Happy Reading❤
.
.
Cumi yang berwarna kemerahan akibat saus tomat yang meleleh dan menggoda terasa bagai sekam di tenggorokan Jen. Sup ikan yang biasanya membuatnya kisruh dengan Ranu, kini bagai air tawar yang tak ada rasanya. Terlebih kehangatan antara Ranu dan Darren tampak alami, dan Darren seperti sangat menyayangi Ranu, membuatnya semakin tercekik. Siapa yang tidak terpikat oleh kebaikan gadis itu. Apa saja yang dilakukan olehnya pasti membuat orang lain takjub.
"Aku sudah selesai." Jen beringsut miring, menghindari kedua orang itu yang terlihat bingung.
Ranu dan Darren saling pandang, mereka yang makan dengan lahap seketika menghentikan suapannya. Ranu meletakkan sendoknya, dengan helaan napas berat, ia beranjak dari duduknya.
Melihat gelagat Ranu yang sepertinya akan mendatangi Jen, Darren serta merta menarik tangan Ranu, mengisyaratkan dengan gelengan kepala. Ranu mengangguk patuh. Segera ia mengemas bekas makan miliknya dan Darren, keduanya tak lagi bernafsu melanjutkan makan siang mereka.
"Kak Jen, ayo kita pulang. Mama pasti khawatir." Ranu bersiap menyangklong tasnya, setelah beberapa saat ruangan ini hening.
Jen menoleh, "Kau pulanglah dulu, kakak masih ingin sendiri."
"Kak—"
Cekalan Darren di tangan Ranu menghentikan keberatannya. Lalu ia hanya menghembuskan napas, "Baiklah, kakak jaga diri ya, cepet pulang, jangan bikin mama semakin khawatir."
Darren yang melihat Ranu begitu menyayangi Jen, membuat pria itu melukis segaris senyum. Andai Jen memiliki sifat seperti Ranu, betapa senang hatinya.
"Kakak antar, Ran! Kakak khawatir kalau kamu kenapa-napa di jalan."
"Ngga usah Kak, aku pesan taksi saja. Kakak pasti sibuk," tolak Ranu. Meski ia sangat senang bila Darren mengantarnya, tapi ia ingat betapa lelahnya Darren hari ini sehingga ia lebih memilih membiarkan Darren menggunakan sisa waktunya untuk beristirahat.
"Jangan menolak!" Darren mengucap lembut, "Jen, aku antar Ranu dulu, kamu tidurlah!"
Jen mengangguk dan melambaikan tangannya di udara membalas Ranu. Ia sedikit cemburu melihat keakraban dua orang itu. Bukan hal mengapa, selain karena Ranu begitu disenangi tanpa harus berbuat macam-macam.
Selepas kepergian Darren dan Ranu, Jen tenggelam sepi. Tekat wanita itu sedikit membulat untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, menyelesaikan keributan yang bermula darinya. Ia lelah jika terus merepotkan orang lain sementara ia merasa mampu.
Ia segera mengambil ponsel untuk memesan taksi, lalu selama menunggu, Jen mencari sesuatu untuk menutupi wajahnya. Hingga bertemu topi Jeje yang bertahtakan tanda tangan salah satu pemain bola idolanya—yang tak seorangpun Jeje beri izin menyentuhnya—Jen memakainya. Tak lupa, ia mencuci muka dan mengatur rambutnya menjuntai di kedua sisi wajahnya.
Di bawah, Tamy bahkan hanya melihat Jen dengan sinis, sebab Jen juga tak menunjukkan gelagat untuk meminta izin kepada Tamy atau sekadar menyapa. Berlalu begitu saja, usai mengakhiri tautan matanya dengan Tamy. Selain karena mengetahui Tamy tak menyukainya, ia juga tidak ingin diketahui pergi kemana.
"Dasar sombong," umpat Tamy dalam hati.
Taksi yang di pesan Jen tiba saat wanita itu mencapai ujung halaman. Ia bergegas naik sambil terus menunduk. Ia pikir sopir taksi ini akan mengenalinya.
Sebuah bangunan tinggi menjulang di depannya, adalah tujuannya kali ini. Tanpa membuang waktu, ia bergegas menuju unit yang di huni Diego. Mau tak mau, Jen berterima kasih pada Darren, sebab ucapan pria itu digubris oleh pewarta yang mengejarnya. Sehingga kini lobi terasa sepi dan lengang, meleluasakan tindakan Jen.
