Rate, Like, dan Komen ;)
Happy Reading ;)
.
.
"Berhenti, Ren!" seru Jen dibalik punggung Darren. Mereka tengah melaju di jalan raya yang masih sama ramainya. Pikiran wanita dua puluh tujuh tahun itu sangat tidak nyaman mengingat ucapan Darren barusan.
Darren merasa mereka cukup aman dari kejaran para pewarta yang masih belum puas memperoleh jawaban. Sejenak berpikir, ia menyapukan pandangannya ke segala arah, mencari tempat dimana ia bisa melanjutkan pertengkaran dengan Jen. Melihat sifatnya, itulah yang akan terjadi pada mereka sebentar lagi. Darren tersenyum miris, sembari membelokkan motornya ke sebuah bangku halte yang terbengkalai.
"Apa maksud ucapanmu tadi?" sorot mata yang sudah bisa ditebak Darren, Jen pasti marah. Darren kembali tersenyum sinis, mematikan sepeda motornya, lalu membuka helm dan mengibaskan rambutnya yang sudah terlampau panjang.
"Aku menyelamatkannmu jika kau lupa!" jawab Darren santai sambil meletakkan helm diatas tangki motornya.
Jen berdecih, ia memutar kepalanya ke arah lain. Meremehkan Darren yang terlalu percaya diri. Seperti itu? Menyelamatkan?
Darren tidak berharap banyak, tapi kali ini dia akan memakai sedikit trik agar Jen bisa tunduk padanya.
"Aku antar kamu menemui Diego, tapi aku tidak akan menunggumu. Selesaikan urusanmu sendiri. Aku tidak lagi mau menjadi pahlawan kesiangan yang tidak kamu anggap sama sekali. Capek!" Ia menaikkan helm ke atas kepalanya, menarik pandangannya dari Jen dan dengan santai menyalakan kembali sepeda motornya.
Jen yang tidak puas, masih setia berpaling tidak peduli. Bahkan dia masih menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Pergi sana! Aku bisa ke sana sendiri!"
Darren segera menggeber gas dan meninggalkan Jen. Pura-pura tidak peduli padahal ia masih mengawasi Jen dari kaca spionnya.
Jen menghentak kakinya, "Sial, kenapa malah aku yang dibuang? Mana panas lagi!" Dia mendongak, menatap langit yang begitu cerah hingga matahari leluasa menyengat kulitnya. Beruntung kawasan ini mudah sekali menjangkau taksi, sehingga dalam waktu singkat Jen berhasil menaiki salah satu taksi dan menuju tempat Diego.
"Kecuali kau membuangku di hutan belantara, aku masih bisa mencari jalanku sendiri, Ren!" sarkas Jen dalam hati. Ia memejam sembari menyandarkan kepalanya di atas sandaran jok. Ia masih berlama-lama dengan senyum tak simetris di bibirnya.
Sementara Darren harus memukul tangki motornya dengan kesal. Rencananya tidak sesuai dengan apa yang ia perkirakan. Tetapi ia segera mengikuti taksi yang ditumpangi Jen. Ia masih khawatir wanita itu akan mendapat masalah nantinya.
***
Tanna menggebrak meja tamu di apartemen Diego saat mengetahui Diego selama ini membohonginya. Tanna meminta Diego menghancurkan Jen hingga remuk tak bersisa, membuat seluruh keluarga Dirgantara menanggung malu akibat ulah anak perempuannya. Ia tampak tak puas ketika melihat video yang dibuat Diego. Seharusnya bukan hanya berciuman, tapi lebih vulgar dan liar. Dasar Diego pecundang.
"Tanna, Diego sepertinya sudah terbang ke luar negeri. Aku menemukan namanya di penerbangan menuju Tokyo." Nella, wanita yang dipercaya Tanna untuk menjadi perantaranya dengan Diego meremas ponselnya dengan khawatir. Ia sibuk mengurus kepulangan Tanna hari ini hingga ia luput mengawasi Diego.
"Bege dipiara, lo!" sembur Tanna kesal. Ia menjungkalkan meja di depannya dengan sebelah kaki panjangnya hingga kaca dan hiasan di dalamnya bertebaran memenuhi ruang tamu.
"Kalau dia udah di Tokyo, dia bisa pergi kemana saja tanpa kita ketahui, Bege! Sial!" Tanna menyembur lagi Nella yang langsung berjengit takut. Ia memeluk ponselnya sambil berjalan mundur ke dinding dengan gerakan samar.
Tanna memijat keningnya sambil berkacak sebelah tangan. Ia hilir mudik di ruangan yang dipenuhi beling.
"Bagaimana wartawan yang udah lo kasih tahu bocoran tempat ini?" Tanna menatap Nella yang kesusahan meneguk liurnya. Tanna pikir, Jen yang manja dan meledak-ledak itu akan datang kemari setelah melihat video itu, sehingga ia menyuruh Nella membocorkan segala informasi tentang Diego dan Jen termasuk keluarganya secara detail.
"Mereka sudah di lobi, karena pihak keamanan tidak mengizinkan mereka masuk lebih dalam," jawab Nella sedikit gugup. Nella tak punya pilihan selain menuruti Tanna, sebab orang tua Nella bekerja di rumah Tanna dan Nella selalu diancam akan membuat orang tuanya sengsara bila tak menuruti maunya.
