Akreditasi sekolah memang sudah selesai dan semua orang dapat bernafas lega. Meski mereka belum tahu sekolah akan mendapatkan nilai apa nantinya, tapi paling tidak mereka sudah bekerja keras dan berusaha sebaik mungkin selama ini.
Kalau masalah nilai sih biar asesor saja yang urus. Toh tahun-tahun yang lalu sekolah Rara selalu mendapat nilai A, jadi tahun ini kalau gak dapat A+ ya paling A lagi.
Saat semua orang dapat bernafas lega Rara masih harus sibuk bekerja dalam urusan panitia ke panitiaan.
Mengingat kelompoknya menjadi kelompok terkompak saat akreditasi kemarin maka. Sekarang Mahmud Abbas itu di jodohkan lagi dengan Kamal sebagai ketua dan sekretaris panitia ujian semester ganjil yang akan di selenggarakan sekolah dua Minggu lagi.
"Ra, bikin kartu ujian sama denah ruangan. Ini formatnya sudah ada dalam flashdisk," ucap Kamal sambil menyerahkan benda kecil biru di meja Rara.
"Kemarin bapak nyuruh saya bikin denah, sekarang nyuruh bikin denah lagi," omelnya pada Kamal.
"Yang kemarin denahnya ke hapus Ra. Gak sengaja flashdisknya kena virus jadi file nya gak bisa di buka."
"Itu lah bapak, flashdisk udah kadaluarsa masih di pakai. Makanya ganti yang baru sih pak. Biar saya gak kerja dua kali."
"Ya sudah kalau kamu gak mau bikin kartu, biar saya saja. Sebagai gantinya sekarang kamu bikin jadwal pengawas sama jadwal ujian?" Ujar Kamal.
Seketika Rara terdiam mendengar kata-kata kamal, yang dia sendiri sudah tahu pasti dari dua pekerjaan itu mana yang lebih berat.
"Suka-suka bapak deh, saya ngikut," ucap Rara akhirnya.
"Udah ku kasih enak masih saja protes kamu Ra, nanti aku suruh kerja sendiri loh kalau gak nurut."
"Kalau bapak nyuruh saya kerja sendiri nanti gaji bapak saya potong juga," ancam Rara.
"Tenang saja. Bukan hanya potong gaji. Malah aku kasih semua gaji ku buat kamu asal kamu mau jadi selingkuhan ku," kata Kamal yang membuat Rara membulatkan mata sempurna.
"Bapak lagi oleng ya, ngomongnya gak di filter dulu."
"Becanda Ra, becanda," ujar Kamal sambil tersenyum simpul.
Membuat Rara tersenyum masam.
Moga saja hal seperti itu tidak terjadi dalam kehidupan ku. Jdi pelakor dalam rumah tangga orang amit-amit deh, batin Rara.
****
Rara baru saja selesai ngeprint kartu dan denah ujian yang dia kerjakan beberapa hari lalu, ketika Wakepsek memanggilnya.
"Ada apa pak?"
"Kamu mau masuk kelas kan, Ra?" Tanya Kamal, "aku minta tolong kasih kisi-kisi ini sama anak OSIS, suruh mereka fotocopy dua rangkap. Kalau sudah selesai taruh di atas meja ku lagi!" Perintah guru matematika kelas XII itu.
"Memang bapak mau kemana?" tanya Rara, Karena seingat dia siang ini Kamal tidak ada jadwal masuk kelas.
"Saya mau pergi sebentar. Ada urusan yang harus saya selesaikan."
"Oh..."
"Tolong ya, Ra!" Pinta Kamal lagi.
Rara mengangguk setuju. Mengambil map hijau yang Kamal berikan, kemudian berlalu dari hadapan lelaki beranak tiga itu.
Namun baru saja Rara berjalan beberapa langkah, terdengar suara Kamal memanggilnya lagi, membuat dia menoleh pada pria itu.
"apalagi pak?"
"Jangan lupa nanti pulang sekolah kamu ikut saya ngantarkan soal-soal itu ke fotocopy. Karena mesin fotocopy kita gak bisa di pakai kalau dalam jumlah banyak."
"Bukanya bapak mau pergi ke fotocopy sama Bu Septi."
Karena setahu Rara, kemarin Kamal janjian sama Bu Septi sang bendahara sekolah sekaligus bendahara ujian untuk mengantarkan soal ke fotocopian. Alasannya jelas supaya urusan administrasi bisa berjalan lancar dan tidak ribet.
"Tidak jadi, karena Bu Septi mamanya sakit jadi dia izin pulang cepat hari ini. Makanya saya ngajakin kamu. Kamu bisa kan? Dan saya tidak menerima penolakan," ujar Kamal.
Kalau sudah mendapat jawaban seperti itu, mau tidak mau tentu Rara harus mau pergi berdua dengan Kamal.
Selain karena rasa tanggung jawab dan memang tugas dia. Kamal selama ini selalu baik pada Rara, pria itu selalu mengajari Rara setiap dia ada materi pelajaran yang dirinya belum bisa.
Jadi kesannya Rara tidak tahu diri banget jika menoleh permintaan Kamal menemani lelaki itu ke tempat fotocopy yang tidak jauh dari sekolah mereka.
*****
Rara masih sibuk bermain dengan Ali di ruang tengah. Tadi sore Rangga datang membelikan permainan baru untuk sang keponakan, yaitu kereta api lengkap dengan rel dan gerbongnya.
Sekarang bocah itu kegirangan hingga tak henti-hentinya meminta Rara menenaminya bermain.
Rara sih seneng-seneng saja, oke-oke saja bermain dengan Ali jika dirinya memang tidak sibuk.
"Ma, ini gimana?" Tanya bocah itu saat dia mengalami kesulitan dalam merangkai rel kereta api.
Dengan telaten Rara mengajarkan putranya cara mengaitkan rel yang satu ke yang lain sehingga membentuk lingkaran penuh.
"Yang ini, untuk kereta barang Al, kamu ambil batu-batu krikil di halaman belakang biar diangkat sama gerbongnya nanti," ujar Rara sambil menunjukkan gerbong kereta yang tidak tertutup.
Meng iya kan ucapan sang mama, Ali pergi ke halaman belakang untuk mengambil batu krikil yang ada di depan teras dapur.
Tak seberapa lama bocah itu kembali lagi dengan batu-batu kecil berwarna putih mulus. Bahkan tak lupa anak Rara sudah mencuci batu itu agar tidak mengotori mainan dan lantai rumah nya.
"Ma, ini punya mama, Ali kumpulan Disini. Nanti mama yang masukan kedalam gerbong ya ma, kalau kreta ku lewat depan mama," Ujar bocah itu sambil menyerahkan beberapa batu di hadapan Rara.
Rara mengangguk setuju dengan permintaan sang putra.
Saat sedang asik-asik nya bermain Handphone Rara yang berada di atas meja berbunyi, menandakan jika ada telpon masuk.
"Mama ada telepon!" Ucap bocah usia 5 tahun yang wajahnya sangat mirip dengan Adam itu memberitahu, seraya menyerahkan HP itu pada Rara.
"Makasih sayang," balas Rara saat mengambil HP dari tangan anaknya.
Rara melihat layar handphonenya guna mencari tahu siapa yang menelponya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Neti Jalia
aku mampir kk, dukung juga karyaku ya🤗🙏
2021-10-12
0