"Ma ...," desis Jen sambil menunduk usai memindai seluruh ruangan. Ranu tampak bersalah, karena dialah yang telah memberitahu dimana Jen. Si kembar hanya sekilas memandang lalu kembali menunduk. Keluarga Rio dan Johan yang langsung beranjak setelah Jen masuk.
Harapan terakhir Jen adalah papanya, tetapi pria itu segera beranjak usai tersenyum sekilas padanya. Berakhir sudah dia ditangan mamanya malam ini.
Lalu perlahan-lahan, wajah-wajah tegang lainnya, menatapnya sendu. Mereka tak bisa melakukan apa-apa selain berdoa. Bahkan Excel menatapnya dengan sinis, seolah dia tak peduli pada nasibnya saat ini.
"Beri mama satu alasan saja, mengapa mama tidak boleh marah padamu?" Amarah Kira meletup-letup tak terbendung. Wanita itu jelas kecewa, tetapi ia mengemasnya dalam bentuk luapan amarah. Seakan nasehat yang ia tuturkan pada Jen menguap begitu saja.
Di sini, Jen melihat dengan jelas bahwa jalan yang telah ia ambil adalah salah. Kekecewaan mamanya adalah puncak dari buruknya seorang Jen yang selama ini dibanggakan Kira.
"Maafkan Jen, Ma ...." Wajahnya menunduk, cawan air matanya tumpah bagai hujan hingga ia terisak-isak.
"Simpan air matamu itu, Jen! Sekarang, tegakkan wajahmu, dan katakan pada mama, apa yang membuatmu melakukan hal memalukan seperti itu?" raung Kira. Dibelakang, Excel berusaha menenangkan mamanya, meraih lengannya, memberinya usapan lembut.
Jen menatap mamanya, "Ma, ini tidak seperti yang mama pikirkan. Kami ngga sejauh itu, Ma ...!"
"Lalu seperti apa?" tanya Kira masih penuh amarah.
Jen membisu, ia harus menjelaskan apa atau bagaimana tentang keadaan ini. "Ma ... ini semua rencana Tanna ... Tanna marah karena—"
"Tanna?" potong Kira. Ia sampai mengerutkan dahi ketika ia tak mengerti kanapa Jen sampai membawa serta Tanna dalam urusan ini. Ya! Selama ini, Harris menutupi kenyataan bahwa Tanna hampir membuat Excel celaka waktu itu. Semua sepakat untuk tidak membuat masalah menjadi besar, mengingat Tanna sudah berhasil dihukum atas kejahatan yang lain.
Jen tentu saja memilih tidak menjelaskan ini kepada mamanya, jika sampai ia membuka mulut—meski semua sudah tidak apa-apa—banyak hal yang akan terungkap. Sangat tidak nyaman bila menguak seluruh rahasia yang sudah dibiarkan mengering dan tertiup angin. Rahasia kebenaran awal hubungan Excel dan Naja, juga seluruh kejahatan Tanna. Bukan kepada mamanya ia mengadu, tapi si pemilik kuasa yang selalu diam dalam bekerja.
Ruangan ini mendingin secara tiba-tiba, Darren yang sejak tadi tercenung di ruang tamu, akhirnya ikut masuk setelah dirasa Jen sedang terdesak. Kehadirannya yang begitu tenang seolah tak mampu mengusik kemarahan Kira. Tetapi gerakan Ranu yang bangkit dan memanggilnya, membuat Kira menoleh.
"Kak Darren ...," Ranu berhenti beberapa langkah di depan Darren. Ia tersenyum dan menyilakan Darren duduk. Ranu tak tahu jika tindakannya itu membuat Darren dalam bahaya.
Darren tersenyum bingung, tidak tahu bagaimana harus menjawab sapaan Ranu.
"Dan kamu Darren!" Suara Kira menggelegar menyambar telinga Darren, membuat pria itu membeku. Meski begitu, ia segera menoleh dan menundukkan kepalanya sejenak.