"Bagus! Jangan sampai mereka pergi hingga Jen datang kemari. Kau urus semua keperluan mereka!" Nella mengangguk mengerti, lalu berlalu cepat meninggalkan ruangan yang seperti penjara baginya. Tuhan, selamatkan aku dari wanita keji ini, pinta Nella dalam hati. Ia menuju lift sambil menyeka air matanya.
***
Taksi yang ditumpangi Jen berhenti di depan apartemen yang di huni oleh Diego. Ia pernah kemari beberapa kali untuk menjemput Diego atau mengantarnya pulang. Terkadang hanya sekadar mengantarinya makanan. Jen begitu royal terhadap Diego yang bersikap manis padanya.
Ia berjalan sambil menaikkan tangannya di depan dahi agar terlindung dari sinar matahari. Hal itu juga yang membuat Jen tidak menyadari bahwa ia telah di nanti. Jadi ketika Jen menapaki ujung lobi, serbuan kilatan kamera dan suara berisik dan berebut tanya menerjangnya.
Jen panik, ia tak sempat menghindar. Juga tidak bisa lagi mundur. Ekor matanya melirik taksi yang di tumpanginya telah lenyap dari halaman.
Bagaimana ini?
Panik, Jen hanya bisa menutupi wajahnya dengan jaket yang mengeluarkan bau khas Darren. Entahlah, ia tiba-tiba berharap kalau Darren akan datang dan menyelamatkannya.
"Mbak Jen ... Mbak Jen!"
"Mbak, lihat kesini, Mbak! Sedikit saja berkomentar, Mbak?"
Desak-desakan di sini lebih mengerikan daripada di depan studionya tadi. Jen terhuyung karena ia tak bisa melihat jalan. Ia sudah seperti perahu kertas di tengah ombang ambing ombak samudra yang ganas. Jen ketakutan hingga ia hanya bisa menggigit bibir dan menitikkan air mata. Jika hanya satu dua, Jen masih berani tapi diserbu seperti ini, dia sangat ketakutan.
Tiba-tiba rengkuhan yang begitu besar dan bidang menutupi Jen, sehingga pandangannya menjadi gelap. Ia mengintip takut-takut, takut jika itu adalah orang lain. Namun, ia segera meremas pinggang pria itu dengan kuat, meminta pertolongan melalui cengkeramannya. Bisakah bernapas lega?
"Saya mohon dengan sangat, hargai privasi seseorang. Saya bisa melaporkan kalian dengan tuduhan serius jika sampai kekasih saya terluka."
"Anda siapa? Berani sekali mengancam kami! Kami bekerja sesuai prosedur!" teriak salah seorang pria di tengah kerumunan.
"Iya, anda siapa?" Begitu gumaman itu tidak menghiraukan peringatan Darren.
Darren hanya bisa menghela napas, lalu tangannya meraih tangan Jen dan mengisi sela jemarinya. Seakan meminta persetujuan dan meyakinkan. Juga satu-satunya cara agar ia terbebas dari situasi ini.
"Saya calon suami Jen. Kami akan menikah dalam waktu dekat. Mengenai video itu, tentu anda memahami bagaimana perasaan pria yang perasaannya tak terbalas. Tentu, hanya seorang Diego pasti akan ...," Darren memutar telunjuknya di sisi kepala, bibirnya meliukkan cibiran seolah berkata, "You know lah."
"Saya anggap ini bisa menyudahi segalanya. Semua berita simpang siur ini hanya intermezzo seorang pria frustrasi. Bintang dadakan yang kehilangan sumber cahaya, benar 'kan?" Darren tersenyum cerah, lalu melanjutkan penuh percaya diri.
"Nanti kalian akan mendapatkan undangan khusus untuk acara pernikahan privat kami. Okey, jadi biarkan kami pergi untuk menyiapkan acara special kami!"
Terdengar suitan membahana setelahnya. Darren yang selama ini bekerja untuk menjajakan produk tentu mudah membuat pengalihan yang bersifat persuasif dan lebih menguntungkan dari pada memburu berita murahan seperti ini. Undangan khusus di acara privat akan terdengar bergengsi daripada memburu berita yang tiba-tiba menjadi tidak ada artinya ini.
Dirgantara selalu ekslusif bagi mereka. Diam, sunyi, dan tak tersentuh. Meski mereka tahu seluruh anggota keluarga Dirgantara membaur di masyarakat, tetapi mereka tidak punya alasan untuk menyentuhnya. Tingkah mereka yang seperti kehausan dan penasaran akan keluarga ini adalah sebuah hal yang wajar dan tak perlu diherankan lagi.
Darren sendiri bingung sebenarnya, darimana ia mendapat modal untuk menikahi Jen yang serba mewah dengan hidupnya yang cukup sederhana. Meski berkecukupan, Darren adalah keluarga biasa. Ayahnya hanya seorang pegawai biasa di sebuah perusahaan, ibunya seorang penjual bunga. Dia sendiri hanya bekerja untuk Jeje dan adiknya Dinka—yang seusia Ranu—juga baru memasuki bangku kuliah. Ah, entahlah ... itu pikirkan lagi nanti.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Maryani Sundawa
tenang Darren...klo kamu yakin, ad aja jalannya...papah Harris pasti TDK akan tinggal diam
2022-10-13
0
nyonya_norman
kok tana masih bebes berkeliaran ya.. kan di novel sebelum nya tanah sudah diringkus polisi di apartemen temennya waktu pake narkoba, abis nyulik excel
2022-06-19
0
Fe☕
Good job darren 👍
2022-03-13
0