampir kembali☺️👍🏾
2021-11-08
0