"Dibayar berapa kamu sama Jen sampai bilang kalau kalian mau menikah?"
Darren kini hanya bisa memandang Kira dengan bibir terkatup rapat. Benar 'kan, siapapun tak akan percaya begitu saja jika mengaku kalau diantara mereka ada sebuah hubungan?
"Tante ... itu saya tidak bermaksud—"
"Kami memang berencana mau menikah, Ma!" tukas Jen dengan tangan saling meremas. Jen ketakutan dan kalut, terdesak. Ia sudah memutuskan dan Darren hanya boleh mengiyakan.
Kira menyikapkan tangannya di dada, menatap remeh kebohongan yang diucapkan oleh bibir mungil yang pernah dituntunnya mengeja. Ia sungguh tak menyangka, kebaikan yang selalu ia ajarkan pada bibir itu, hilang begitu saja. "Apa kamu pikir mama akan percaya? Hubungan kalian seperti apa, Mama tahu, Jen! Jadi Mama mohon, jadilah orang yang mau mengakui kesalahan tanpa melibatkan orang lain."
"Jen harus bagaimana agar mama percaya kalau—"
"Kami memang belum lama memiliki hubungan, Tan ... memang untuk menikah itu hanya selintas saja saya ucapkan. Saya yakin, Diego melakukan itu karena Jen menolaknya." potong Darren cepat. Hatinya sakit melihat Jen yang tersudut.
Hening kembali menyerap semua suara, rasa tidak percaya masih menyelubungi mereka. Termasuk Darren, ia tak percaya mulut dan hatinya menyetujui permintaan Jen sebelumnya.
"Saya akan mengambil tanggung jawab atas ucapan saya tadi Tan, saya akan menikahi Jen!" Tegas Darren membuat Jen semakin tergugu. Entahlah. Dia sudah terlanjur mengukuhkan janji pada dirinya, jika sampai Darren mengiyakan, Jen akan menuruti apa mau Darren termasuk berdamai.
Ranu mengambil langkah mundur, bertumpu pada tembok,ia tak memercayai pendengarannya hingga ia menyibak rambut yang menutupi telinga.
"Darren, tak perlu sampai sejauh itu kamu melindungi Jen ... tante tidak akan percaya pada ucapanmu! Lagipula, Tante tidak mau membuat kamu kesulitan dengan sikap kurang ajar anak tante ini!" Tak habis pikir bagaimana dua orang ini menimbang baik buruk tindakan mereka.
"Tapi, Tan—"
"Cukup, Nak ...! Jangan sampai membuat mamamu kecewa dengan keputusanmu, anak Tante bukan anak yang patut untuk menjadi menantu mamamu!" Kira sudah pasti, pertama ia tidak ingin anaknya akan mengalami perceraian sama sepertinya, yang akan melahirkan anak-anak lain yang kekurangan kasih sayang. Kira menduga, Darren dan Jen hanya terlibat suatu perjanjian atau sebuah kesepakatan yang saling menguntungkan saja, bukan karena benar-benar memiliki hubungan. Sesuatu yang seperti itu, menurutnya hanya akan membuat luka dihati keduanya. Kira tak mau menutup mata akan kenyataan seburuk itu.
Hening, hanya isak Jen yang semakin sering terdengar. Tubuh wanita muda itu jatuh di lantai, hanya lutut yang menopang tubuhnya. Belum pernah mamanya marah sampai seperti ini. Darren mengalihkan tubuhnya menguatkan Jen. Sakit sekali hatinya melihat ini.
"Tante, Darren mohon. Biarkan Jen beristirahat. Jen mungkin salah, tapi bukan berarti tante harus meragukan anak tante sendiri." Darren berusaha merengkuh Jen dan pindah dari sana. Tetapi Jen memberat.
