"Lalu siapa, ha—"
"Agh ...!" belum sempat Jen menyelesaikan kalimatnya, kepala Jen terasa berdenyut karena pukulan dari Nella. Secara refleks, Jen melepaskan cekalan tangannya dari Tanna dan melindungi kepalanya. Beruntung kap lampu meja sudut itu terbuat dari plastik sehingga ketika mengenai Jen, selain berdenyut nyeri Jen tak mengalami luka.
"Kau ...!" geram Jen gantian meraih Nella ketika wanita itu hendak memukulnya kembali. Jen mendorong Nella hingga ke tembok. Mendesaknya dengan cengkeraman kuat.
Namun, Tanna yang sudah berhasil melegakan sakitnya, berlari keluar ruangan secepat kilat.
"Tanna ...!" Jen meraung sambil menghempaskan Nella. Sial, ternyata wanita licik ini pintar sekali mengambil kesempatan.
Jen kembali menatap Nella usai matanya dengan kecewa mengamati pintu yang perlahan menutup usai kepergian Tanna. Jen bernapas besar-besar dan pendek. Frustrasi dan sakit.
"Kenapa Nella? Bukankah kamu juga akan dicelakai oleh Tanna, bukankah itu kesempatan bagus agar kau bisa bebas dari Tanna, kenapa kau malah membantu dia kabur?"
"Heh ...," Nella mendengus sinis. "... seharusnya kau tidak usah melindungiku, Jen ... seharusnya kau biarkan aku mati di tangan Tanna, itu akan lebih baik Jen. Kau tidak tahu apa-apa tapi kau ikut campur urusanku. Kau hanya akan membuat orang tuaku menanggung semua ini!"
Nella beringsut bangun, menatap Jen penuh kekesalan.
"Apa maksudmu, Nella? Bukankah Tanna menganggap orang tuamu seperti orang tuanya juga?" Jen menelisik di antara kedua mata Nella yang mengambang basah. Jen mengira Nella sedang tertekan.
"Hah ...!" Nella membuang pandangannya ke arah lain, bibirnya menyunggingkan tawa sini. "... kalau kau masih percaya pada ucapan Tanna, aku yakin kau belum belajar dari kejadian ini, Jen. Sudahlah, membuang waktu saja jika aku berada di sini!"
Nella berlalu pergi, membiarkan Jen terpaku beberapa saat hingga Nella mencapai pintu.
"Nella, tunggu ...!" Jen berlari memburu Nella tapi rupanya Nella telah mencapai ujung koridor. Dia nyaris bertabrakan dengan Darren.
"Darren ... tangkap dia!" Darren menatap Nella yang sudah berlari menuju lift dan Jen yang tengah berlari, secara bergantian. Namun, ia segera paham dan berlari mengejar Nella. Sayang jarak Darren dengan Nella cukup jauh, bahkan Nella sudah ikut bergabung di dalam lift yang akan membawanya turun.
"Agh ...!" Jen membungkuk sebab napasnya terasa habis. Lebih sesak lagi, Nella berhasil kabur.
"Memangnya dia kenapa, Jen? Dan kamu kenapa bisa sampai di sini? Bukankah aku bilang kau harus istirahat? Bagaimana kalau ada wartawan di sini? Dan kenapa tanganmu ini?" Pikiran Darren berkecamuk dengan pikiran buruk melihat luka di lengan Jen. Ini memang bukan memotong dan bukan urat nadi, tapi tepat dilengan kiri. Apa Jen mencoba untuk ....?
Jen menegakkan tubuhnya. "Aih ... kau cerewet sekali!" bentak Jen saking kesalnya. Pertanyaan Darren membuat Jen sakit telinga.
***
Nella menaiki taksi yang baru saja menurunkan penumpang di depan apartemen ini. Mengabaikan tatapan orang-orang yang melihatnya aneh. Penampilan Nella yang acak-acakan membuat orang lain salah paham.
"Pondok Hadni, Pak ...!" ucapnya pada sopir taksi yang langsung menekan pedal gas. Ia sejenak merapikan pandangannya sambil menengok ke belakang, berharap Darren dan Jen tidak sampai mengejarnya. Ia baru bernapas lega dan duduk dengan tenang setelah taksi halaman apartemen itu tak lagi tampak di matanya.
Rumah bercat kuning keemasan itu tampak sepi, hanya ada beberapa pekerja yang sedang merapikan taman. Pos jaga juga tampak sepi, mungkin mereka sedang makan siang pikir Nella.
Nella berlari menuju kamar dimana orang tuanya berada. Nella bernapas lega ketika melihat ibunya sedang menjemur baju, dan ayahnya sedang memangkas tanaman hias di halaman belakang.
