Rate, Like, dan Komen ;)
Happy Reading ;)
.
.
Nella terkulai lemas di depan pintu utama apartemen mewah ini. Pandangannya kabur menatap kepergian Jen yang bergandengan mesra dengan Darren. Begitu pula ketika rombongan wartawan yang sudah susah payah ia hubungi, bubar begitu saja. Lelehan air mata Nella terkuras dari sumbernya. Ia ingin kabur saja saat ini, memikirkan lagi bagaimana siksaan Tanna padanya setelah kegagalan ini.
***
Di balik punggung Darren, pikiran Jen tengah meledakkan sejuta kekhawatiran. Mulai dari Mama dan keluarganya hingga bagaimana nasibnya ke depan. Ia terus berpikir hingga ketika menyadari bahwa Darren akan membawanya pulang, ia menepuk pundak Darren hingga membuat pria itu menghentikan laju motornya.
"Apa yang kau pikirkan, ha?" hardik Jen setelah ia membuka helmnya. Matanya galak menyorot Darren yang menoleh ke arahnya. Jen memang tidak turun dari motor Darren, ia masih duduk dengan manis dan menghakimi pria yang telah menyelamatkan dirinya.
"Kau ingin membuatku habis dalam hitungan menit jika mengantarkanku pulang?" hardik Jen lagi.
Darren mencipta kerutan di dahinya. "Di rumah kau akan aman, Jen. Mereka tidak akan mengejarmu lagi. Kita bisa minta bantuan papamu untuk menyingkirkan video itu!" Pikirnya, kuasa Harris Dirgantara bisa melenyapkan berita murahan seperti itu dengan mudah.
Jen melirik malas ke udara di sebelahnya, ia menghempas udara dari mulutnya hingga bahunya ikut turun. Jen tak habis pikir dengan ucapan Darren yang seakan menyuruhnya bunuh diri.
"Apa kau tahu apa artinya jika aku pulang sekarang?" ekor matanya kembali menatap Darren. "Apa kau ingin melihat mama pingsan? Apa kau ingin melihat aku dimarahi habis-habisan oleh orang tuaku karena video itu? Aku tahu, dengan mengantarkanku ke rumah, kau akan tertawa puas melihatku di adili oleh orang tuaku?" amuk Jen dengan suara semakin meninggi, memancing beberapa orang di sekitar mereka menoleh dengan penuh tanya.
Darren meneguk liurnya dengan cepat, kepalanya bergerak liar mengawasi sekeliling. "Pelankan suaramu, Jen. Kau malah membuat orang lain melihat kita."
"Biarkan saja! Ini 'kan yang kamu mau? Kamu senang 'kan melihatku dihina orang?" seru Jen dengan air mata yang sudah berhamburan memenuhi pipi. Bingung melanda Jen, ia baru saja memikirkan akibat yang akan ia terima dari video itu saat mengatakan pada Darren. Lebih buruk daripada jadi bahan pembicaraan orang, Jen takut menyakiti orang-orang yang menyayanginya. Dia baru merasa bahwa sikapnya pada Diego berlebihan, ia merasa kalau selama ini dia hanya dimanfaatkan.
Tiba-tiba ia ingat semua kenakalan yang ia lakukan dengan Diego. Saat itu semua indah dan jiwanya seakan melebur dengan bebas. Selama ini, Jen adalah anak rumahan yang tahunya hanya kuliah, bekerja, dan bercengkrama dengan keluarganya. Dunia malam menjadi akrab baginya setelah berkenalan dengan Diego. Diego membuka mata Jen bahwa ada dunia yang gelap tetapi cahaya dan suaranya berdentum indah. Dunia yang hanya ia ketahui sampulnya, tanpa pernah ia buka lembar demi lembar halamannya. Indah dan memabukkan.
"Jen-Jen ... jangan menangis! Astaga! Maaf-maaf!" Darren seketika panik saat melihat Jen semakin tergugu dalam tangis. Ia bingung harus bagaimana lagi menyikapi gadis yang terpuruk ini. Kedekatan mereka selama ini seperti rumah dan pagarnya. Berdekatan tapi tidak pernah bersentuhan. Melindungi tetapi tidak pernah di anggap ada, siapapun pasti hanya melewati pagar tanpa perlu repot sekadar melirik terbuat dari apa pagar tersebut.
"Katakan aku harus apa?" Darren dengan penuh keberanian akhirnya menyingkap tangan Jen yang sibuk menutupi wajahnya, hingga tampaklah raut wajah yang begitu mengiris hati seorang Darren.