"Jangan peduli padaku, Darren. Benar kata mama, aku bukan orang yang pantas untuk kau sentuh." isak Jen terbata. Ia mengusir tangan Darren dari lengannya. Manik matanya yang basah menatap Darren begitu sendu.
Kira menghela napas, sungguh tak sampai hati ia mengatakan hal buruk tentang anaknya. Tetapi ini demi kebaikan semua.
"Antarkan Jen ke kamarnya, Ren!"
Seruan di belakang mereka membuat semua menoleh. Harris yang telah menyelesaikan obrolannya dengan Riko kembali ke ruang tengah, mengusir semua hawa dingin dengan kebesarannya. Harris mengangguk memberikan keyakinan pada Darren untuk membawa Jen ke kamarnya. Darren dengan patuh menuntun Jen yang sudah melembut ke kamarnya, mengabaikan Kira yang membeliak penuh ancaman.
"Sudah malam, sebaiknya kalian semua beristirahat!" Agiel dan Azziel langsung melesat mendengar perintah papanya, mereka kini berpikir dua kali jika ingin membuat mamanya kecewa. Ranu menyembunyikan wajahnya lalu berjalan mendahului Jen dan Darren. Belum jelas saja Ranu sudah sakit seperti ini, bagaimana jika sudah pasti, apa dia bisa menerima kenyataan pahit itu.
Hal ini semakin membuat Kira meradang, lagi-lagi suaminya itu membuat pelajaran darinya untuk Jen terhalang. Sorot mata Kira menghujam dalam suaminya yang malah tersenyum menanggapi.
"Sampaikan salam papa untuk mantu dan cucu papa yang ganteng itu, ya!" ucap Harris sambil menepuk pundak Excel saat pria itu berpamitan padanya.
"Tentu, Pa. Titip Mama dan Jen ya, Pa. Excel yakin, ini masih ada hubungannya dengan kejadian yang menimpaku waktu lalu," ucap Excel sambil berbisik.
"Tenang saja. Papa akan melakukan yang terbaik untuk kalian, untuk mama dan anak-anak Papa. Pulanglah!" Harris tersenyum sambil mendorong tubuh anak lelakinya itu.
Harris dan Excel mendekati Kira yang merengut.
"Ma, aku pulang dulu, Naja pasti sudah lama menungguku." Excel meraih mamanya dalam pelukan, lalu ia benar-benar berlalu setelah Kira mengangguk lemah padanya.
Harris merengkuh lengan Kira, berniat membawa wanita kesayangannya ini ke dalam pelukan, tetapi melihat sifat Kira yang keras, sudah bisa ditebak kalau wanita itu langsung menepis tangannya dengan kasar.
"Abang masih ingat ucapanku?" Kira melirik sinis.
Harris memainkan bibirnya, ia tahu apabila Kira sudah memanggilnya dengan panggilan itu, artinya kekesalan di hati istrinya cukup kronis dan sangat sulit disembuhkan. "Ya ... lalu kenapa?"
"Kalau begitu, Abang yang menanggung akibatnya. Ini semua salahnya Abang!" Kira membuang muka dan tubuhnya. Ia berjalan dengan cepat ke kamar, menghentakkan kakinya, lalu menutup pintu dengan keras. Tetapi hal itu membuat Harris tersenyum. Ya, semua memang salahnya. Harris terkekeh sendiri dan segera menyusul istrinya. Kira selalu lupa, bahwa ketika kamar terasa aman, tetapi tempat itu, tempat paling berbahaya baginya.
.
.
.
.
.
Besok part papa Harris, yang kangen sama papa satu itu, merapat yuk🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Royani Arofat
tempat berbahaya karena akan di" makan" papa haris
2023-02-25
0
Maryani Sundawa
mama Kira g prnh belajar dr pengalaman...atau sengaja g mau belajar🤭🤧🤧
2022-10-14
0
Hana Moe
oh nanu bgaimana htimu😖
2022-03-17
0