"Loh anak ibuk kenapa?" Wanita setengah baya itu terkejut ketika Nella berlari ke arahnya sambil menangis.
"Nella kangen ibuk dan ayah!" kilahnya sambil membenamkan kepalanya di dada sang ibu.
"Tiap hari ketemu, kok kangen," celetuk sang ayah tanpa menghentikan pekerjaannya, tetapi ia tersenyum mengingat bagaimana anak gadisnya tersebut sangat manja.
"Ibuk juga kangen, Nella. Udah makan siang belum?" Nella menggeleng. Jangankan makan siang sempat terlintas, pikirannya hanya dipenuhi dengan bayangan buruk perlakuan Tanna pada kedua orang tuanya ini.
"Non Tanna baru saja tiba, tapi dia langsung ke kamar. Ajak makan sekalian sana ... ibuk sudah siapin menu kesukaan Non Tanna." Ucapan sang ibu membuat Nella meringis perih. Selama ini, orang tua Nella selalu sabar menghadapi tingkah Tanna yang tak jelas, sering mengamuk, dan mengancam mereka. Entah kesabaran dari mana, Nella tak pernah tahu, yang ia tahu, orang tua Nella selalu memperlakukan Tanna seperti anaknya sendiri. Tapi apakah mereka masih akan memperlakukan Tanna seperti anaknya sendiri jika tahu Tanna berulang kali mencoba memghabisnya?
"Baik, Buk ... Nella ganti baju dulu, baru makan siang. Ayah, Nella masuk dulu, ya!" Nella memilih bersikap seperti ini selalu. Menelan dalam-dalam kekhawatirannya. Menghiasinya dengan senyuman merekah, ia tak ingin orang tuanya memikirkannya.
Nella beranjak ke kamar, ia dengan cepat menukar pakaiannya dengan pakaian yang bersih. Lalu ia bergegas menuju rumah utama, karena letak kamar Nella dan kedua orang tuanya terpisah dari rumah utama. Namun, ia begitu terkejut melihat Tanna sedang memberikan dua gelas berisi jus berwarna kuning pekat.
"Nona ...," pekik Nella. Entah ia merasa tak baik melihat tingkah laku Tanna yang tak biasa ini.
"Hai saudariku ... hari ini cukup terik jadi aku membuatkan jus untuk ibu dan ayahmu. Ups, ibu dan ayahku juga ... ya 'kan, Buk?" Senyum dan bahasa tubuh Tanna membuat Nella membola. Ia berlari menuju ibunya yang sudah menghabiskan setengah dari isi gelas tersebut.
"Buk, jangan diminum!" Tangan Nella menampar gelas itu hingga pecah ke lantai.
"Tanna, kau tega sekali!" serunya pada Tanna yang melipat sebelah tangan dan menjentikkan kukunya dengan tidak peduli. Seakan tuli.
"Nella, apa yang kau lakukan?" Wanita tua itu terlihat meradang sebab tak enak hati pada kebaikan Tanna. "Maafkan Nella, Non ...," ibu Nella bernama Sri itu meraih tangan Tanna dan bersimpuh.
"Ya Tuhan, Ibuk ... ibu tidak tahu di dalam minuman itu ada apa? Bisa jadi dia ingin menyelakai Ibu!" teriak Nella histeris. Ia merasa kesal melihat tingkah ibunya yang merendahkan diri di depan Tanna. Apalagi ekspresi Tanna yang membuat Nella semakin geram.
"Sudah ibuk ...." Tanna meraih Sri dalam rengkuhannya. "... aku sedikit bingung dengan anak ibuk ini, jelas-jelas itu jus yang dia buat tadi pagi, jadi kalau ada sesuatu di dalam minuman itu, tentu hanya dia yang tahu. Ah, Ibuk ... sebaiknya ibu muntahkan lagi jus itu. Maaf Bu ... Tanna hanya ingin berbuat baik pada Ibuk dan Ayah." Wajah Tanna mencebik, ia meringis iba sambil menepuk-nepuk punggung Sri yang sedang memelototi Nella.
Namun, belum sempat Sri mengeluarkan sepatah kata, Ayah Nella yang sedang berjalan ke arah mereka tiba-tiba ambruk dan kejang-kejang.
"Ayah ...!" seru Nella. Ia menghamburkan larinya ke arah Ayahnya yang mengeluarkan busa di sudut bibirnya.
"Ayah ...!"
.
.
.
.
.
Sudah kaya sinetron ikan terbang, belum? 😆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Maryani Sundawa
tragis kak....lebih² dari drama ikan terbang🤧
2022-10-14
0
✨viloki✨
Nunggu karmanya tanna deh gue mah
2022-03-31
0
Hana Moe
ku menangiiiisssss😭😭😭😭😭membayangkan🙄😄🤭
2022-03-16
0