Senyum mengukir sudut bibir Jen, perlahan merentang malu-malu. Jen benar-benar terhanyut dengan tindakan lembut Darren. Bibir yang biasa menyebalkan itu, mendadak sensual dan kissable sekali. Udara yang ditiupkan di atas kulit tangan Jen itu terasa hangat menyentuh, tetapi begitu dingin dan menyejukkan saat menimpa luka yang sedikit menganga dalam. Kelembutan Darren benar-benar sungguh membuat Jen menjadi serbuk saking kuatnya menggerus seluruh keangkuhan Jen.
"Kau aneh saat tersenyum begitu kepadaku!" celetuk Darren masih tetap menunduk, memutuskan lamunan Jen yang sedikit mengerikan setelah ia sadar. Ya Tuhan, pikiranku benar-benar sudah tidak waras.
"A-a-aku tidak sedang memikirkanmu, asal kau tahu, A-ak-aku ... se-se ...," Jen mengerjapkan matanya bingung, telunjuknya menuding benda dan sudut ruangan ini sembarangan. "Sedang membayangkan ba-bagaimana Di-Diego saat tinggal di sini!"
Ah ... dalam hati, saat ini Jen ingin menenggelamkan dirinya di laut yang dalam, ditelan palung samudra, dihisap bumi, atau dimakan ikan paus. Malu sekali rasanya. Ingin rasanya ia menimpuk kepalanya dengan batu yang sangat besar hingga ia melupakan pikirannya barusan.
"Memangnya kau sedang memikirkanku?" tanya Darren serius, ia mengubah posisi salah satu kakinya dalam posisi hendak berdiri, lalu menatap Jen dengan kedua alis terangkat. Bagi Jen, itu adalah sebuah ejekan yang sangat menyebalkan.
"Aku hanya merasa aneh saat melihatmu tersenyum."
"Maksudmu selama ini aku ngga pernah senyum, gitu?" gugat Jen karena merasa tak terima dengan ucapan yang mengerikan itu. Aneh saat tersenyum? Darren belum tahu saja, kalau Jen suka sekali mengumbar senyum, kecuali pada Darren memang. Ah ...!
Darren hanya mengendikkan bahu seraya meraih gulungan kain kasa untuk membalut luka Jen. Berhenti sampai di sini, jika sudah mendengar suara Jen yang ketus seperti itu, lebih baik menahan diri untuk tidak memdebatnya. Jika tidak, kupingnya akan berdengung untuk waktu yang cukup lama.
"Jangan kenakan air dulu, biar cepat sembuh!" Darren mengemas perban itu dengan selembar perekat.
Jen menarik tangannya kasar, lalu mengamati lengannya. Sisa hangat sentuhan Darren masih membekas. Ya Tuhan, dia sudah baik padaku, tapi aku malah ...
"Tidak-tidak! Dia dulu mengataiku anak nakal sampai Papa meninggalkan aku, dia sering memfitnahku, dan bilang kalau Papa membenciku karena aku cengeng! Mana bisa aku memaafkan dia, setelah tahun-tahun mengerikan itu!" Dewi batin Jen kembali menggelap. Ia mencoba beralih pikiran, entah kemana, yang jelas kepalanya dipenuhi oleh sosok yang begitu ... manis di depannya.
Astaga ... tolong hapus kata manis dari kamus besar bahasa indonesia. Artinya sungguh mengerikan!
"Soal ucapanmu di depan wartawan—"
"Jangan dipikirkan soal itu, aku ngga ada maksud apapun! Hanya ingin menyingkirkan mereka, lagipula ucapan orang biasa kaya aku pasti akan tenggelam dengan berita besar yang lain."
Seharusnya memang begitu, tetapi sedikit rasa kesal muncul di hati Jen. Membicarakan pernikahan yang terlihat sungguh-sungguh di depan wartawan, bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sepele. Meski Jen bukan artis besar, tapi bisa jadi mereka menagih itu suatu hari nanti.
"Kau-kau pikir mereka bisa melupakan sesuatu yang besar seperti itu?" Jen mengerjap bingung, bingung dengan kemauannya sendiri. Memangnya kalau Darren beneran menikahimu, kamu mau Jen?
"Eum—" Jen seakan tersentak sendiri, menyadari bahwa ucapannya seolah sangat mengharapkan Darren mewujudkan ucapannya tersebut.
Darren yang mengemas kotak p3k, mengangsurkan tubuhnya duduk di samping Jen. Mereka berdua sejak tadi berada di depan ranjang Diego, mengingat ruangan ini masih berantakan dengan pecahan beling. Bibir ciumable itu menipiskan senyum, sambil melirik Jen penuh makna. Sungguh hal itu membuat Jen berdebar-debar. Dia sangat takut mendengar apa yang akan dikatakan oleh Darren.
"Mereka hanya wartawan, mana bisa mereka mengalahkan takdir jodoh? Diego saja yang sudah kamu sukai bisa dengan mudah mengatakan omong kosong dan pergi begitu saja darimu, apalagi hanya aku ... Darren yang bukan siapa-siapa dimata kamu!"
Saat ini perkataan Darren seperti tangan besar yang menampar pipi Jen dengan keras, melenyapkan debar penuh harap di dada Jen. Membuka mata Jen bahwa di dunia ini semua bisa berubah dalam satu kedipan mata. Manik mata Jen masih terpaku pada kotak yang di pegang Darren.