Unit yang ditempati Diego berada di lantai 12, tipe studio. Yang sebenarnya dibeli atas nama Diego meski sebagian besar adalah uang Jen. Menyadari ini, Jen tertawa miris, hatinya terasa kebas dan benci. Jen benar-benar di bodohi oleh pria breng sek itu.
Pintu dengan handel yang berkilat ini terbuka sedikit, membuat Jen sedikit lega. D ada di dalam pikirnya. Namun suara wanita di dalam membuat keningnya mencipta kerutan yang bertumpuk-tumpuk.
Tanna.
"Nona, aku sudah berusaha ... tapi pria yang datang menyusul Jen melindunginya dan membuat wartawan bubar."
Jen berusaha mengingat suara itu, suara yang akrab membersamainya selama bersahabat dengan Tanna. Tapi kenapa Nella memanggilnya Nona? Tanna selalu menganggap Nella sebagai adiknya, meski Nella adalah anak dari pelayan di rumahnya.
Kelontang benda yang dibanting membuat Jen tersadar dari lamunannya, ia mengintip ke dalam. Jen begitu terkejut ketika melihat Tanna dalam mode yang lain, yang belum pernah terlihat di matanya. Excel pernah menasehatinya bahwa Tanna bukan seperti yang ia lihat selama ini. Jen memercayai, tapi ketika melihat dengan mata kepala sendiri, dia baru sadar bahwa selama ini ia berteman dengan orang yang salah. Pikiran Jen mulai kalut, menyusuri lagi betapa ia menjadi seseorang yang lain setelah berteman dengan Tanna.
"Kau dan Diego sama-sama tidak berguna! Tidak becus melakukan satu tugas saja! Apa uangku dan semua yang kuberikan pada kalian kurang, ha? Tiap malam aku harus berpikir membalas keluarga itu, tapi hanya seperti ini eksekusinya? Atau ... kau dengan sengaja ... kau dan Diego sengaja mengubah rencanaku ini dan berganti melindungi gadis manja itu? Iya?" Tanna meraung sambil terus meluluhlantakkan ruangan itu.
Keluarga itu? Gadis manja? Rencana? Diego?
Jen masih membeku penuh tanya, kenapa? Bukankah semua karena ulahnya sendiri? Obesesi yang tak sampai dan merusak diri sendiri adalah pilihan hidup Tanna. Lalu apa hubungannya denganku dan keluargaku? pikir Jen. Bukankah masih baik, ketika Excel tidak menuntutnya atas penculikan yang gagal waktu itu?
Jen terkesiap saat mendapati Nella bersimpuh ambruk, sementara Tanna mengangkat sebuah vas berukuran sedang. Jen berlari tanpa aba-aba, tepat ketika Tanna mengayunkan vas itu. Menangkis dengan tangan kirinya, Jen menghadang timpukan vas tersebut.
Dirasakannya tangannya kebas dan hilang rasa beberapa saat lamanya. Ia tahu tangannya pasti tergores dan berdarah, sebab ia melihat rembesan darah melingkari lengannya. Ekor matanya melirik Nella yang menunduk pasrah. Ada apa dengan wanita itu, pikir Jen.
"Wah, nona muda yang manja datang menjadi penyelamat hidup wanita lemah dan ngga guna kaya dia! Kenapa? Biar terlihat keren begitu?" sarkas Tanna.
Jen seketika mengalihkan tatapannya dari Nella ke wajah Tanna yang terlihat bengis. Wanita lembut itu sungguh mengerikan saat melihat nanar ke arahnya. Tak ada tawa yang begitu manis, hanya senyum sinis yang terkesan sadis keluar dari bibirnya. Ya, Tuhan ... Jen baru sadar sekarang bahwa ia berteman dengan psikopat.
"Kenapa, Tan? Kenapa kamu begitu ingin keluargaku hancur?" Jen mengabaikan perasaan hancurnya karena Diego, memilih mengutamakan keluarganya.
Tanna berkata tajam. "Masih bertanya kenapa?" Diantara kegaduhan di ruangan ini, Tanna duduk dengan kaki menyilang, lalu bersedekap menatap Jen sinis.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Fe☕
👌👌👌
2022-03-13
0
Dwi setya Iriana
itulah akibatnya jen klo gak mai dgar omongan org lain,mauny seenaknya sendiri berteman dgan org yg salah.
2021-12-04
1
Sartini Sabar
Bodoh km jen....biarkan aja dulu semua terungkap.Km dengerin aja sambil sembunyi.Kl perlu direkam.....bsa buat bukti suatu saat nanti
2021-11-09
1