"Ren, bawa aku pergi. Kemana saja, asal jangan pulang! Aku-aku takut, Ren ... aku takut, aku belum siap bertemu orang tuaku, Ren! Ini semua salahku, mereka sudah sering mengingatkan. Bahkan kakak sudah memperingatkan aku agar menjauhi Diego ...," isak Jen terbata. Diantara banjir air mata, Jen hanya mampu melihat Darren. Seketika dinding kebencian yang mati-matian ia jaga tegaknya, perlahan luruh.
"Tolong aku, Ren!" pintanya lirih.
Darren menggigit bibirnya, bingung akan membawa Jen kemana. Sementara dirinya tidak punya tempat lain selain rumahnya. Lagi pula, jika Jen tidak pulang bukannya malah semakin membuat keluarganya khawatir? Astaga, kepala Darren ingin meledak rasanya.
Darren melirik Jen yang masih sesenggukan. Mata itu, air mata itu, dan suara menyayat hati yang belum pernah ia dengar sebelumnya dari bibir seorang Jen yang begitu angkuh memakinya. Darren menghembuskan napas sebelum berucap. "Pakai helmmu lagi dan pegangan yang erat!" Darren memutar tubuhnya saat melihat Jen dengan patuh mengikuti apa maunya. Tangan kecil Jen dengan ragu menelusur pinggang Darren yang rata. Itu berhasil menerbitkan senyum samar di bibir Darren. Apa lagi saat Jen mengetatkan pelukan dan menyadarkan kepalanya di punggung Darren. Ada rasa luar biasa indah tumbuh dengan cepat di hatinya. Tebusan yang sepadan untuk makian yang menyakitkan.
***
"Keluarga yang paling berisik dan aneh yang pernah ada, jika yang lo tanyain pendapat gue tentang keluarga itu. Gue ngga habis pikir, katanya mereka kaya raya, tapi sekolah anak-anaknya hanya di SMA biasa. Yang kembar itu, beuh ... entah bege apa begimana, gue ngga tahu, kerjaan mereka cuma bikin onar dan main pe es. Selebihnya main-main dan keluyuran."
Harris tersenyum sinis saat menyaksikan video yang dipertontonkan Riko padanya.
"Saya akan mengurus semuanya, Tuan." Suara Riko terdengar bergetar.
"Tidak usah. Biarkan saja seperti itu, memang benar apa yang dikatakan olehnya 'kan? Jadi kalau video ini dihapus itu malah akan menunjukkan kalau kita terintimidasi. Biarkan saja dulu, sampai kita tahu motif dari pria ini sebenarnya." Harris berkata dengan tenang. Menumpu dagu dengan ibu jarinya, ia sudah memikirkan langkah terjauh dari keadaan ini. Sependek pengalaman hidupnya, Harris tahu bahwa ada yang Diego sembunyikan.
"Bagaimana dengan keaslian foto Jen itu?" sambung Harris.
"Maaf, Tuan." Riko membungkuk lama. "Sayangnya itu asli." Riko berucap lirih saking tak kuasa mengatakan kebenaran ini. Meski tuannya dipastikan akan tetap kokoh tapi Riko—entah mengapa—merasa kecewa dan gagal. Ia ditugaskan Excel untuk menjaga Jen tetapi rupanya ia kecolongan.
Harris menghela napas, ia menyandarkan tubuhnya di punggung kursi. Pria itu tampak berpikir, gurat di wajahnya menampakkan kesedihan.
"Kenyataan itu tidak boleh meninggalkan ruangan ini, Ko," ujar Harris setelah beberapa saat lamanya ia terdiam.
"Mengerti, Tuan!" Riko mengangguk.
"Pastikan keamanan anak-anak. Jangan sampai mereka tersentuh oleh media!" titahnya lagi.
"Baik, Tuan!" Riko sejenak menunduk, sebelum melangkah mundur meninggalkan ruangan ini.
Harris termenung dan melanjutkan menonton video lagi. Beruntung, sebab Jen mengetahui keburukan Diego saat semua belum terlambat, namun bagi Harris ini malah menunjukkan bahwa Diego terlalu cepat bertindak seakan dia tak sabar untuk menyelesaikan "misi" yang di embankan padanya. Hingga ketika Diego menyentuh nama Excel, Harris tersenyum dan menyimpulkan.
"Kalian bisa menang dari anak-anakku yang belum memiliki banyak pengalaman, tapi kalian lupa siapa yang mendidik dan membesarkan mereka!"
.
.
.
.
.
❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
y_res
papa harris turun gunung 😍
2023-04-17
1
Maryani Sundawa
papa Harris emang yaaa👍👍👍kuat banget ya karakternya, semoga sosoknya jg ada d real life🤲👏👏
2022-10-13
0
Najwa Aini
bagus banget ceritanya
2022-06-12
0