"Kau benar ... nanti aku tinggal bilang kalau kamu kecewa karena calon istrinya bekas orang lain. Lalu membatalkan rencana pernikahan." Manik mata Jen merangkak naik menemui Darren yang semakin lebar menarik sudut bibirnya. "Semua akan beres ...," bibir Jen mengeluarkan tawa, tawa yang menjelaskan betapa semakin buruk saja di mata orang. Tetapi sejak kapan Jen begitu peduli dengan penilaian orang kepadanya? Biasanya dia abai dengan apa kata orang tentang dirinya.
"Jangan membuat semua terlihat serius, Jen ... percayalah, mereka tidak akan sempat merilis berita itu, mereka pasti lebih tertarik membicarakan hubunganmu dengan Diego."
Darren hanya berpikir rasional, hanya dia yang menyukai Jen, sedangkan Jen terlihat dengan jelas menyukai Diego. Jadi lebih baik menjaga hati saja, melindungi tidak harus menjadi prianya, menebus kesalahan tidak harus dengan menggenggam tangannya, dan mencintai tidak harus selalu memiliki. Rumus dunia yang memang harus dimengerti oleh pria seperti Darren.
"Kuharap kau benar! Sejauh ini, bisakah aku ucapkan terimakasih atas apa yang telah kau lakukan? Em ... aku bisa membalas kebaikanmu lain waktu. Jangan sungkan untuk menagihnya!"
Jen mengerling Darren dengan senyum yang sangat manis. Membungkus rapi perasaannya yang tiba-tiba kecewa. Dia tahu, Diego tidak akan pernah kembali. Meski Jen rasa, selama ini Diego memang tampak tulus menjaganya. Namun, ia yakin selama Tanna masih berada diantara mereka, Diego tidak akan kembali. Setidaknya dalam waktu satu atau dua tahun. Diego telah menciptakan bibit kecil sebuah masalah tanpa tahu bagaimana menyelesaikannya.
"Istirahatlah dulu ... jangan berpikir macam-macam. Biarkan waktu saja yang menjadi penentu hidup kita ke depannya. Apa yang kulakukan saat ini adalah tebusan untuk kesalahanku di masa kecil dulu."
Darren beranjak bangkit dari duduknya, ia kembali tersenyum ke arah Jen yang masih bergeming. Lalu ia segera merapikan sisa pecahan kaca dan vas yang bertebaran di lantai. Sebelum mengantar Jen pulang.
Jen melirik bantal, lalu merebahkan kepalanya di sana. Menatap langit-langit yang sepertinya melukiskan guratan kelam hari depannya. Ketika Jen mengatakan bahwa orang yang seharusnya menikahinya pergi, ketika Jen membuat orang tuanya semakin menderita karena ulahnya, ketika ia dijauhi dan dibenci.
Jen mengesah pasrah, ketakutan menghadapi semua itu. Semua hanya karena ulahnya yang terlalu menganggap enteng sebuah perbuatan, menganggap semua orang baik padanya, dan meremehkan nasehat. Ya, semua bermula dari sifat keras kepala dan egois yang baru disadarinya, hari ini. Ya ... jamu memang tidak enak, obat memang pahit, suntikan memang menyakitkan, tapi semua itu membuat kita lebih baik.
Darren terbiasa melakukan pekerjaan seperti menyapu, mencuci piring, bahkan pakaiannya dicuci olehnya sendiri. Nenek yang hanya hanya duduk di kursi roda, mamanya yang sibuk mencari penghasilan tambahan, ayahnya hanya pegawai biasa dengan gaji pas-pasan, Dinka yang masih suka keluyuran, membuat Darren berinisiatif membantu. Setidaknya meringankan beban orang tuanya, sebab ia sendiri tak bisa berbuat lebih.
Sibuk bergelut dengan pikirannya yang selalu diambang normal, Darren selalu logis menilai segala sesuatu, menghindari kecewa yang berlebihan. Berlaku pada perasaannya pada Jen, tetapi entahlah ... sejak secara spontan mengatakan akan menikahi Jen, itu seperti sesuatu yang akan sangat mudah terwujud. Tetapi ... sekali lagi, ia hanya menjaga hatinya dalam kondisi baik, agar tetap bisa menjaga Jen.
Pekerjaan seperti itu bukan sebuah hal yang harus memakan waktu lama, hingga tak sampai lima belas menit, ia sudah kembali ke sisi ranjang. Mendapati Jen yang telah meringkuk miring dalam tidurnya.
Ketika berduaan, yang ketiga adalah setan, dan setan itu menarik tangan Darren untuk menyentuh pipi Jen dengan lembut, mengelusnya. Hingga terbit senyum kepuasan dihati Darren. Pesona gadis galak itu meluluh lantakkan dunia Darren. Sekali lagi, dorongan dalam diri Darren membawa kepalanya mendekati wajah Jen ... menyentukan bibirnya di sudut bibir Jen. Sekilas ... hanya sekilas. Bayangan tangan Jen yang menimpuk kepalanya tergambar sangat jelas, membuat Darren meringis takut, lalu tertawa tanpa suara. Darren berguling di sisi Jen, merengkuh tangan yang begitu kasar mengenainya. Jika satu kali saja ia diizinkan memiliki kesempatan mendapatkan hati gadis itu, sekalipun harus melalui sebuah proses kesakitan, Darren dengan lantang akan menerimanya.
Ah ... jika saja kesempatan itu datang ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Maryani Sundawa
ah Darren cintamu jg smp rusak Krn setan yaaa
2022-10-14
0
Fe☕
Jadi kepikiran Ranu 😍
nt dicariin author pengganti Darren
2022-03-13
0
Dwi setya Iriana
daren betapa tulus hati dan cintamu utk jen
2021-12-04
1